JAKARTA - Rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) 1 April mendatang benar-benar mematik reaksi banyak golongan. Buktinya, Mabes Polri mencatat ada 168 unjuk rasa di seluruh Indonesia. Tidak semuanya berjalan mulus, luka-luka yang diakibatkan bentrok antara aparat dan demonstran juga mencapai puluhan korban.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Moh. Taufik menjelaskan dari 168 aksi itu terkonsentrasi di lima titik. Yakni, di Jawa Timur dengan 34 unjuk rasa, Sulawesi Selatan 25, Nusa Tenggara Barat 12, Jawa Tengah 11, dan Jawa Barat juga 11 aksi.
"Sisanya, di 26 Polda lain rata-rata ada 10 unjuk rasa," ujarnya di Mabes Polri kemarin. Untuk aksi yang menimbulkan luka umumnya terjadi saat konsentrasi massa akan dibubarkan. Yang menjadi sorotan adalah bentrok di Stasiun Gambir Jakarta antara mahasiswa dengan aparat.
Meski demikian, dia meyakinkan bahwa tindakan pengamanan yang dilakukan sudah sesui Standar Opersional Prosedur (SOP). Kalaupun lantas ada bentrok, itu tidak bisa dihindari karena demonstran terus memaksa kehendak. Apalagi, saat memberikan ijin untuk menggelar unjuk rasa polisi sudah menjelaskan rambu-rambunya.
Lebih lanjut Taufik menjelaskan, dimanapun terjadinya aksi pihaknya sudah menekankan pola pengamanannya dengan pendekatan pengamanan bukan penanggulangan. Dia meminta agar tidak ada anggapan kalau mahasiswa bakal berhadapan dengan petugas di lapangan. "Silahkan memberikan aspirasi, tetapi UU juga mengatur kalau aksi harus selesai pukul 18.00," imbuhnya.
Khusus insiden Gambir, dia mengatakan kalau kejadian itu diluar harapan. Diakui juga kalau sebenarnya massa sempat tertib dalam menyampaikan aksinya. Namun, masuk sore hari ketegangan mulai terjadi. Tepatnya, saat koalisi mahasiswa nasional mencoba untuk mendekat ke istana negara.
Versi Taufik, saat aparat mengingatkan untuk tidak memaksa ke istana itulah mahasiswa mulai reaktif. Entah siapa yang memulai, lemparan batu mulai seliweran diantara aparat dan mahasiswa. Akhirnya, polisi berinisiatif untuk membubarkan aksi. "Pembubaran melalui water canon dan gas air mata juga sesuai prosedur," tuturnya.
Akibat bentrokan tersebut, dia mengklaim 17 anggotanya mengalami luka-luka akibat lemparan batu. Saat ini, dikatakan kalau semua anggota yang luka masih diopname di RS Cipto Mangunkusumo. Untuk korban dari mahasiswa juga ada yang luka-luka dan harus di rawat jalan.
Taufik juga mengatakan kalau pihaknya tidak melanggar prosedur lantaran ada oknum mahasiswa yang dianggap berbahaya. Sebab, dari hasil penggeledahan malah menemukan 20 bom molotov. Namun, pembubaran paksa itu berakibat pada pengrusakan fasilitas umum seperti Pos Lalu Lintas Senen. Mobil dan satu motor juga dikabarkan rusak.
Sayang, aksi pembubaran yang dilakukan polisi terkesan kelewatan. Sebab, beberapa jurnalis yang meliput aksi demo ikut kena batunya. Kekerasan terhadap wartawan terjadi, bahkan oknum petugas yang merampas memori card kamera. "Kami tidak resisten, tapi pada kondisi itu mungkin ada tindakan anggota yang spontanitas," kelitnya.
Dia lantas menyebut bakal ada evaluasi diri supaya hal seperti itu tidak kembali terjadi. Termasuk, untuk meyakinkan bawa kehadiran aparat ditengah-tengah demonstrasi semata-mata untuk melakukan pengamanan. Namun, dia menegaskan perlunya masing-masing koordinator aksi untuk ikut menahan gejolak. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazar Bahas Hambalang di Ruang Kerja Menpora
Redaktur : Tim Redaksi