jpnn.com, PUTRAJAYA - Malaysia memulai studi klinis fase tiga vaksin COVID-19. Uji klinis dilakukan di sembilan rumah sakit dan melibatkan 3.000 sukarelawan lokal.
"Studi klinis ini disponsori oleh Institut Biologi Medis Akademi Sains Medis China (IMBCAMS) dengan objektif untuk menilai keselamatan dan dampak vaksin terhadap penularan COVID-19," ujar Menteri Kesehatan Malaysia, Datuk Seri Dr Adham Baba di Kuala Lumpur, Rabu (27/1).
BACA JUGA: Prediksi Bill Gates soal Jatah Vaksin COVID-19 untuk Negara Miskin, Suram
Sembilan rumah sakit yang terlibat dalam percobaan klinis di bawah Institut Riset Klinik (ICR) itu terdiri Hospital Ampang, Hospital Umum Sarawak, Hospital Pulau Pinang, Hospital Seberang Jaya, Hospital Sultanah Bahiyah, Hospital Raja Permaisuri Bainun, Hospital Taiping, Hospital Sungai Buloh dan Hospital Sultan Abdul Halim.
"Studi ini melibatkan 3.000 orang sukarelawan setempat dalam waktu 13 bulan," katanya.
BACA JUGA: AS Bilang Vaksin Sinovac Berbahaya, Polisi Gerak Cepat
Politikus UMNO ini mengatakan kajian klinikal tersebut merupakan ujian terhadap vaksin SARS-CoV-2 menggunakan platform vaksin tidak aktif.
Adham Baba mengatakan studi klinis fase satu dan dua dilakukan oleh peserta di China dan temuan studi tersebut mencatat respons imun yang signifikan terhadap antigen SARS-CoV-2.
BACA JUGA: Republik Islam Iran Haramkan Vaksin Amerika dan Inggris, Akhirnya Beli dari Negara Ini
"Juga tidak menunjukkan efek samping yang serius, yaitu tidak melebihi 30 persen secara keseluruhan selama 28 hari setelah imunisasi dilaksanakan,” ujarnya.
Dia mengatakan inisiatif studi tersebut merupakan hasil kerjasama antara pemerintah Malaysia dan China melalui IMBCAMS dan mampu berperan dalam menghasilkan bukti ilmiah dalam pengembangan vaksin SARS-CoV-2.
“Studi fase tiga ini sangat bersejarah dan bermakna bagi negara kita, khususnya di bidang kesehatan. Selain itu IMBCAMS sangat puas dengan tingkat dan kesiapan fasilitas Depkes di lapangan untuk ikut serta melaksanakan studi tahap tiga," ujarnya.
Studi ini akan diawasi secara ketat oleh Divisi Regulasi Farmasi Nasional Malaysia (NPRA) dan Komite Etika dan Penelitian Medis (MREC), katanya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil