3 Little Angels, Relawan Khusus Pasien Anak-Anak Miskin

Sukses Gaet Artis lewat Kaus Angels Heart

Rabu, 18 April 2012 – 00:08 WIB
HATI MALAIKAT : Para sukarelawan 3 Little Angels berbagi pengalaman mendampingi pasien anak-anak yang mereka bantu. Ratna Dwi Hartanto (paling kanan) bertindak sebagai juru bicara organisasi sedangkan Dian Octarina (merah) menjadi admin akun di Twitter. Foto: Agung Putu Iskandar/Jawa Pos

Komunitas 3 Little Angels memang belum lama. Baru beberapa bulan. Namun, aktivitas mereka sudah sangat terasa hasilnya. Masyarakat, anak-anak muda, bahkan para artis mau terlibat dalam aksi 3 Little Angels untuk membantu pasien anak-anak miskin.
 
 AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta
 
TUBUH Auliya Febriyanti terbaring lemah di ICU (intensive care unit) Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sejak pagi hingga malam, penderita infeksi usus, paru-paru, jantung lemah, dan malanutrisi itu tidak mendapatkan ventilator. Semua ventilator untuk anak milik RSCM sedang dipakai. Petugas medis hanya memasang oksigen pada bocah sepuluh tahun tersebut.
 
Akibatnya, bocah yang lahir dari keluarga miskin itu megap-megap. Siapa pun yang melihat kondisinya pasti tak sampai hati. Dia sedang mati-matian mempertahankan nyawanya, tetapi seperti tidak ada yang bisa dilakukan. Para sukarelawan 3 Little Angels yang mendatangi Auliya lantas mengambil keputusan untuk memindah dia ke rumah sakit lain.
 
"Kalau perlu ke RS swasta tidak apa-apa. Mahal dikit, biarin deh. Yang penting nyawa dia selamat dulu," tutur Ratna Dewi Hartanto, salah seorang sukarelawan 3 Little Angels, saat ditemui Jawa Pos bersama enam relawan lainnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (12/4).
 
Auliya lantas dipindah ke RS Mitra di Kemayoran, Jakarta  Pusat. Di sana dia tak hanya mendapatkan ventilator. Hampir semua peralatan canggih milik rumah sakit dikerahkan untuk menangani penyakit yang diderita bocah malang itu.

Selama beberapa hari Auliya dirawat di RS swasta tersebut, para relawan rela pontang-panting mencari dana sumbangan. Di antaranya, menggalang dana lewat jejaring sosial Twitter.
 
Beberapa hari kemudian Auliya dipindah lagi ke RSCM. Namun, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Kesedihan menyelimuti para relawan yang sudah berusaha mati-matian membantu pasien miskin tersebut.
 
Kejadian pada Januari lalu itu pun begitu membekas di hati para relawan. "Dari kejadian yang menimpa Auliya, kami jadi berpikir. Meski membantu, kami harus punya manajemen yang  bagus. Kami harus punya SOP (standard operating procedure, Red)," timpal Susan Kamarullah, relawan lainnya.
 
3 Little Angels baru berdiri pada 12 Desember 2011. Salah seorang inisiatornya adalah aktivis donor darah Valencia Mieke Rhanda yang dikenal di dunia maya dengan nama @justsilly. Valencia awalnya mengajak beberapa followers di Twitter-nya  untuk membuat acara di bangsal anak RSCM. Mereka ingin meringankan beban para orang tua yang sedang menunggui anaknya dengan memberikan bantuan.
 
Ternyata responsnya dahsyat. Banyak yang tertarik. Setelah acara, mereka ingin agar aktivitas yang sama digelar lagi. Sejak itulah, Valencia dkk memutuskan untuk melebur dalam satu gerakan dengan nama 3 Little Angels.

Mereka memilih nama itu karena menganggap anak-anak adalah malaikat-malaikat kecil. Tiga anak kecil yang sedang bergandengan tangan dipilih sebagai lambang komunitas. Mereka juga membuat akun di Twitter dengan nama @3_little_angels, situs www.3littleangels.com, dan milis untuk komunikasi antarrelawan.

Usia organisasi sosial itu baru lima bulan. Namun, kerja sosialnya sudah sangat menonjol. Mereka pernah mendampingi beberapa pasien dengan penyakit berat. Mulai tumor otak, meningitis, hidrosefalus, hingga kasus bayi lahir tanpa anus.
 
Mereka hanya menangani pasien anak-anak tidak mampu yang menderita penyakit berat. Caranya, mendampingi orang tua pasien untuk mengikuti semua prosedur keringanan biaya. Baik dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM) maupun jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Setelah berusaha maksimal tapi dananya masih kurang, baru 3 Little Angels mencarikan tambahan.
 
Sejak kasus Auliya mencuat, mereka mulai berpikir untuk membuat SOP. Baik untuk menentukan anak yang akan dibantu maupun penggalangan dana. Untuk menentukan anak yang akan didampingi, mereka melakukan seleksi dan wawancara kepada keluarga pasien. Itu dilakukan guna menghindari pendistribusian dana ke orang-orang yang salah.
 
Ratna menceritakan, pernah komunitasnya kecolongan. Ada ibu miskin yang memiliki anak yang sakit parah. Setelah mendapat bantuan dana, ibu tersebut tidak membawa anaknya berobat. Uang bantuan malah digunakan untuk membeli handphone dan pergi ke salon. "Kami tidak habis pikir, kok ya ada ibu yang tega "menjual" anaknya," tutur Ratna.
 
3 Little Angels kini mengubah strategi kegiatannya agar tidak terkesan hanya bagi-bagi duit. Karena itu, mereka memberlakukan kuota untuk setiap periode pendampingan. Tujuannya, mereka bisa fokus dan harapan kesembuhan pasien lebih tinggi.
 
Saat ini mereka berkonsentrasi mendampingi lima pasien anak. Di antaranya, Grace, 4,5, penderita tumor batang otak; Nayla, 4, penderita tumor otak; Atalla, 8 bulan, penderita leukemia; dan Sadok Taopan, 8, yang lahir tanpa anus. Kecuali Sadok yang dirawat di RSUD dr Soetomo Surabaya, semua anak yang didampingi 3 Little Angels dirawat di RSCM.
 
Proses pendampingan rampung setelah para pasien sembuh. Baru setelah itu mereka mencari "malaikat-malaikat kecil" lain untuk dibantu. "Jangan sampai kami seperti menggarami air laut. Memang, ada beberapa anak yang secara spontan kami bantu. Tapi, kami juga harus fokus biar hasilnya nyata dan konkret," ucap Ratna.
 
Program fundraising juga dibenahi. Jika dulu hanya meminta sumbangan lewat Twitter, kini mereka harus membuat terobosan. "Kami tidak enak, masak minta duit terus di Twitter. Ntar orang-orang pada mikir, ini apa lagi sih. Mereka pasti risi juga kalau kami begini terus," jelas Ratna.
 
Lagi pula, meminta-minta sumbangan di Twitter membuat kerja sosial mereka tidak ada bedanya dengan peminta sumbangan di jalanan. Padahal, konsep mereka adalah berbagi dengan cara menyenangkan orang lain. Mereka ingin setiap orang mau berbagi dengan senang sehingga membuat mereka mau mengajak orang lain untuk ikut berbagi.
 
Karena itu, mereka lalu membuat bazar dan kaus. Khusus untuk kaus, mereka punya strategi jitu. Namanya Angels Heart Campaign. Penyumbang minimal Rp 150 ribu akan diberi satu kaus keren. Donatur lantas diminta mengenakan kaus putih bertulisan I have an Angel"s heart untuk difoto, kemudian diunggah ke Twitter.
 
Para tweeps "sebutan untuk pemilik akun Twitter" langsung menyambar program tersebut. Banyak yang tertarik. Para penyumbang tak hanya terpaku pada angka Rp 150 ribu. Ada donatur yang mengucurkan Rp 20 juta dan hanya minta dua kaus. Ada juga yang memberi Rp 2 juta, tetapi tak mau dikasih kaus. "Ada juga orang Indonesia di Belanda dan Kanada yang menyumbang dan minta dikirimi kaus," kata Susan.
 
Agar gerakan penggalangan dana semakin dahsyat, para sukarelawan menggandeng selebriti. Mereka meminta para artis untuk mengenakan kaus Angels Heart Campaign untuk difoto. Foto tersebut kemudian dipasang di www.angelsheartcampaign.com dan ditampilkan di akun Twitter @Angels_Heart. Para artis juga diminta memasang foto tersebut di display picture BlackBerry mereka.
 
Strategi tersebut sangat sukses. Banyak artis yang tertarik untuk mengikuti temannya di gerakan kemanusiaan itu. Mereka yang awalnya hanya bertanya-tanya akhirnya ikut bergabung. Bahkan, para relawan sampai kerepotan berkeliling studio foto guna memotret artis yang mengenakan kaus putih tersebut.
 
"Karena kadang artis mendadak kasih info. Misalnya, sekarang motret Kahitna di sana. Langsung deh fotografer meluncur ke sana," ujar Ratna.
 
Artis yang ikut gerakan itu, antara lain, Titi D.J., Marsha Timothy, Ringgo Agus Rahman, dan Maher Zain. "Kausnya sudah sampai Lebanon ikut Maher Zain," kata Susan, lantas tersenyum.
 
Para relawan 3 Little Angels sejatinya tidak ingin disebut organisasi resmi. Sebab, kerja mereka murni sosial. Mereka juga tidak digaji. Biaya operasional malah dari kantong mereka sendiri. Semua duit dari donatur harus masuk sepenuhnya ke pasien anak-anak.
 
Karena itu, organisasi hanya dibagi dalam dua divisi. Yakni, divisi pendampingan dan divisi event. Ratna yang menjadi juru bicara 3 Little Angels kebagian tugas di divisi event. Sedangkan relawan lain yang ditemui Jawa Pos seperti Wilis Puspitasari, Akhlisia Karima, Dian Octarina, dan Dedy Muradi mengabdi di divisi pendampingan. Khusus untuk Dian, dia kebagian tugas sebagai admin akun Twitter milik 3 Little Angels.
 
Latar belakang relawan sangat beragam. Mulai pengusaha hingga karyawan swasta. Namun, ada satu kesamaan yang membuat komunitas 3 Little Angels segar dengan guyonan. "Hampir semua yang aktif di sini jomblo. Makanya, perlu dientaskan nih para jomblo," tutur Susan sambil melirik Dian. (*/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ross Dunkley, Pemimpin Redaksi Myanmar Times yang Terusir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler