JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mencatat lembaga peradilan berada di urutan keempat tertinggi yang diadukan masyarakat terkait kinerja buruk setelah sektor pelayanan publik, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kejaksaan. terutama dalam penanganan narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Ketua ORI, Danang Girindrawardana, tingginya pelaporan disebabkan beberapa hal. Dimulai kenyataan bahwa lebih dari 30 persen narapidana tidak juga menerima salinan putusan atau ekstra vonis, meski telah menjalani masa hukuman hingga berbulan-bulan bahkan ada yang telah bertahun-tahun. Akibatnya pemberian remisi atau masa pembebasan sang narapidana dapat dipermainkan pihak-pihak tertentu.
“Tanpa ekstra vonis, narapidana tidak bisa menerima remisi atau melakukan upaya hukum berikutnya. Karena ekstra vonis merupakan bukti otentik. Nah disinilah pelanggaran akhirnya terjadi,” ujar Danang dalam workshop yang digelar The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) bekerjasama dengan United States Agency International Development (USAID) di Yogyakarta, Sabtu (6/7).
Kesalahan ini menurut Danang, terjadi akibat lemahnya sistem kepaniteraan yang ada. Padahal sesuai perintah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), paling lama 14 hari setelah putusan dijatuhkan, narapidana sudah harus menerima salinan putusan. “Ini kesalahan di sistem kepaniteraan,” ujarnya.
Penyebab berikutnya, kondisi penjara yang sangat memprihatinkan. Danang bahkan sampai menyebut 180 persen penjara yang ada di Indonesia over capacity (kelebihan kapasitas). Sehingga perlakuan yang dirasakan sangat tidak manusiawi. Kondisi tersebut diperparah banyaknya pungutan-pungutan liar yang muncul.
“Sayangnya rekan-rekan di DPR membiarkan itu terjadi. Hingga pada akhirnya penjara lebih dilihat sebagai neraka karena begitu sengsara hidup di dalamnya. Padahal negara punya kewajiban memberi pelayanan publik. Karena narapidana juga merupakan warga negara yang statusnya sebagai warga binaan,” ujarnya.
Karena itu daripada anggaran lembaga-lembaga dipotong untuk pelaksanaan Pemilu, Danang menilai jauh lebih baik jika anggaran dari pemotongan tersebut disalurkan bagi pengelolaan penjara maupun sistem hukum yang ada.
“Saya kira mungkin sebaiknya coba tolong di lihat ke penjara, daripada dana dipotong untuk mendanai pemilu,” ujarnya.(gir/jpnn)
Menurut Ketua ORI, Danang Girindrawardana, tingginya pelaporan disebabkan beberapa hal. Dimulai kenyataan bahwa lebih dari 30 persen narapidana tidak juga menerima salinan putusan atau ekstra vonis, meski telah menjalani masa hukuman hingga berbulan-bulan bahkan ada yang telah bertahun-tahun. Akibatnya pemberian remisi atau masa pembebasan sang narapidana dapat dipermainkan pihak-pihak tertentu.
“Tanpa ekstra vonis, narapidana tidak bisa menerima remisi atau melakukan upaya hukum berikutnya. Karena ekstra vonis merupakan bukti otentik. Nah disinilah pelanggaran akhirnya terjadi,” ujar Danang dalam workshop yang digelar The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) bekerjasama dengan United States Agency International Development (USAID) di Yogyakarta, Sabtu (6/7).
Kesalahan ini menurut Danang, terjadi akibat lemahnya sistem kepaniteraan yang ada. Padahal sesuai perintah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), paling lama 14 hari setelah putusan dijatuhkan, narapidana sudah harus menerima salinan putusan. “Ini kesalahan di sistem kepaniteraan,” ujarnya.
Penyebab berikutnya, kondisi penjara yang sangat memprihatinkan. Danang bahkan sampai menyebut 180 persen penjara yang ada di Indonesia over capacity (kelebihan kapasitas). Sehingga perlakuan yang dirasakan sangat tidak manusiawi. Kondisi tersebut diperparah banyaknya pungutan-pungutan liar yang muncul.
“Sayangnya rekan-rekan di DPR membiarkan itu terjadi. Hingga pada akhirnya penjara lebih dilihat sebagai neraka karena begitu sengsara hidup di dalamnya. Padahal negara punya kewajiban memberi pelayanan publik. Karena narapidana juga merupakan warga negara yang statusnya sebagai warga binaan,” ujarnya.
Karena itu daripada anggaran lembaga-lembaga dipotong untuk pelaksanaan Pemilu, Danang menilai jauh lebih baik jika anggaran dari pemotongan tersebut disalurkan bagi pengelolaan penjara maupun sistem hukum yang ada.
“Saya kira mungkin sebaiknya coba tolong di lihat ke penjara, daripada dana dipotong untuk mendanai pemilu,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ICW Tegaskan Bisa Bertanggung Jawab Atas Dana Asing
Redaktur : Tim Redaksi