jpnn.com - KUPANG - Sebanyak lima tersangka korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit Pratama Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan ditahan penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Timur.
Dari penyelidikan dan penyidikan yang telah dilakukan Polda NTT ditemukan adanya kerugian keuangan negara Rp 17,4 miliar dalam proyek pembangunan RSP Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan itu.
BACA JUGA: Kapolri Melakukan Mutasi 5 Kapolres dan 2 Pejabat Utama Polda NTT
"Penyidik Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda NTT telah melakukan penahanan terhadap semua tersangka dalam kasus korupsi pembangunan RSP Boking,” kata Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Timur Kombes Ariasandy di Kupang, Selasa (24/10).
Menurut dia, penyidik pada Jumat (13/10) sudah menahan dua tersangka, yakni BSY selaku Pejabat Pembuat Komitmen Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan AFL selaku peminjam bendera dan kontraktor pelaksana.
BACA JUGA: Ketua Umum HMI Cabang Raha Dorong dan Dukung Penuh KPK Berantas Korupsi
Lalu, Senin (23/10) malam, penyidik menahan tiga tersangka lagi, yaitu konsultan perencana AK, kontraktor pelaksana MZ dari PT TBA, dan konsultan pengawas HD. Penahanan dilakukan setelah ketiga tersangka menjalani pemeriksaan tambahan di Polda NTT pada 23 Oktober 2023.
Sebelum ditahan, mereka menjalani pemeriksaan kesehatan di Klinik Turangga didampingi penasihat hukum dan penyidik tipikor Ditreskrimsus Polda NTT. Ketiganya telah dinyatakan sehat dan langsung menjalani penahanan pada Senin (23/10) malam.
BACA JUGA: Bentuk Kelompok Sukarelawan, Praktisi Hukum Yakin Ganjar-Mahfud Tegas terhadap Korupsi
"Dengan penahanan ketiga tersangka ini maka total ada lima tersangka yang ditahan Polda NTT dalam kasus dugaan korupsi pembangunan RSP Boking," kata Ariasandy.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200.000.000 dan maksimal Rp 1.000.000.000. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi