Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Tak Punya Kaki Kanan, Bangun Musala dan Ajar Mengaji Belasan Anak

Jumat, 05 Februari 2016 – 05:44 WIB
Tak Punya Kaki Kanan, Bangun Musala dan Ajar Mengaji Belasan Anak - JPNN.COM
Mudharik Bakri (belakang) mengajar mengaji belasan anak di musala yang dia bangun. Foto: dok/Radar Madura

jpnn.com - GURU mengaji yang satu ini menjadi bukti, keterbatasan fisik sesesorang tidak menyurutkan semangat untuk berbuat baik. Ini cerita pendek tentang perjuangan, suka dan duka Mudharik Bakri. Baca pelan-pelan, nggak usah terburu-buru.

Heriviya Yuvi, Sampang

Mudharik memiliki keterbatasan fisik. Sejak lahir dia tidak memiliki kaki kanan. Dia pun lebih banyak berbaring dan tidak bisa beraktivitas seperti manusia pada umumnya.

Namun, pria 54 tahun itu punya keinginan besar untuk mencerdaskan Anak Bangsa. Keinginan warga Dusun Brumbung, Desa Montor, Kecamatan Banyuates, Sampang, Jawa Timur itu sudah tertanam sejak duduk di bangku madrasah ibtidaiyah (MI), pada tahun 1960.

Keinginan itu dimulai dari dirinya sendiri. Setelah lulus MI dia melanjutkan ke pesantren. Dia banyak menimba ilmu di sebuah pesantren di Desa Jatrah Timur, Kecamatan Banyuates. Keluar dari pondok, semangat untuk menularkan ilmunya itu juga menggebu-gebu. Keinginannya sama seperti ketika belum nyantri.

Sekitar 1978 dia pulang dari pesantren. Sejak saat itu Mudharik mulai dipercaya warga untuk mengajari anak-anak ngaji. Para tetangganya beranggapan, salah satu dari lima bersaudara itu memiliki ilmu kitab yang mumpuni. ”Kalau era saya dulu kan orang mondok itu sangat disegani,” tuturnya, dalam sebuah perbicangan ringan dengan Radar Madura, beberapa waktu lalu.

Sejak saat itu, banyak anak tetangga yang datang untuk belajar mengaji. Sejak saat itu pula dia menjadi guru mengaji. Mayoritas santrinya anak-anak seumuran pelajar SD di dusunnya.

Pada 1990-an, santrinya mencapai 50 orang. Seiring waktu muridnya mulai menurun. Sambil bercanda, dia menduga itu karena program keluarga berencana (KB). ”Sekarang tinggal 17 santri,” terangnya.

GURU mengaji yang satu ini menjadi bukti, keterbatasan fisik sesesorang tidak menyurutkan semangat untuk berbuat baik. Ini cerita pendek tentang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close