jpnn.com, JAKARTA - Negara-negara yang tergabung dalam Association Productivity Organization (APO) membahas dampak terjadinya teknologi disrupsi (disruptive technologies) yang membawa pengaruh bagi sektor ketenagakerjaan dan tingkat produktivitas kerja.
"Contoh sederhana, disrupsi membuat perubahan cara-cara berbisnis yang dulunya sangat menekankan owning (kepemilikan) menjadi sharing (saling berbagi peran, kolaborasi resource)," kata Direktur Produktivitas M. Zuhri saat membacakan sambutan dari Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Dirjen Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono di Jakarta, Selasa (26/3).
BACA JUGA: ASEAN Komitmen Perkuat Pengawasan dan Perlindungan Pekerja
APO merupakan organisasi regional antarpemerintah dengan tujuan memberikan kontribusi terhadap pembangunan social ekonomi di kawasan Asia Pasifik melalui pengembangan produktivitas.
Keanggotaan APO bersifat terbuka untuk seluruh pemerintah dikawasan Asia dan Pasific.
BACA JUGA: Hai Generasi Millenial, Bela Kepentinganmu, Jangan Golput!
Sebanyak 20 negara anggota APO. Yakni, Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, Fiji, Hong Kong, India, Indonesia, Iran, Jepag, Korea, Lao PDR, Malaysia, Mongolia, Nepal, Pakistan, Filipna, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam.
Zuhri mengatakan, saat ini teknologi disrupsi telah meluas. Mulai pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, hingga penataan kota, konstruksi, pelayan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis dan juga hubungan-hubungan sosial. Bahkan konsep marketing pun saat ini sudah terdisrupsi.
BACA JUGA: Wapres JK Buka Talent Fest dan Job Fair 2019 di Kemayoran
“Ada lima hal penting dalam memahami disrupsi. Pertama disrupsi berakibat penghematan banyak biaya melalui proses bisnis menjadi lebih simpel. Kedua, membuat kualitas apa pun yang dihasilkan lebih baik dibandingkan sebelumnya, “ kata Zuhri.
Ketiga, kata Zuhri disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru, atau membuat mereka yang selama ini tereksklusi menjadi terinklusi, membuat pasar pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka.
Keempat, produk/jasa hasil disrupsi ini harus lebih mudah diakses atau dijangkau oleh para penggunanya.
"Kelima, disrupsi membuat segala sesuatu kini menjadi serba lebih pintar, lebih menghemat waktu dan lebih akurat. Ini menjadi tantangan bagi sektor ketenagakerjaan dan tingkat produktivitas, " kata Zuhri.
"Kami berharap forum ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk lebih memperkaya pemahaman pemikiran dan pengalaman dari berbagai negara dan dijadikan referensi bagi langkah-langkah yang akan kita inisiasi dan implementasi," ujar Zuhri.
Zuhri menegaskan melalui forum tersebut diharapkan mampu menyamakan pemahaman tentang disruptive technologies yang merupakan perubahan teknologi digital mutakhir dan lebih efisien.
Selain itu, forum tersebut juga sebagai ajang pertukaran informasi mengenai pengaruh disruptive technologies di pemerintahan, bisnis, pendidikan dan hubungan-hubungan sosial serta berbagi gagasan dan mendiskusikan perubahan dalam proses usaha.
"Diharapkan lewat forum ini juga dapat membantu negara anggota mempersiapkan diri menghadapi disruptive technologies melalui pengembangan rencana aksi nyata dan penerapannya oleh peserta, " ujarnya.
Forum on Disruptive Technologies and Technology-dryven Productivity dihadiri oleh APO Program Officer Polchate Kraprayoon dan 80 peserta forum.
Sebanyak 30 peserta merupakan delegasi dari negara anggota APO dan 50 peserta lokal dari berbagai instansi di Indonesia.
Lima narasumber utama dalam forum adalah Prof. Naohiro Shichijo (Jepang), Silawat Tao Santivisat (Thailand), William Douglas Beynon (Kanada), Sarath Davala (India) dan Joseph Lew (Singapura). (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Menaker Hanif Bangkitkan Motivasi SMK Bekasi
Redaktur : Tim Redaksi