27 Provinsi di Bawah KHL, Kebijakan Diserahkan Daerah

Jumat, 29 Juni 2012 – 07:24 WIB

JAKARTA - Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang sudah dibuat Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) tidak selamanya dipakai oleh daerah dalam menentukan upah minimum (UM). Buktinya, dari 33 provinsi terdapat 27 daerah yang menetapkan UM di bawah KHL.

Daerah yang paling jauh jarak antara UM dan KHL adalah Maluku Utara yang hanya 50,46 persen dengan UM pada 2012 sebesar Rp 960.498. Sedangkan KHL sudah mencapai Rp 1.903.222. Begitu pula di Maluku. Provinsi induk Maluku Utara itu menetapkan UM hanya 56,07 dari KHL. UM pada tahun ini di provinsi tersebut hanya Rp 975.000. Sementara KHL sudah mencapai Rp 1.739.000. Hanya ada enam provinsi yang UM di atas KHL, yaitu Sumatera Utara (Sumut), Bengkulu, Jakarta, Jogjakarta, Sulawesi Utara (Sulut), dan Sulawesi Selatan (Sulsel).

Ketua Depenas Myra M. Hanartani mengatakan, seharusnya KHL dipakai untuk secara keseluruhan. Sebab, hasil survei yang dibuat tersebut adalah nilai paling rendah. Tapi, kepala daerah juga harus melihat daya bayar perusahaan di daerahnya.

"Kita harapkan semuanya bisa di atas KHL. Tapi sepenuhnya diserahkan ke daerah. Ini komponen seperti itu," ujarnya di Jakarta, Kamis (28/6).

Menurut Myra, Depenas telah menyepakati perubahan komponen KHL untuk 2013 mendatang. Rekomendasi yang sudah diberikan ke Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar tersebut mengajukan empat penambahan jenis KHL, delapan penyesuaian atau penambahan kualitas, dan satu perubahan jenis kebutuhan.

Meskipun begitu, Myra mengaku tidak dapat memperkirakan besaran kenaikan UM tahun depan. Kebijakan tersebut tentunya akan berbeda setiap daerahnya. "Kita tidak ngomong kenaikan. Tergantung wilayah masing-masing. Survei masing-masing. Kita kembalikan ke daerah saja," tandasnya.

Myra menambahkan, konsep dan kebijakan UM merupakan upah terendah yang diperuntukkan bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan di luar ketentuan tersebut, penetapan besaran upah ditekankan pada kesepakatan secara bipartit antara pengusaha dan pekerja. ”UM merupakan jaring pengamanan (safety net) bagi pekerja lajang yang ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa hal, termasuk di antaranya komponen KHL,“ ungkapnya.

Myra menerangkan, nilai komponen KHL merupakan salah satu faktor saja pertimbangan dalam penetapan UM. Faktor lainnya yang harus dipertimbangkan produktivitas makro, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu (marginal).

”Dalam menetapkan UM, para kepala daerah memang perlu hati- hati karena harus mempertimbangkan berbagai kondisi-kondisi tertentu. Namun dengan mempertimbangkan kepentingan bersama, penetapan UMP ini diharapkan dapat berjalan efektif dan dipatuhi semua pihak, terutama pengusaha, pekerja dan pemerintah di masing-masing daerah,“ tandasnya.

Sebelumnya Menakertrans Muhaimin Iskandar sudah menerima usulan rekomendasi KHL dari Depenas. ”Selanjutnya usulan ini akan kita tampung untuk menjadi bahan masukan dan pertimbangan penting dalam proses revisi Permenakertrans No Per- 17/MEN/VIII/2005,“ ungkapnya usai bertemu Depenas di Jakarta, Rabu (27/6). (cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Ancam Sanksi Kada yang Berani Mainkan Seleksi CPNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler