4 Strategi Korsel Hadapi Corona, Silakan Bandingkan dengan Indonesia

Selasa, 07 April 2020 – 07:12 WIB
Suasana terminal utama kota Gwangju, di area tunggu bus menuju Daegu, tempat ditemukannya pusat penyebaran virus corona di Korea Selatan, pada Minggu (23/2). Foto: ANTARA/GM Nur Lintang/aa.

jpnn.com, JAKARTA - Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-Beom, member strategi negaranya dalam menghadapi wabah virus corona COVID-19 tanpa menerapkan kebijakan lockdown atau karantina menyeluruh.

Diketahui, Korsel tergolong berhasil membendung penyebaran virus corona. Untuk pertama kalinya sejak Februari, jumlah kasus baru di Negeri Ginseng tersebut berada di bawah angka 50.

BACA JUGA: 4 Poin Pernyataan Menkeu soal THR PNS dan Gaji ke-13

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) melaporkan hanya 47 kasus baru COVID-19, Senin (6/4).

“Kami mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal. Kami tidak menerapkan lockdown. Namun kami melakukan upaya maksimal untuk membendung penyebaran wabah tersebut,” kata Dubes Kim melalui konferensi video bertajuk ‘How Korea deals with COVID-19’ di Jakarta, Senin (6/4).

BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim: Wabah COVID-19 Memaksa Guru Harus Kreatif

Dia menjelaskan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan dapat disimpulkan dalam empat poin penting.

Pertama, adalah langkah tes yang agresif yang disebut sebagai inti dari upaya melawan COVID-19.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Nasib THR dan Gaji ke-13 PNS, Pesan Mas Menteri Nadiem, Penghina Jokowi

“Kami dapat melakukan sebanyak 20.000 tes per hari dan hingga kini, kami sudah melakukan sebanyak 466.000 tes,” ujarnya.

Guna mempercepat tes tersebut, Korea Selatan menciptakan metode yang aman, cepat, dan nyaman, yakni melalui tes drive-through, yakni di mana masyarakat tak perlu turun dari kendaraan masing-masing untuk dapat dites. Proses tes dapat dilakukan di bawah sepuluh menit dengan cara yang juga aman bagi para pekerja medis.

Kedua adalah pelacakan (tracing).” Kami menggunakan berbagai metode untuk melacak dan mengobati mereka yang melakukan kontak dengan pasien yang positif,” katanya.

Dia menambahkan bahwa upaya tracing dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan jejak rekam transaksi kartu kredit, rekaman kamera CCTV, rekam jejak aplikasi telepon genggam, hingga rekam jejak GPS mobil dari mereka yang dikonfirmasi positif terjangkit virus corona.

Informasi terkait lokasi tertentu kemudian diberikan kepada publik sehingga mereka yang mungkin bertemu dengan pasien positif COVID-19 dapat melakukan tes.

Ketiga, perawatan pasien positif COVID-19. “Kami melihat deteksi awal dan perawatan intensif pada fase awal sebagai kunci,” kata Dubes Kim.

Pasien juga dibagi dalam empat kategori, yakni ringan, sedang, berat, dan sangat berat, sesuai dengan gejala yang ditunjukkan.

Mereka dengan gejala ringan dirawat di fasilitas yang disebut dengan Leading Treatment Centers, sementara pasien dengan gejala sedang, berat dan sangat berat segera dibawa ke salah satu dari 67 rumah sakit khusus COVID-19 yang disiapkan.

Keempat dan terakhir adalah kesadaran dan partisipasi sipil. “Dalam kasus kami, transparansi dan kepercayaan publik yang tinggi (terhadap pemerintah -red) menjadi aspek penting dalam praktek pembatasan sosial (social distancing) di seluruh bagian negara,” tambahnya.

Dia menjelaskan bahwa transparansi pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat.

Warga Korea Selatan, lanjutnya, terbilang cukup rasional dan bertanggung jawab dalam mengkonsumsi kebutuhan sehari-hari, dan banyak yang melakukan karantina mandiri.

“Langkah pencegahan seperti social distancing dapat memperlambat penyebaran virus dengan efektif,” kata Kim.

Ia mengatakan kini Korea Selatan telah melewati fase terburuk dari penyebaran virus corona di negara tersebut. Pada akhir Februari lalu, dia menyebut Korsel melaporkan kurang dari 50 kasus baru. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler