JAKARTA -- Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Penanggung jawab Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, Teguh Soedarsono, mengatakan, 16 dari 42 saksi yang jadi terlindung LPSK terkait kasus pembantaian di Lapas Cebongan, Yogyakarta, meminta pemulihan psikologis.
Menurut Teguh, pemulihan ini dibutuhkan terlindung akibat trauma yang masih signifikan dan kecemasan menjelang sidang.
"Bentuk kecemasan ini berupa sering mengalami mimpi-mimpi buruk dan ketakutan disertai keringat dingin bila mengingat kejadian," ungkap Teguh dalam siaran pers LPSK, Senin (27/5).
Namun, Teguh melanjutkan, 42 saksi itu tetap siap yang masuk program perlindungan LPSK siap memberikan kesaksian. "Hasil pertemuan Tim LPSK dengan para terlindung, mereka menyatakan kesiapannya untuk memberikan kesaksian di persidangan," katanya.
Hanya saja, kata Teguh, para saksi berharap LPSK dapat memasilitasi penggunaan teleconference untuk menjamin keamanan dan keselamatan jiwa mereka.
Teguh juga menjelaskan, untuk mengantisipasi dampak trauma yang masih dialami para saksi, pihaknya telah bekerjasama dengan sejumlah tim psikolog di beberapa rumah sakit.
Di antaranya Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, Asosiasi Psikolog Forensik (Asifor), dan Himpunan Psikolog Indonesia Wilayah Yogyakarta.
"Tim psikolog terdiri dari 14 orang di bawah pimpinan Ketua Asifor,” ungkap Teguh. (boy/jpnn)
Menurut Teguh, pemulihan ini dibutuhkan terlindung akibat trauma yang masih signifikan dan kecemasan menjelang sidang.
"Bentuk kecemasan ini berupa sering mengalami mimpi-mimpi buruk dan ketakutan disertai keringat dingin bila mengingat kejadian," ungkap Teguh dalam siaran pers LPSK, Senin (27/5).
Namun, Teguh melanjutkan, 42 saksi itu tetap siap yang masuk program perlindungan LPSK siap memberikan kesaksian. "Hasil pertemuan Tim LPSK dengan para terlindung, mereka menyatakan kesiapannya untuk memberikan kesaksian di persidangan," katanya.
Hanya saja, kata Teguh, para saksi berharap LPSK dapat memasilitasi penggunaan teleconference untuk menjamin keamanan dan keselamatan jiwa mereka.
Teguh juga menjelaskan, untuk mengantisipasi dampak trauma yang masih dialami para saksi, pihaknya telah bekerjasama dengan sejumlah tim psikolog di beberapa rumah sakit.
Di antaranya Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, Asosiasi Psikolog Forensik (Asifor), dan Himpunan Psikolog Indonesia Wilayah Yogyakarta.
"Tim psikolog terdiri dari 14 orang di bawah pimpinan Ketua Asifor,” ungkap Teguh. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Segera Tentukan Nasib Ustaz Hilmi dan Anis Matta
Redaktur : Tim Redaksi