jpnn.com, TANJUNG JABUNG BARAT - Aktris senior Christine Hakim menjadikan kota kelahirannya di Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi sebagai pusat refleksi untuk memperingati 50 tahun perjalanan gemilangnya dalam dunia seni peran.
Tiba di tanah kelahirannya tersebut, pandangan pemeran Wayan dalam film Eat Pray Love tertuju pada bangunan berwarna biru muda dengan gaya arsitektur Belanda.
BACA JUGA: Ekspedisi Batanghari 2023 Mendekatkan Kembali Masyarakat pada Peradaban Sungai
Kenangan masa kecilnya kembali hidup di setiap sudut rumah di Tungkal II, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang menjadi tempat dia dilahirkan dan menghabiskan tiga tahun pertama hidupnya sebelum tugas ayahnya yang menjabat sebagai Kepala Bea Cukai berpindah.
Christine Hakim dalam pandangannya yang tajam, merekam detail-detail rumah tersebut.
BACA JUGA: Ekspedisi Batanghari 2023 Dibidik Jadi Sarana Memajukan Budaya dan Lingkungan
Semua sudut dan ruangan menjadi kembali hidup di mata dan pikirannya.
Dia dengan tekun mengaitkan kembali ingatan masa kecilnya di Kuala Tungkal.
"Dalam rumah inilah saya dilahirkan dengan bantuan dokter berkebangsaan Jerman yang tinggal diseberang rumah. Dialah yang memberi nama 'Christine'. Nama itu ditambahkan oleh orang tua saya, Herlina Natalia," kenang Christine Hakim mengingat kembali asal-usul namanya.
Christine sempat melakukan video call dengan ibunya untuk mengajak mengenang bersama jejak masa kecil di Kuala Tungkal.
Saat melakukan panggilan video dengan ibunya, Christine mengingat masa kecilnya dengan jelas.
Suara ibunya terdengar melalui saluran panggilan video. Christine menunjukkan foto saat usianya satu tahun yang terbaring di atas meja ruang tamu.
Dia juga memamerkan tanda codet di dahinya akibat tertimpa toples saat masih berusia 3 bulan.
"Lantainya kayu, kan. Jadi waktu itu saya sedang digendong oleh mbok (pangasuh), sambil menumbuk makanan. Semua lantainya bergetar, dan toples jatuh dari atas, itulah tandanya," tambahnya.
Sebelum mengunjungi rumah kelahirannya, Christine Hakim sempat mengunjungi Hutan Mangrove Pangkal Babu, Tanjung Jabung Barat bersama Direktur Perfilman Musik dan Media Kemendikbudristek Ahmad Mahendra dan Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat beserta tim Bike To Mangrove.
Kegiatan ini merupakan dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi dan penyambutan titik terakhir Ekspedisi Batanghari.
Momen ini memberikan wawasan yang mendalam bagi Christine.
"Apa yang kita lewati tiga tahun pandemi ini sebetulnya sebagai perenungan pembelajaran luar biasa buat kita,” katanya.
Christine menarik hikmah dari perjalanan hidupnya dan tantangan-tantangan yang dihadapinya, termasuk pandemi.
"Pembelajaran yang saya renungkan, ada yang bilang ini bencana, ada yang mengutuk, ini artinya Tuhan tidak sayang sama kita. Kalau kita berpikir negatif, maka hal-hal negatif saja yang kita dapatkan," kata Christine.
"Kalau kita selalu berpikir positif, Tuhan tidak akan pernah menyesatkan. Tuhan pasti memberikan dan pasti ada hikmahnya. Bayangkan selama ini, kita tidak pernah berpikir bahwa kita mendapatkan oksigen secara gratis dari Tuhan," imbuhnya.
The Last of Us, film produksi holywood yang dia bintangi sekaligus menjadi kado 50 tahun dia berkarya di sineas.
Christine bilang film ini erat sekali dengan lingkungan menceritakan tentang kehidupan manusia yang hancur setelah adanya virus berbahaya.
Virus dari sebuah spesies jamur cordyceps itu telah menyebar dan menginfeksi manusia.
Jamur tersebut merupakan spora beracun yang dapat membuat korban menjadi haus darah, seperti zombie dan mampu menginfeksi orang lain.
Dia menunjukkan pandangannya tentang kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Tanpa lingkungan yang mampu mencukupi oksigen, manusia tidak akan bisa bertahan hidup.
Menurutnya, kesadaran ekologis harus ditanam sejak dini.
"Dari mana oksigen itu? Dari lingkungan ini. Selama pandemi, bahkan untuk membeli pun sulit. Dokter mengatakan bahwa pada saat itu skala prioritas adalah siapa yang bisa bertahan hidup dan mendapatkan oksigen. Tanggung jawab ini harus diajarkan sejak dini, sejak balita. Saya bersyukur bahwa saya dilahirkan dengan alam,” kata Christine di hadapan anak muda, termasuk tim Ekspedisi Batanghari.
Christine pun menggarisbawahi pentingnya kesadaran dalam menjaga lingkungan.
Dia bahagia bisa melihat para anak muda, khususnya tim Ekspedisi Batanghari yang telah memiliki kesadaran ekologis itu, sehingga perempuan berprestasi ini memberikan apresiasinya kepada tim Ekspedisi Batanghari.
"Ini harus ditanamkan kuat, saya senang melihat anak-anak muda memiliki komitmen dan kesadaran ini. Ini harus ditawarkan kepada generasi muda, karena ini untuk masa depan mereka. Gerakan ini luar biasa, menjadi kewajiban bagi kita semua dalam porsi masing-masing," tegasnya.
Dalam perjalanan kembali ke akarnya, Christine Hakim tidak hanya mengungkapkan pandangannya yang mendalam tentang kesadaran lingkungan.
Ia menunjukkan refleksi atas perjalanan hidup, serta pentingnya menginspirasi dan membimbing generasi muda.
“Bintang film juga punya kewajiban untuk menyampaikan kebaikan. Syiar itu tidak harus semata bertakbir, syiar itu kan menyampaikan kebaikan termasuk dalam memelihara ciptaan Tuhan ini, alam semesta. Jambi ini kaya loh, dan kita dititipkan Tuhan untuk menjaga dan merawatnya,“ ujarnya saat melihat jalan kayu yang hanya tinggal satu-satunya yang tak jauh dari rumahnya.
Tidak hanya Christine, Mahendra pun sangat bangga dengan adanya tim Ekspedisi Batanghari, Kenduri Swarnabhumi.
Menurutnya, tim itu telah mendorong masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan kebudayaan.
“Warga di Sungai Batanghari mulai menjaga adat untuk menjaga sungai. Dan memberikan sanksi kepada orang-orang yang melanggar adat. Jadi, ini hal yang baik. Harapannya besar sekali, menjaga alam dan menjaga budaya,” katanya.
Ia pun mengatakan Kenduri Swarnabhumi dan Ekspedisi Sungai Batanghari yang digelar Kemendikbudristek merupakan salah satu upaya mendorong masyarakat menjaga alam dan kebudayaan.
“Kita ingin peran itu, masyarakat bisa mengembalikan harapan dan menjaga alam. Festival-festival itu, di samping kebudayaan tetapi juga mengangkat isu lingkungan. Seperti Ekspedisi Batanghari ‘yok bareng-bareng bersama masyarakat,’ terangnya.
Gubernur Jambi, lanjut dia, juga akan mengeluarkan Pergubnya setelah ada piagam Batanghari tahun lalu sebagai hasil dari Kenduri Swarnabhumi yang disepakati masyarakat adat untuk menjaga sungai.
Tidak hanya sekadar menikmati dan menyampaikan keasrian Mangrove Pangkal Babu, Mahendra, Christine bersama rombongnya turut menanam pohon di lokasi itu.
Mereka berdua tidak ragu terjun di lahan basah dan mempraktikkan penanaman sesuai dengan petunjuk tata cara dari warga lokal.
Kunjungan Mahandera ke hutan bakau ini merupakan bagian dari penutupan Ekspedisi Batanghari dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2023.
Komunitas, aktivis budaya dan lingkungan tingkat lokal dan nasional, peneliti (arkeolog, sejarawan, ahli agronomi dan holtikultura, serta ahli perikanan dan budidaya), jurnalis, pelajar dan mahasiswa, Putri Indonesia Jambi 2023, figur publik, serta masyarakat umum, berpatisipasi dalam kegiatan ini.
Ekspedisi Batanghari telah berlangsung dari 27 Juli – 9 Agustus 2023, dimulai dari Kawasan Candi Pulau Sawah Kabupaten Dharmasraya, lalu Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, Danau Sipin Kota Jambi, KCBN Muaro Jambi hingga Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kenduri Swarnabhumi sendiri merupakan suatu proses dan kegiatan kolektif bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hubungan antara kebudayaan dengan pelestarian lingkungan, khususnya sungai.
Selain itu juga tentang pelestarian lingkungan untuk perkembangan peradaban atau kehidupan masyarakat yang berkelanjutan.
Melalui Kenduri Swarnabhumi, pemerintah melakukan advokasi kebijakan publik tentang pelestarian sungai berbasis budaya. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi