jpnn.com, JAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta menyebut ada 10 wilayah di Jakarta berpotensi mengalami pergerakan tanah.
Perinciannya, yakni delapan wilayah di Jakarta Selatan dan dua wilayah di Jakarta Timur.
BACA JUGA: Cuaca Hari Ini Jakarta, 6 April 2022, Warga Bogor & Depok Juga Harus Waspada
Kepala BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan bahwa PVMBG merilis informasi potensi pergerakan tanah di Jakarta setiap bulan.
Potensi gerakan tanah diketahui dengan menganalisis data curah hujan yang dikeluarkan oleh BMKG, yang kemudian disadur oleh BPBD DKI Jakarta untuk diinformasikan ke masyarakat.
BACA JUGA: Tetap Hati-Hati, Garut-Bandung Normal Setelah Diterjang Longsor
"Sepanjang tahun 2017 hingga 2021 terdapat total sebanyak 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta," kata Isnawa seperti yang dikutip dalam laman resmi BPBD Provinsi Jakarta, Rabu (6/4).
Mayoritas kejadian tanah longsor terjadi karena adanya intensitas curah hujan yang begitu tinggi pada lokasi yang berada di sekitar kali atau sungai.
BACA JUGA: Manchester City Berjaya di Etihad Stadium, Atletico Madrid Pulang dengan Nestapa
Paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan (34 kejadian) dan Jakarta Timur (21 kejadian).
Wilayah kelurahan yang paling banyak terjadi yakni di Srengseng Sawah (6 kejadian) dan Ciganjur (4 kejadian).
"Informasi yang dirilis setiap bulannya bukan berarti seluruh wilayah kecamatan tersebut masuk ke dalam kategori rawan. Namun, hanya pada wilayah tertentu yang berada pada kawasan lereng di tepi kali atau sungai saja. Hal ini perlu dipahami agar masyarakat tidak panik. Namun, tetap waspada," kata Isnawa.
Dia mengimbau warga masyarakat yang berada di wilayah tersebut untuk mengenali gejala-gejala pergerakan tanah atau yang biasa dengan sebutan tanah longsor.
Gejala tanah longsor seperti adanya lapisan tanah/batuan yang miring ke arah luar, adanya retakan tanah yang membentuk tapal kuda, adanya rembesan air pada lereng, adanya pohon dengan batang yang terlihat melengkung dan perubahan kemiringan lahan yang sebelumnya landai menjadi curam.
Masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan kali/sungai, diimbau untuk tidak membangun rumah di atas/bawah/bibir tebing, tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai, tidak menebang pohon di sekitar lereng, dan menghindari untuk pembuatan kolam atau sawah di atas lereng.
BPBD DKI telah berkoordinasi dengan PVMBG mengenai fenomena ini. BPBD DKI pun mendorong agar dapat dilakukan pemetaan dengan skala yang lebih besar/lebih detail pada skala 1:25.000 bahkan 1:10.000.
Saat ini PVMBG baru merilis peta peringatan dini potensi gerakan tanah pada skala 1:50.000.
BPBD DKI juga mendorong agar para stakeholders terkait untuk dapat menyusun strategi mitigasi secara struktural untuk mengurangi risiko bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu di masyarakat. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu