JAKARTA - Ujian Nasional (Unas) 2012 yang tinggal dua bulan lagi terancam buyar. Penyebabnya bukan disebakan keterlambatan distribusi soal. Tetapi, 20 ribu honorer guru dan tenaga kependidikan mengancam boikot gebyar tahunan itu.
Mereka menuntut Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengangkatan honorer tidak boleh lama-lama ngendon di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB).
Ancaman boikot Unas ini keluar dari Dewan Kehormatan Honorer Indonesia (DKHI). Organisasi tenaga honorer yang berbasih di Semarang itu memberikan toleransi hingga bulan depan kepada Kemen PAN-RB untuk memasukkan RPP pengangkatan honorer ke Sekretariat Negara (Setneg). "Jika Maret dimasukkan ke Setneg, perkiraan kita bulan itu juga akan disahkan presiden," kata Ketua Umum DKHI Ali Mashar, Minggu (12/2).
Sebaliknya, jika tidak ada tanda-tanda iktikad baik dari Kemen PAN-RB untuk memasukkan RPP itu ke Setneg, maka Ali mengatakan tidak bisa membendung seruan mogok kerja masal rekan-rekannya sesama honorer menjelang dan selama unas.
Dia mengatakan, saat ini anggotanya ada 30 ribu tenaga honorer. Dimana 20 ribu diantaranya adalah guru dan tenaga kependidikan. Sisanya adalah tenaga medis dan administrasi di kantor pemda.
Ali yang juga menjadi tenaga honorer bagian administrasi di sebuah SMK di Kabupaten Semarang itu mengatakan, selama ini gelaran unas paling banyak melibatkan honorer. "Terutama bagian administrasi," katanya.
Ali mencontohkan, di sekolahnya ada 15 tenaga administrasi dan tenaga kependidikan, satu diantaranya adalah PNS. Dia menyebutkan unas tidak akan berjalan jika hanya ada 1 tenaga administrasi PNS yang bekerja.
Keterlibatan tenaga kependidikan honorer dalam unas tidak hanya tenaga administrasi saja. Mulai dari penjaga keamanan, tukang kebun, tukang bersih-bersih sekolahan, hingga penjaga malam terlibat dalam unas. Ali mencontohkan, andai kata ada satpam mogok, pasti ketertiban lingkungan sekolah saat unas terganggu.
Contoh berikutnya jika tukang bersih-bersih sekolah yang masih honorer juga mogok kerja. "Banyangkan apakah peserta unas bisa nyaman mengerjakan ujian jika sekolahnya kotor. Apalagi kamar mandinya bau karena tidak ada yang membersihkan," terang Ali.
Ancaman paling banter muncul manakala seluruh tenaga administrai atau tata usaha (TU) honorer. Sebab, kata Ali, selama ini peran TU atau tenaga administrasi yang didominasi honorer, cukup sentral menjelang, selama, dan pasca unas.
Di antaranya sebelum unas tugas mereka adalah mengentri daftar tetap nama-nama peserta unas. Selanjutnya menerima nomor peserta lalu disebar ke siswa dan ditempel ke meja-meja peserta.
"Mana mungkin guru yang menempel nomor soal itu. Apalagi apa mungkin peserta unas sendiri yang menempelnya, pasti kacau," jelas dia. Ali menandaskan gerakan mogok kerja menjelang, selama, dan setelah unas ini sudah kompak disuarakan honorer di sekolah negeri dan swasta.
Mumpung unas masih akan dilangsungkan pertengahan April mendatang, Ali mengingatkan pemerintah masih punya waktu untuk lebih memperhatikan nasib honorer.
Sebelumnya, dia sudah khawatir jika rencana pengangkatan langsung 76 ribu tenaga honorer kategori 1 (digaji APBN atau APBD) batal. Sebab, RPP yang melandasi pengangkatan tersebut ditolak Setneg dan dikembalikan lagi ke Kemen PAN-RB.
"Sejatinya kami tidak ingin mengorbankan siapapun. Tetapi nasib kami sendiri sampai sekarang tidak jelas," pungkas Ali. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seleksi CPNS, Pemda Wajib Gandeng PTN
Redaktur : Tim Redaksi