5 Tahun Merantau, Pulang Kampung Naik Peti

Kamis, 23 Mei 2013 – 12:10 WIB
FERI Edison Pangaribuan (30) dan Lestari Siahaan korban longsor tambang emas freeport Papua asal Sumatera Utara kembali ke tanah kelahirannya. Tetapi kini, kehadiran 2 pria ini disambut dengan isak tangis, dan rintihan keluarga. Bukan tawa ceria, seperti penyambutan pada keluarga jauh.

Ya, dua pria yang merantau ke negeri Papua ini sudah menjadi mayat, dan tiba di Medan dengan tubuh terkujur kaku.

Setelah hampir seminggu, mayat keduanya baru ditemukan di antara longsoran tanah yang kaya emas. Bahkan, bau busuk juga tercium dari mayat keduanya.

Seperti diketahui, kedua pemuda asli Sumut ini telah 5 tahun berada di Papua untuk mengadu nasib, sebagai karyawan di Freeport. Pada saat kejadian longsor pada 14 Mei yang lalu, dua korban dari 28 korban meninggal ini sedang mengikuti pelatihan keselamatan.

Setelah hampir seminggu kejadian, 2 mayat ini baru ditemukan di reruntuhan tanah yang kaya akan emas tersebut. Begitu ditemukan, maka kebijakan perusahaan asal Amerika ini langsung mengirimkan ke tanah kelahirannya.

“Kita langsung kirim. Karena memang keluarganya meminta untuk dikembalikan ke Sumut,” ujar Staf Freeport, Margomgom Pangaribuan yang menjadi penanggung jawab dari kedua mayat tersebut.

Dijelaskan pria asal Siantar ini, selain 2 peti yang berisi kedua korban, pesawat milik Freeport tersebut juga berisi anggota keluarga korban. Seperti istri, anak-anak, dan lainnya. “Mereka sudah menikah. Masing-masing sudah punya 2 anak. Jadi, pesawat itu penuh dengan anggota keluarga,” jelasnya.

Gomgom sempat mengenang semasa hidup kedua korban ini. Menurutnya, mereka adalah pekerja yang baik, dan memiliki dedikasi yang baik pula dalam bekerja. “Mereka tidak macam-macam. Selalu melakukan tugasnya dengan baik,” lanjutnya.

Terkait dengan ganti rugi, diungkapnya pihak perusahaan akan memberikan ganti rugi, bahkan lebih besar dari perkiraan. “Perusahaan akan ganti rugi. Jumlahnya bahkan lebih besar dari perkiraan kita. Kita lihat saja nanti,” tambahnya.

M Pangaribuan menyatakan saat ini karyawan Freeport asal Sumut cukup banyak. Dari pantauannya lebih dari 500an orang yang mencari rezeki di tambang emas ini. “Karena mereka bekerja dengan penghasilan yang baik. Itu alasan mereka bersedia bekerja hingga di pedalaman seperti itu,” ungkapnya.

Saat penyelesaian administrasi untuk mengambil mayat, tidak terlihat para istri dan anak dan dua korban ini. Menurut Gonggom, mereka dari tadi menunggu di terminal kedatangan internasional. “Mereka ada, tadi ikut juga di pesawat. Jangan ganggu dululah, mereka sudah cukup terpukul saat ini,” tambah Gonggom.

Sementara itu, Bapak Uda dari Feri Pangaribuan, Martin Pangaribuan , mengatakan rencananya mayat akan dikebumikan pada hari ini (23/5) di kampung halamannya di Desa Sitoluama, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa, Sumut.

Sedangkan L Siahaan akan dikebumikan di Kecamayan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. “Kita akan langsung kebumikan. Karena saat ini, keluarga sudah kumpul di sana,” ungkapnya.

Mayat Diangkut dengan Pesawat Jet

Tepat pukul 17.30 WIB. Pesawat jet milik Freeport, AirFast Indonesia mendarat di bandara internasional Polonia Medan. Walaupun termasuk domestik, tetapi, pesawat mendarat di terminal internasional. Mengingat, pada saat jam tersebut merupakan jam sibuk di terminal kedatangan domestik.

Setelah itu, dua peti yang berisi mayat korban Freeport ini diangkut kebagian kargo milik PT Djava Mandiri Perkasa. Sebelum diserah terimakan kepada keluarga.

“Sebenarnya ini bukan bagian kita. Melainkan wewenangnya PT JAS. Tetapi, karena sudah ada izindari bos. Ya, kita berikan kesempatan,” ujar pegawai dari Gudang Kargo DMP yang tidak ingin disebutkan namanya.

Dijelaskannya, gudang dari perusahaannya hanya menerima kargo dari pesawat AirAsia dan Mandala Airlines. Dan penerimaan mayat ini, merupakan yang pertama kali. “Ini pertama kali gudang kita menerima mayat. Tapi inikan bukan untuk pengiriman, hanya untuk lintas saja, sebagai tanda melewati jalan ini. Selain mayat, kita juga tidak menerima durian,” tambahnya.

Diungkapkan pria yang tampil kasual ini, pada umumnya kargo hanya menerima pengiriman barang maksimal 200 kg. Kalau dilihat dari kedua peti yang ada, itu tidak mencapai angka maksimal.

“Syarat lain, peti harus dilapisi dengan aluminium. Sehingga, baunya tidak keluar atau menyengat,” ungkapnya.

Saat tiba di bagian kargo bandara Polonia Medan, 2 peti ini ditutupi oleh plastik terpal warna biru. Saat dibuka, terlihat peti mati yang sudah dihiasi dengan bunga, foto, dan kain renda berwarna putih.

Dari kedua peti tersebut, hanya L Siahaan yang dilengkapi dengan foto dan ucapan turut berduka. Sedangkan, Feri Pangaribuan hanya dihiasi dengan bunga dan kain berwarna putih. (*)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Surprise! Juraj Sagan Jadi Guide Naik Gunung Setan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler