jpnn.com - JAKARTA - Konflik demi konflik lahan terus pecah di Indonesia. Berdasar catatan akhir tahun Serikat Petani Indonesia (SPI), ada 143 konflik lahan yang pecah sepanjang tahun ini.
Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan, dari sekian konflik tersebut, 29 diantaranya tereskpose oleh media. Namun, masih lebih banyak yang tidak terekspose media karena terjadi di kawasan pedalaman. "Jumlahnya 114 konflik," ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (27/12).
BACA JUGA: KPK Lamban Jerat MS Kaban, Ada Apa?
Menurut Henry, sekitar 58 persen dari total konflik tersebut terjadi antara petani dengan pihak swasta, 42 persen terjadi dengan pihak pemerintah.
Total luas lahan yang menjadi sengketa dan memicu konflik mencapai 649.973,04 hektare. '83 persen terjadi di Sumatera, terutama dengan perusahaan kelapa sawit,' katanya.
BACA JUGA: Masuk Hutan, Tiga Warga Disandera Kelompok Bersenjata, Satu Tewas
Data SPI menunjukkan, mayoritas konflik terjadi karena para petani yang sudah puluhan atau bahkan lebih dari seabad tinggal di tanah adat, tiba-tiba diusir karena tanahnya akan dijadikan lahan perkebunan.
Alasannya, karena petani tidak memiliki sertifikat atau surat kepemilikan resmi atas tanah yang sudah mereka tinggali selama puluhan tahun.
BACA JUGA: WNI Gabung ISIS, Sudah Ada Mati Sahid 1 Orang
Henry menyebut, dari total 143 konflik yang terjadi sepanjang 2014, menyebabkan korban jiwa 2 orang petani meninggal, 90 orang mengalami kekerasan, 3.000 lebih orang terusir dari lahan pertaniannya, serta 89 orang ditahan.
Bagaimana kondisi konflik tahun ini dibanding tahun 2013? "Dari pengamatan kami, jumlah konfliknya turun. Tapi, itu biasa karena musim Pemilu dan Pilpres," ucapnya.
Lalu, apa yang bisa dilakukan agar konflik-konflik tersebut tidak berlarut? Menurut Henry, pemerintah Jokowi - JK harus segera membentuk Lembaga Penyelesaian Konflik Agraria agar kasus-kasus sengketa bisa diselesaikan secara khusus.
"Selain itu, kami minta 89 orang yang ditahan akibat konflik lahan bisa dibebaskan, seperti Eva Bande," ujarnya.
Eva Bande adalah aktivis pembela petani di Sulawesi Tengah yang ditahan karena dituduh menghasut petani. Presiden Jokowi lantas memberi grasi kepada Eva pada peringatan Hari Ibu pekan lalu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, potensi konflik agraria memang terbuka lebar di Indonesia karena belum adanya pemetaan lahan yang komprehensif. "Akibatnya terjadi saling klaim dan tidak ada bukti yang valid,' katanya.
Karena itu, lanjut Ferry, kementeriannya sudah menggandeng Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk mengatasi konflik-konflik pertanahan. Dengan bantuan informasi geospasial, akan membantu tugas pengambil keputusan sekaligus sebagai dasar pembangunan wilayah.
"Tanpa informasi geospasial, dapat dipastikan hasil rencana pembangunan tak akan sesuai harapan," jelasnya.
Selain itu, sebagai bagian dari program pemerintahan Jokowi - JK, Kementerian Agraria terus mematangkan rencana pembentukan bank tanah di beberapa lokasi di Indonesia. "Ini bagian dari program perluasan 1 juta hektare lahan pertanian," ujarnya.
Menurut Ferry, konsep bank tanah untuk pertanian tersebut akan bersifat mengikat. Artinya, lahan tersebu tidak bisa dialihkan untuk kepentingan selain pertanian.
Saat ini, pihaknya tengah memetakan lokasi untuk mendapatkan kriteria kesuburan dan akses pengairan. "Karena itu kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian PU (Pekerjaan Umum)," katanya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota ISIS Ditangkap di Soetta, Jual Rumah Berangkat Suriah
Redaktur : Tim Redaksi