jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Presiden Jokowi segera mencopot Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kabaintelkam Polri Komjen Rycko Amelza, sehubungan terjadinya penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dan menewaskan enam Laskar FPI (Front Pembela Islam) di Tol Cikampek, Jawa Barat, Senin (7/12).
Selain itu, IPW mendesak segera dibentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.
BACA JUGA: Munarman FPI: Fitnah, Mereka Dibantai
Sebab, ujar Neta, antara versi Polri dan FPI sangat jauh berbeda penjelasannya.
Pihak Polri mengatakan anggotanya ditembak Laskar Khusus FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab.
"Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang anggota Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan," kata Neta dalam siaran persnya, Senin (7/12).
Sebab, ujar Neta menjelaskan, menurut siaran pers FPI, rombongan Habib Rizieq yang lebih dulu diadang sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok orang tak dikenal di jalan tol.
Menurut Neta, dalam insiden di Tol Jakarta-Cikampek ini muncul sejumlah pertanyaan.
Pertama, kalau benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk "melumpuhkannya".
Kedua, apakah pengadangan terhadap rombongan Habib Rizieq di KM 50 Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP), mengingat polisi pengadang mengenakan mobil dan pakaian sipil.
Ketiga, kalau Polri menyebutkan bahwa anggotanya ditembak lebih dulu oleh Laskar Khusus FPI, berapa jumlah tembakan itu dan adakah bukti-bukti.
"Misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan atau proyektil peluru yang tertinggal," kata Neta.
Keempat, di mana tempat kejadian perkara (TKP) tertembaknya enam anggota Laskar Khusus FPI itu.
"Karena, menurut rilis FPI, keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol," ungkapnya
Kelima, lanjut Neta, karena anggota FPI yang tewas ditembak itu bukanlah anggota teroris, sehingga polisi wajib melumpuhkannya terlebih dahulu.
"Karena polisi lebih terlatih dan polisi bukan algojo tapi pelindung masyarakat," kata Neta.
Keenam, lanjut Neta, jalan tol adalah jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang melakukan pengadangan di jalan tol adalah sebuah pelanggaran hukum, kecuali si pengandara nyata-nyata sudah melakukan tindak pidana.
Ketujuh, pengadangan yang dilakukan oleh mobil sipil dan orang-orang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku kejahatan di jalan tol.
"Mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter (profesional, modern, terpercaya)," beber Neta.
Lebih lanjut Neta menegaskan, dengan tewas tertembaknya keenam anggota FPI itu, yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Kapolri Idham Azis.
Dia menilai tidak promoternya Jenderal Idham Azis dalam mengantisipasi kasus Rizieq sudah terlihat sejak kedatangan pimpinan FPI itu di Bandara Soekarno-Hatta, yang tidak diantisipasi dengan profesional tetapi terbiarkan hingga menimbulkan masalah. (boy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Boy