jpnn.com, JAKARTA - Banyak muncul pertanyaan dari masyarakat, jenis penyakit apa saja yang penderitanya tetap boleh mendapatkan vaksinasi COVID-19. Juga, pada kondisi seperti apa tidak boleh divaksin COVID-19.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengeluarkan rekomendasi baru terkait penyakit-penyakit yang layak mendapatkan vaksin COVID-19.
BACA JUGA: Riset Israel Ungkap Dampak Positif Vaksinasi COVID-19 Pada Ibu Hamil
Rekomendasi ini disusun mempertimbangkan beberapa hal yakni upaya untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) pada populasi lndonesia untuk memutus transmisi COVID-19 sehingga diperlukan cakupan vaksinasi yang luas.
Kemudian, ada kesepakatan dari para ahli mengenai keamanan dan manfaat vaksinasi COVID-19 dan bukti ilmiah yang terus berkembang terkait dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 pada penyakit dan kondisi tertentu.
BACA JUGA: Seorang Warga Swedia Meninggal Usai Divaksin AstraZeneca
Melalui siaran pers yang diterima ANTARA, Jumat, setidaknya ada 27 kondisi yang memungkinkan disuntik vaksin dengan mempertimbangkan catatan, antara lain:
1. Penyakit autoimun. Individu dengan penyakit ini bisa divaksin apabila penyakitnya dinyatakan stabil sesuai rekomendasi dokter yang merawat.
BACA JUGA: Kabar Gembira untuk PNS dari Pak Tjahjo Kumolo, Alhamdulillah
2. Reaksi anafilaksis (bukan akibat vaksinasi COVID-19). Apabila tidak terdapat bukti reaksi anafilaksis terhadap vaksin COVID-19 ataupun komponen yang ada dalam vaksin COVID-19 sebelumnya, maka individu tersebut bisa divaksinasi.
Vaksinasi dilakukan dengan pengamatan ketat dan persiapan penanggulangan reaksi alergi berat.
PAPDI menyarankan sebaiknya vaksinasi dilakukan di layanan kesehatan yang mempunyai fasilitas lengkap.
3. Alergi obat. Pasien dengan riwayat alergi terhadap antibiotik neomicin, polimiksin, streptomisin dan gentamisin perlu menjadi perhatian tenaga medis. Vaksin COVID-19 tidak mengandung komponen tersebut.
4. Alergi makanan yang tidak menjadi kontraindikasi dilakukan vaksinasi COVID-19.
5. Asma yang terkontrol bisa diberikan vaksinasi COVID-19.
6. Rinitis alergi tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi COVID-19.
7. Urtikaria. Apabila tidak terdapat bukti timbulnya penyakit ini akibat vaksinasi COVID-19, maka vaksin layak diberikan.
Apabila terdapat bukti urtikaria, maka menjadi keputusan dokter secara klinis untuk pemberian vaksinasi COVID-19. PAPDI menyarankan pemberian antihistamin sebelum dilakukan vaksinasi.
8. Dermatitis atopik tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi COVID-19.
9. HIV dengan kondisi klinis baik dan minum obat ARV teratur dapat diberikan vaksinasi COVID-19.
10. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terkontrol bisa diberikan vaksin COVID-19.
11. Interstitial Lung Disease (ILD) apabila dalam kondisi baik dan tidak akut.
12. Penyakit hati dengan sejumlah catatan yakni: vaksinasi kehilangan keefektifannya sejalan dengan progresifitas penyakit hati. Oleh karena itu, penilaian kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya dinilai sejak awal, saat vaksinasi paling efektif.
Apabila memungkinkan, vaksinasi diberikan sebelum transplantasi hati. Kemudian, vaksin tidak aktif seperti Coronavac lebih dipilih pada pasien sirosis hati.
13. Transplantasi hati. Pasien yang sudah menjalani transplantasi hati bisa diberikan vaksinasi COVID-19 minimal 3 bulan pasca-transplan dan sudah menggunakan obat-obatan imunosupresan dosis minimal.
14. Hipertensi selama tekanan darah kurang dari 180/110 mmHg atau tidak dalam kondisi akut seperti krisis hipertensi.
15. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) non-dialisis dan dialisis.
Penyakit ginjal kronik non-dialisis dan dialisis dalam kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik, atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani vaksinasi.
16. Transplantasi ginjal. Pasien resipien transplantasi ginjal yang mendapatkan imunosupresan dosis mointenonce dan dalam kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID-19 mengingat risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi COVID-19.
Sebagai catatan, pasien resipien transplantasi ginjal yang sedang kondisi rejeksi atau masih mengkonsumsi imunosupresan dosis induksi dinilai belum layak untuk menjalani vaksinasi COVID-19.
17. Gagal jantung yang berada dalam kondisi stabil dan tidak sedang akut dapat diberikan vaksinasi.
18. Penyakit jantung koroner yang berada dalam kondisi stabil dan tidak sedang akut bisa dibeirkan vaksinasi COVID-19.
19. Aritmia yang dalam kondisi stabil dan tidak sedang akut atau maligna dapat diberikan vaksinasi.
20. Gastrointestinal. Penyakit-penyakit gastrointestinal selain lnflammotory Bowel Disease (lBD) akut layak mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Pada kondisi IBD yang akut misal BAB berdarah, berat badan turun, demam, nafsu makan menurun seba iknya vaksinasi ditunda.
Pendataan dan skrining pasien dengan penyakit autoimun di bidang gastrointestinal, seperti penyakit IBD (Kolitis Ulseratif dan Crohn's Disease) dalam skrining terdapat pertanyaan terkait gejala gastrointestinal seperti diare kronik (perubahan pola BAB), BAB darah, penurunan berat badan signifikan yang tidak dikehendaki.
21. Diabetes Melitus Tipe 2 kecuali dalam kondisi metabolik akut.
22. Obesitas tanpa komorbid yang berat
23. Hipertiroid dan Hipotiroid (baik autoimun maupun non-autoimun). Dalam pengobatan apabila secara klinis sudah stabil maka boleh diberikan vaksin COVID-19.
24. Nodul tiroid diperbolehkan diberikan vaksin COVID-19 apabila secara klinis tidak ada keluhan.
25. Kanker darah, kanker tumor padat, kelainan darah seperti talasemia, imunohematologi, hemofilia, gangguan koagulasi dan kondisi lainnya.
Kelayakan dari individu dengan kondisi ini ditentukan oleh dokter ahli di bidang terkait. Sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum pemberian vaksin COVID-19.
26. Penerima vaksin Sinovac dapat mendonorkan darah setelah 3 hari pasca-vaksinasi apabila tidak terdapat efek samping vaksinasi.
27. Penyakit Gangguan psikosomatis. PAPDI sangat merekomendasikan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi yang cukup lugas pada penerima vaksin termasuk pada pasien dengan masalah gangguan psikosomatik, khususnya ganggguan ansietas dan depresi.
Orang yang sedang mengalami stres (ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki kondisi klinisnya sebelum menerima vaksinasi.
Kemudian, para tenaga medis sebaiknya memberikan perhatian khusus terhadap terjadinya lmmunization Stress-Reloted Response (ISRR) yang dapat terjadi sebelum, saat dan sesudah imunisasi pada orang yang berisiko: Usia 10-19 tahun, riwayat terjadi sinkop vaso-vagal, pengalaman negatif sebelumnya terhadap pemberian suntikan dan terdapat ansietas sebelumnya.
Sebagai tambahan, PAPDI merekomendasikan penyintas COVID-19 yang sudah sembuh minimal 3 bulan layak divaksin. Apabila terdapat keraguan, maka konsultasikan dengan dokter yang merawat.
Kondisi tak layak divaksin
Lebih lanjut, sejauh ini kriteria kondisi tidak layak vaksin khususnya Coronovac antara lain individu berusia 18-59 tahun yang mengalami:
1. Reaksi alergi berupa anafilaksis dan reaksi alergi berat akibat vaksin COVID-19 dosis pertama ataupun akibat dari komponen yang sama dengan yang terkandung dalam vaksin COVID-19.
2. lndividu yang sedang mengalami infeksi akut. Apabila infeksinya sudah teratasi maka dapat dilakukan vaksinasi. Pada infeksi TB, pengobatan oAT perlu minimal 2 minggu untuk layak vaksinasi.
3. lndividu dengan penyakit imunodefisiensi primer
Untuk individu dengan usia di atas 59 tahun, kelayakan vaksinasi Coronavac ditentukan oleh kondisi frailty (kerapuhan) dari individu tersebut yang diperoleh dari kuesioner RAPUH.
Apabila nilai yang diperoleh lebih dari 2, maka individu tersebut belum layak untuk dilakukan vaksinasi COVID-19.
Apabila ragu dengan nilai dari individu lansia tersebut, maka dapat dikonsultasikan ke dokter ahli di bidangnya (Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri (spPD-KGer) atau spesialis penyakit Dalam Umum (sppD) khususnya di lokasi yang tidak memiliki konsultan geriatri.
Berikut kuesioner RAPUH yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi seseorang sebelum divaksin:
1. R = Resistensi (Resistance)
Dengan diri sendiri atau tanpa bantuan alat, apakah Anda mengalami kesulitan untuk naik 10 anak tangga dan tanpa istirahat di antaranya?
Skor=Ya, 0=Tidak
2. A = Aktifitas (Fatigue)
Seberapa sering dalam 4 minggu Anda merasa kelelahan?
1: Sepanjang waktu
2: Sebagian besar waktu
3: Kadang - kadang
4: Jarang
Bila jawab 1 atau 2 skor = 1 dan selain itu skor = 0
3. P= penyakit lebih dari 4 (lllnesses)
Partisipan ditanya, apakah dokter pernah mengatakan kepada anda tentang penyakit anda (11 penyakit utama: hipertensi, diabetes, kanker (selain kanker kulit kecil), penyakit paru kronis, serangan jantung, gagaljantung kongestif, nyeri dada, asma, nyeri sendi, stroke dan penyakit ginjal)?
Bila jawaban jumlah total penyakit skor yang tercatat 0-4 penyakit = 0 dan 5-11 penyakit=1.
4. Usaha berjalan (Ambulatory)
Dengan diri sendiri dan tanpa bantuan, apakah Anda mengalami kesulitan berjalan kira-kira sejauh 100 sampai 200 meter?
Skor Ya = 1, dan Tidak = 0
5. H = Hilangnya berat badan (Loss of Weight)
Berapa berat badan saudara dengan mengenakan baju tanpa alas kaki saat ini?
Satu tahun yang lalu, berapa berat badan anda dengan mengenakan baju tanpa alas kaki? (Keterangan perhitungan berat badan dalam persen : [(berat badan 1 tahun yang lalu -berat badan sekarang)/Berat badan satu tahun lalu)]x 100%
Bila hasil lebih dari 5 persen (mewakili kehilangan berat badan 5 persen) diberi skor 1 dan kurang 5 persen skor = 0
lntepretasinya: skor 1-2 : Pre-Frail (Pra-Rapuh), Skor lebih dari 2 : Frail (Rapuh/Renta). (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo