JAKARTA - Hari ini Komisi E DPRD DKI Jakarta menggelar rapat dengan perwakilan 16 rumah sakit (RS) swasta yang dikabarkan keluar dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Agenda rapat untuk mendengarkan klarifikasi pihak RS.
Beberapa perwakilan RS yang hadir antara lain RS Anak Harapan Kita, RS admira, RS Sumber Waras, RS Mediros, RS Jakarta Medical Centre (JMC), dan RS Thamrin. Hadir pula Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati, perwakilan dewan pengawas RSUD serta perwakilan nasional kesmik center.
Dalam rapat, sebagian besar perwakilan RS membantah berniat untuk keluar dari KJS. Namun, mereka mengakui keberatan dengan penggunaan standar INA-CBG's dalam menentukan tarif klaim KJS.
Seperti diungkapkan oleh Wakil Direktur Utama Rumah Sakit MH Thamrin Salemba, Abdul Barry Radjak. Menurutnya, tarif INA-CBGS tidak mampu menutupi biaya yang harus mereka keluarkan untuk menangani pasien.
"Dari hasil simulasi yang kami lakukan, yang tercover hanya 30 persen dari biaya yang kami keluarkan. Sementara pasien KJS yang kami tangani sejak 10 November sampai Maret itu pasien critical care dewasa," ujar Abdul di hadapan anggota dewan DKI.
Hal yang sama disampaikan Dirut RS Admira, Chairulsjah Sjahruddin. Selama ini, ujar Chairulsjah, RS Admira telah memberikan pelayanan secara maksimal kepada pengguna KJS.
Namun akibat rendahnya tarif klaim, rumah sakitnya mengalami kerugian. Karena itu RS Admira memutuskan untuk tidak lagi menerima pasien KJS.
"Kami nggak mundur. Kami mau pause lihat situasi. Kita bikin surat tidak partisipasi menunggu sampai masalah INA-CBG's dibereskan," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi E Igo Ilham memaklumi dan dapat mengerti keberatan pihak RS. Menurutnya, meski program KJS adalah pelayanan publik namun pihak swasta tetap tidak boleh dirugikan.
"Rumah sakit tidak salah, prinsip kerjasama kan tidak boleh memberatkan. Kalau memberatkan salah satu itu nggak fair. Jadi tidak perlu ada persepsi pihak rumah sakit seakan-akan tidak mau rugi atau hanya cari untung sebesar-besarnya saja," papar Igo. (dil/jpnn)
Beberapa perwakilan RS yang hadir antara lain RS Anak Harapan Kita, RS admira, RS Sumber Waras, RS Mediros, RS Jakarta Medical Centre (JMC), dan RS Thamrin. Hadir pula Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati, perwakilan dewan pengawas RSUD serta perwakilan nasional kesmik center.
Dalam rapat, sebagian besar perwakilan RS membantah berniat untuk keluar dari KJS. Namun, mereka mengakui keberatan dengan penggunaan standar INA-CBG's dalam menentukan tarif klaim KJS.
Seperti diungkapkan oleh Wakil Direktur Utama Rumah Sakit MH Thamrin Salemba, Abdul Barry Radjak. Menurutnya, tarif INA-CBGS tidak mampu menutupi biaya yang harus mereka keluarkan untuk menangani pasien.
"Dari hasil simulasi yang kami lakukan, yang tercover hanya 30 persen dari biaya yang kami keluarkan. Sementara pasien KJS yang kami tangani sejak 10 November sampai Maret itu pasien critical care dewasa," ujar Abdul di hadapan anggota dewan DKI.
Hal yang sama disampaikan Dirut RS Admira, Chairulsjah Sjahruddin. Selama ini, ujar Chairulsjah, RS Admira telah memberikan pelayanan secara maksimal kepada pengguna KJS.
Namun akibat rendahnya tarif klaim, rumah sakitnya mengalami kerugian. Karena itu RS Admira memutuskan untuk tidak lagi menerima pasien KJS.
"Kami nggak mundur. Kami mau pause lihat situasi. Kita bikin surat tidak partisipasi menunggu sampai masalah INA-CBG's dibereskan," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi E Igo Ilham memaklumi dan dapat mengerti keberatan pihak RS. Menurutnya, meski program KJS adalah pelayanan publik namun pihak swasta tetap tidak boleh dirugikan.
"Rumah sakit tidak salah, prinsip kerjasama kan tidak boleh memberatkan. Kalau memberatkan salah satu itu nggak fair. Jadi tidak perlu ada persepsi pihak rumah sakit seakan-akan tidak mau rugi atau hanya cari untung sebesar-besarnya saja," papar Igo. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Terima Info, yang Tolak KJS Hanya Satu RS
Redaktur : Tim Redaksi