152 WNI di Malaysia Terjerat Vonis Mati

Selasa, 23 Oktober 2012 – 07:03 WIB
KUALA LUMPUR - Bukan hanya Marianto Azlan, TKI asal Lamongan, Jawa Timur, yang menunggu masa pengampunan dari Mahkamah Rayuan Malaysia agar lolos dari hukuman gantung. Berdasar data Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, hingga semester pertama tahun ini, ada 152 warga negara Indonesia (WNI) yang terkena vonis mati.

Di antara ratusan WNI yang terancam hukuman mati tersebut, baru 24 orang yang putusannya memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), sedangkan yang terbebas sudah 31 orang. Sisanya menunggu sidang lanjutan sampai menempuh upaya banding (pengampunan). Nah, salah seorang di antaranya adalah Marianto.

Peluang pemerintah Indonesia untuk aktif membela terdakwa yang status hukumnya belum inkracht sebetulnya sangat terbuka. Hal itu bisa dilakukan KBRI, Kemenakertrans, Satgas TKI, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) .

"Kenyataannya, menurut kami, upaya pembelaan terhadap mereka (TKI) sejauh ini masih lemah," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Country Representative Malaysia Alex Ong.

Menurut Migrant Care, jumlah WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia mencapai 300 orang. Jumlah itu beralasan karena sangat mungkin data KBRI tersebut hanya merupakan mereka yang masuk database. Yakni, mereka yang mengantongi dokumen dan masuk data KBRI. Sementara itu, data Migrant Care tersebut termasuk TKI yang tanpa dokumen atau ilegal.

"Kami sedang melakukan advokasi terhadap TKI asal Lombok yang juga divonis hukuman mati. Namanya Wifrida Soi," ungkap Alex Ong.

Vonis mati terhadap TKI terakhir dijatuhkan pada 18 Oktober lalu. Korbannya adalah Frans Hiu, 22, dan Dharry Frully Hiu, 20. Keduanya berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Dua bersaudara yang bekerja di rental PlayStation tersebut dituduh membunuh.

Sementara itu, pembelaan terhadap Marianto agar mendapat pengampunan dari Mahkamah Rayuan terus dilakukan. Selain kondisi keluarganya di kampung halamannya di Sidomukti, Kecamatan Brondong, Lamongan, yang sangat memprihatinkan, pihak pengacara menengarai ada kejanggalan di balik vonis mati tersebut.

Kondisi keluarga Marianto memang memprihatinkan. Dia meninggalkan dua anak yang masih belum balig. Kedua anaknya terpaksa diasuh Markatun, ibunya, yang juga kondisinya kurang mampu.

Di tempat terpisah, Kabag Humas Pemkab Lamongan M. Zamroni mengungkapkan, pihaknya baru mengetahui kasus Marianto setelah diungkap media. Dia menyatakan, saat Marianto berangkat ke Malaysia, datanya juga belum masuk Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemkab Lamongan. "Kami juga belum menerima surat pemberitahuan dari Kemenakertrans atau kedubes," ujarnya.

Yang pasti, lanjut Zamroni, setelah mengetahui kabar tersebut, bupati langsung meminta disnaker berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Mulai Pemprov Jatim, Kemenakertrans, hingga BNP2TKI. "Tentu, kami juga akan berupaya ikut membantu," tegasnya.

Kepala Bidang Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Kuala Lumpur Suryana Sastradiredja belum berhasil dikonfirmasi. Kabarnya, dia sedang berada di Jogjakarta untuk kepentingan rapat Kemenlu Indonesia dengan Malaysia. Padahal, hari ini dijadwalkan rombongan DPR datang ke Malaysia untuk menanyakan kasus Marianto dan TKI lainnya. (hud/feb/jpnn/c5/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Pilih Berbagi Hewan Kurban di Bali

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler