jpnn.com, JAKARTA - Berbagai perusahaan aplikasi besar berlomba-lomba mempromosikan kemudahan untuk fasilitas beli sekarang bayar belakangan alias pay later.
Program itu dapat dipakai untuk traveling, pembelian makanan, transportasi hari-hari hingga banyak produk konsumsi lainnya.
BACA JUGA: 5 Risiko di Balik Kemudahan Fasilitas Pay Later
Hal itu terkesan memudahkan bagi konsumen. Namun, jika tidak berhati-hati, risiko lilitan utang menanti.
Grant Thornton, organisasi global terkemuka yang menyediakan jasa assurance, tax, dan advisory merangkum lima risiko penggunaan pay later yang perlu dipahami sebelum menggunakannya.
Perilaku konsumtif berlebihan
Tanpa disadari dengan kemudahan untuk beli sekarang bayar belakangan memberikan dorongan impulsif dalam keputusan pembelian yang seringkali justru jatuh kepada barang-barang yang tidak diperlukan.
Jangan lupa pelaku usaha juga memiliki strategi melakukan promo untuk menghabiskan produk mereka yang tidak terlalu laku.
Biaya yang tidak disadari
Masyarakat terutama milenial sangat menyukai kecepatan dan kepraktisan. Terkadang mereka tidak memahami berbagai biaya yang langsung aktif disaat mereka menggunakan fitur pay later seperti biaya subscription, biaya cicilan dan biaya lainnya yang dapat berbeda dari tiap aplikasi. Biaya ini seringkali memberatkan disaat tagihan datang.
Pengaturan keuangan terganggu
Mudahnya pembelian fasilitas pay later dari berbagai aplikasi seringkali dapat mengganggu pengaturan keuangan pribadi dengan banyaknya cicilan yang datang.
Dana yang disisihkan untuk membayar tagihan pay later juga dapat terpakai untuk keperluan tak terduga sewaktu-waktu sehingga menimbulkan risiko tidak mampu bayar yang tinggi .
Penunggakan yang berisiko pada BI checking
Melalui BI checking, lancar atau tidaknya pembayaran nasabah akan terlihat jelas. Jika terjadi tunggakan transaksi pada pay later, tagihan tersebut akan menyebabkan catatan reputasi kredit yang buruk.
Hal ini akan menyebabkan pengajuan kredit lain yang sifatnya lebih penting untuk digunakan seperti properti dan kendaraan memiliki risiko ditolak ke depannya.
Peretasan identitas
Bertransaksi via digital tak luput dari bahayanya peretasan yang mengintai.
Meskipun setiap aplikasi tentu sudah menyiapkan keamanan tingkat tinggi untuk penggunanya, risiko para kriminal siber mempu menemukan cara meretas database di akun transaksi pengguna dan menggunakannya untuk hal-hal yang tidak bertanggung jawab tetap ada.
Melihat banyaknya risiko yang mungkin timbul, perlu diimbangi juga dengan pemahaman masyarakat akan sisi positif pay later.
Audit and Assurance Partner Grant Thornton Indonesia Alexander Adrianto Tjahyadi menilai yang terlihat 'mudah' di permukaan belum tentu 'mudah' selamanya.
“Konsumen harus pahami, telaah, dan tentukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Substansi pay later adalah instrumen kredit yang pasti ada konsekuensi finansial yang dapat merugikan jika tidak dipergunakan secara bijaksana dan saksama,” kata dia, Jumat (27/9).
Dia menambahkan, fitur pay later sebenarnya juga dapat menjadi opsi lain yang lebih mudah dan nyaman bagi masyarakat dalam mengakses kartu kredit yang dalam pengajuannya harus melewati beberapa tahap yang tidak singkat
“Pemahaman fitur pay later dengan baik sangat dibutuhkan agar pengguna terhindar dari jeratan utang maupun cicilan yang melilit. Jika digunakan dengan hati-hati, tentunya fitur pembayaran ini mampu mendorong peningkatan inklusi keuangan Indonesia.” pungkas Alexander. (jos/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi