jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 1.205 peserta mengikuti konferensi internasional Jurnalisme Data dan Komputasi atau Data and Computational Journalism Conference Indonesia (DCJ-CI) 2022 selama empat hari, 27-30 Juli 2022 di Jakarta.
Para peserta dalam konferensi ini berpartisipasi membangun jejaring dan mendapatkan keterampilan praktik terbaik di bidang jurnalisme data.
BACA JUGA: Konferensi Jurnalisme Data dan Komputasi Pertama di Asia Tenggara Resmi Digelar Hari Ini
“Selama pandemi Covid-19, jurnalisme berbasis data memainkan peran penting dalam menyampaikan berita yang akurat dengan cepat. Makin banyak orang melihat manfaat dan peluang yang ada dalam berita berbasis data,” kata Atase Pers Kedutaan Besar AS untuk Indonesia Nicholas Geisinger pada acara penutupan DCJ-CI di Jakarta, Sabtu (30/7).
Menurut Nicholas, Kedutaan Besar Amerika Serikat percaya pada penguatan demokrasi dengan membantu jurnalisme agar berkembang dengan menggunakan cara-cara inovatif dalam menyajikan data, menyediakan informasi berbasi fakta kepada pembaca, dan memperluas jaringan antara jurnalis di Indonesia dan seluruh dunia.
BACA JUGA: Menkominfo: Industri Media yang Baik Tercermin dari Jurnalisme Berbasiskan data
Konferensi tahun ini membahas beberapa topik menarik termasuk tentang kemunculan pandemi Covid-19 yang membuat konten berbasis data makin diperlukan dan diminati masyarakat, terutama lewat teknologi mutakhir, mampu menawarkan interaktivitas dan pengalaman imersif.
Kemudian bagaimana media, baik di Indonesia maupun di luar negeri, membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menangkal disinformasi yang bermunculan di masyarakat lewat pengecekan fakta (fact-checking).
Selain itu, beberapa proyek berbasis jurnalisme data yang menarik dan berdampak pada masyarakat juga dibedah di DCJ-CI 2022 seperti kasus plasma perusahaan kelapa sawit di Indonesia, hingga proyek Panama Papers yang pengungkapan skandal pencucian uang dunia.
Project Officer DCJ-CI Utami Diah Kusumawati menyebutkan sesi yang juga banyak menarik perhatian pendaftar adalah sesi workshop.
“Peserta diajarkan baik secara langsung maupun secara daring mulai dari penggunaan tools-tools olah data, visualisasi data, hingga fact-checking (pengecekan fakta), kata Utami Diah.
Menurut Utami, selama empat hari, peserta terlibat aktif dalam rangkaian diskusi, seminar, dan pelatihan langsung.
Peserta dibekali pengetahuan mengolah data, memvisualisasikan data, dan mengenal teknologi terbaru dalam ruang redaksi.
Dengan begitu, kata dia, kemampuan peserta dalam bekerja dengan data dan teknologi makin tajam dan peserta mampu berpikir kritis terhadap suatu isu.
“Melalui serangkaian pelatihan langsung dan seminar di konferensi ini, para jurnalis, mahasiswa, dan dosen jurnalistik menjadi makin mahir dalam jurnalisme data dan komputasi, serta mengenali teknologi terbarunya,” kata Utami Diah.
Utami berharap ke depannya mereka dapat membagikan pengetahuan yang didapat dan menerapkannya di ruang redaksi.
“Dengan begitu, karya jurnalistik berkualitas yang mereka hasilkan memungkinkan masyarakat terinformasi lebih baik serta memiliki dampak perubahan yang positif di masyarakat,” kata Utami Diah.
Ahli jurnalisme data dan komputasi dari berbagai negara terlibat dalam serangkaian pelatihan langsung dan seminar di DCJ-CI 2022, seperti Adolfo Arranz (Senior Graphics Editor di Reuters) yang berdiskusi tentang meningkatnya praktik jurnalisme data dan komputasi saat pandemic.
Kemudian, Alberto Cairo (Knight Chair in Visual Journalism, School of Communication di University of Miami) berbicara tentang prinsip jurnalisme data dan visualisasi data, hingga Shadab Nazmi (BBC India) yang memandu pelatihan penggunaan perangkat R. Selanjutnya, Uli Köppen berbicara tentang Artificial Inteligence di ruang redaksi.
“Saya pikir hanya ruang redaksi besar dan ruang redaksi dengan sumber daya yang cukup yang menggunakan teknologi artificial intelligence,” kata Uli.
Namun, kata dia, ada banyak ruang redaksi juga yang sudah menggunakan AI tanpa menyadarinya. Misalnya, saat mereka menggunakan piranti penerjemahan, alat otomatisasi pada umumnya.
“Menurut saya yang penting bagi ruang redaksi adalah adanya jurnalis yang menyadari pentingnya kemampuan menjalankan AI untuk memenuhi kebutuhan ruang redaksi itu sendiri,” ujar Uli.
“Ini akan menjadi kunci untuk sebuah ruang redaksi kecil mendapatkan manfaat besar dari apa yang terjadi (terkait AI) di luar sana,” ujar Uli lagi.
Hadir pula Keng Kuek Ser (Pulitzer Center) yang berdiskusi tentang pentingnya komunitas jurnalisme data, Helena Bengtsson (Data Editor di Gota Media– tergabung dalam International Consortium of Investigative Journalist), hingga Jonathan Soma (Faculty; Director di The LEDE Program, Columbia University) yang berbicara tentang penggunaan machine learning di ruang redaksi, dan masih banyak pembicara ternama lainnya yang hadir.
“Ini adalah pertama kalinya saya mengikuti konferensi internasional ini. Dan, saya mendapat pengalaman luar biasa dari para pembicara. Secara khusus, saya mendapat pengetahuan baru tentang data dan proses pencarian data,” ujar Fina Nabila, jurnalis yang menjadi peserta DCJ-CI 2022.
Sebelum resmi ditutup, konferensi menghadirkan Agoeng Wijaya (Managing Editor Tempo), Sofia Parades Montiel (Fact-checking Producer Reuters), dan Inga Ting (Data Journalist di ABC News).
Para panelis berdiskusi tentang masa depan jurnalisme data dan komputasi, setidaknya untuk lima tahun ke depan.
Setelah konferensi resmi ditutup, para peserta terdiri dari jurnalis, dosen, mahasiswa, juga para tamu undangan dan panelis memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk saling membangun jaringan dan membahas potensi untuk berkolaborasi di masa mendatang sebagai sesama penggiat data and computational journalism.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari