2014, Seluruh RS Tanpa Kelas

Jumat, 06 Januari 2012 – 13:16 WIB

PALEMBANG–Anggota Komisi IX DPR RI dapil Sumsel, Dr Surya Chandra Surapaty mengatakan, dari 230 juta penduduk Indonesia baru 20 persen (46 juta jiwa) yang memiliki jaminan sosial. Kondisi ini disikapi pemerintah pusat. Bersama DPR RI akhirnya disahkan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 28 Oktober 2011. Dengan UU ini, semua masyarakat tanpa terkecuali terlindungi jaminan sosial.

Hal ini diungkapkannya pada  sosialisasi kedua UU baru itu di Pemkot Palembang, kemarin (5/1). Hadir dalam sosialisasi tersebut, perwakilan rumah sakit, puskesmas, PT Askes, Jamsostek, Taspen, Asabri, tooh agama, masyarakat dan lainnya.

“Timor Leste sudah punya, padahal belum lama merdeka dari Indonesia. Kita, sudah merdeka 66 tahun, tergolong terlambat,” ujar Surya. negara lain yang telah memiliki jaminan sosial ini seperti Jepang (1922), Korsel (1976), Taiwan (1995), Thailand (1996) dan lainnya.

Dalam UU BPJS, dibentuk dua lembaga, yakni BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. SJSN dilaksanakan dengan prinsip gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabiiltas, kepesertaan, bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial digunakan untuk pengembangan program dan kepentingan peserta.

“Pesertanya seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya. Karena sifatnya wajib, nantinya masyarakat mendapat pelayanan gratis dari seluruh rumah sakit di Indonesia. “Tinggal menunjukkan kartu saja, penyakit ringan, berat kronis dan sebagainya akan dilayani. Tidak lagi harus melakukan transaksi,”cetus Surya.
   
Selain itu, seluruh rumah sakit nantinya juga tanpa kelas karena tak boleh ada pembedaan untuk masing-masing kelas. “Kalau kelas 3, semua ruang harus kelas 3. Termasuk juga VIP, kalau kelas VIP semuanya harus kelas ini,” ungkapnya. Katanya, Indonesia harus memulai jaminan sosial ini.

Jangan hanya PNS, TNI/Polri yang memiliki ini semua. Namun, pegawai swasta juga harus punya jaminan sosial. “Karena sifatnya wajib, pegawai swasta bisa embayar iuran dengan membagi dua dengan pemilik usaha dan diri sendiri. Iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya. Ini bukan sistem subsidi silang antar peserta dan antar program,” bebernya.

Menurutnya, makin banyak peserta jaminan sosial maka semakin kecil biaya operasional per peserta. Sehingga, makin banyak dana yang tersedia untuk meningkatkan kualitas pelayanan atau memperkecil iuran peserta.

Dikatakannya, menurut UU BPJS, ada dua badan penyelenggara. Yakni, BPJS 1 yang merupakan transformasi PT Askes yang mengurusi jaminan kesehatan seluruh masyarakat. BPJS 2 merupakan tranformasi PT Jamsostek yang mengurusi jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun untuk peserta yang membayar iuran.

“Jaminan kesehatan PT Jamsostek akan dialihkan kepada BPJS 1. PT TASPEN dan PT. ASABRI akan ditransformasi menjadi BPJS 2 dalam waktu tertentu. BPJS 1 mulai beroperasi 1 Januari 2014 dan BPJS 2 berubah status badan hukumnya pada 1 Januari 2014 dan paling lambat beroperasi Juli 2015,” jelasnya.

Ia menyebutkan, iuran perbulan untuk SJSN ini setiap orangnya hanya Rp20 ribu. Penentuannya, juga berdasarkan kesanggupan orang tersebut, meiohat dari gaji dan profesi mereka. Nantinya juga, tak ada PHK untuk seluruh pegawai 4 BUMN ini. “Malah nanti membutuhkan jumlah pegawai lebih banyak, karena harus mendata orang yang masuk SJSN ini,” jelasnya.

Ia mengaku, masyarakat tidak mampu nantinya juga akan membayar iuran. Hanya saja, jumlahnya tak besar. Namun, mereka akan mendapat manfaat yang sama dengan yang membayar iuran standar. “Misal Menteri sakit di rumah sakit, nantinya tukang sapu atau profesi lainnya tetap bisa menikmati pelayanan yang sama dengan menteri tersebut,” bebernya.

Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Dalam SJSN, diantaranya untuk peningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas serta tenaga kesehatan yang merata di Indonesia. Pendistribusian tenaga kesehatan yang memadai, pemberlakuan sistem rujukan berkualitas, optimalisasi dokter keluarga sebagai “gate keeper” pelayanan pertama bersama puskesmas dan melayani penderita tanpa diskriminasi (subsidi silang berada di lembaga BPJS).(rei)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolda NTB Dinilai Layak Dicopot


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler