7 Masalah Pasutri di Ranjang yang Perlu Diterapi

Rabu, 02 April 2014 – 14:34 WIB

jpnn.com - MASALAH yang terjadi di atas ranjang belum tentu dapat diselesaikan dengan komunikasi atau bantuan alat tertentu saja. Terkadang jasa terapis seks juga diperlukan. Namun mungkin tidak banyak pasutri yang tahu masalah ranjang apa saja yang perlu mereka bawa ke terapis.

Untuk lebih jelasnya, simak tujuh masalah ranjang yang sering dialami pasutri dan dapat diatasi dengan bantuan terapi menurut rekomendasi para pakar.

BACA JUGA: Pria Pernah Bercerai Lebih Mungkin Berpura-Pura Orgasme

1. Libido rendah

"Hasrat bercinta atau libido yang rendah atau Hypoactive Sexual Desire Disorder merupakan masalah seksual yang paling sering dibawa ke terapis. kondisi ini lebih sering dialami oleh wanita, meski tidak menutup kemungkinan bagi pria untuk mengalami hal serupa," kata seorang terapi seks, Stephen Betchen, DSW, seperti dilansir laman Woman's Day, Selasa (1/4).

BACA JUGA: Tips Agar Bumil Tetap Aman Naik Pesawat

Namun penulis buku Magnetic Partners itu juga menekankan sebenarnya kondisi ini sulit disembuhkan, kecuali jika penyebabnya sudah diketahui.

Selain masalah kesehatan, mulai dari ketidakseimbangan hormon, hipotiroidisme, tumor pada kelenjar pituitari, dialisis ginjal serta konsumsi antidepresan maupun stimulan, rendahnya hasrat seks juga bisa disebabkan oleh alasan psikologis dan emosional. Jika penyebabnya sudah diketahui, kondisinya pun lebih mudah disembuhkan.

BACA JUGA: Asupan Kaya Protein Bisa Hindarkan Rasa Ingin Ngemil

2. Gairah seks yang tidak seimbang

Mungkin Anda ingin berhubungan intim setiap malam, tapi suami merasa beberapa kali dalam sebulan saja sudah cukup.

"Sejauh ini alasan lain yang sering mendorong pasutri untuk menjalani terapi seks adalah perbedaan semacam ini, dimana salah satu pihak ingin lebih banyak bercinta," kata Miriam Bellamy, LMFT, seorang terapis keluarga dan pernikahan dari Roswell, Georgia.

Untuk itu hal pertama yang dilakukan Bellamy adalah membantu pasiennya memahami bahwa normal-normal saja jika Anda punya pandangan berbeda tentang jumlah hubungan intim atau jenis seks yang mereka inginkan. Dan konflik di seputar hal ini bukan karena mereka terlalu berbeda tapi justru karena terlalu dekat.

"Obatnya, terutama bagi pasangan yang menghabiskan banyak waktu bersama adalah saling menjauh sebentar untuk menemukan keseimbangan emosi dan obyektivitas. Misalnya dengan sesekali hangout bersama teman tanpa suami, ini akan membantu gairah Anda tumbuh kembali," kata Bellamy.

3. Pasangan main belakang

Ketika salah satu pasangan berselingkuh, banyak pernikahan yang berakhir pada perceraian. Tapi bagi pasutri yang memutuskan untuk memaafkan serta mencoba memperbaiki hubungan akan memperoleh manfaat nyata dengan terapi seks, karena ini membantu membangun kembali rasa percaya pada pasangan.

Faktanya, banyak terapis yang mengaku perselingkuhan ini adalah alasan teratas pasutri mencari jasa terapis seks.

"Untuk memperbaiki hubungan, pasangan yang selingkuh harus berhenti melakukannya dan mengungkap detail berbagai rahasia yang mereka miliki, misalnya password komputer dan ponsel sehingga pasangan bisa mengecek keduanya kapanpun mereka mau. Ini diperlukan karena pasangan merasa dikhianati dan tak bisa mudah percaya lagi. Butuh waktu dan keterbukaan untuk memunculkan rasa percaya itu lagi," kata Barbara Bartlik, MD, psikiater dan terapis seks dari New York City.

4. Konflik setelah adanya anak

Anak adalah penguat ikatan kedua orang tuanya, tapi banyak juga pasangan yang mengeluh keberadaan anak juga telah menghancurkan kehidupan seks mereka.

"Bagi wanita, perubahan kadar hormon (akibat melahirkan) sering menurunkan gairah seks mereka, apalagi jika mereka mengasuh anak. Wanita juga mengalami perubahan bentuk tubuh yang membuat mereka tak nyaman bercinta. Dan meski kebanyakan pria tetap tertarik pada istrinya, bagaimanapun bentuk tubuhnya, nyatanya ada juga yang terpengaruh dengan perubahan bentuk tubuh pasangannya," kata Scott Haltzman, MD, psikiater dari Rhode Island.

Menurut penulis buku The Secrets of Happily Married Men and The Secrets of Happily Married Women tersebut, kondisi ini dapat diatasi dengan terapi seks yang membantu membangun kembali koneksi antarpasangan. Jika tidak, untuk pemula alias orang tua baru, Dr Haltzman menyarankan agar mengunci pintu kamar sehingga Anda tak selalu merasa cemas jika tahu-tahu si kecil masuk kamar atau meminta bantuan seseorang untuk mengasuh anak setiap satu minggu sekali agar Anda bisa berduaan.

5. Susah orgasme

Debby Herbenick, PhD, dari Indiana University dan penulis buku Because It Feels Good mengatakan kebanyakan wanita datang ke terapis seks untuk mengatasi kesulitannya mencapai orgasme.

"Terapis seks biasanya memberi mereka informasi tentang tubuh wanita sendiri, terutama klitoris. Pasalnya tidak banyak wanita yang tahu tentang klitoris itu sendiri dan bagaimana mudahnya bagian tubuh ini dirangsang dengan posisi seks tertentu, misalnya," terang Dr Herbenick.

6. Rasa nyeri saat penetrasi

Yang pertama didatangi pasutri untuk mengatasi hal ini tentunya adalah dokter. Namun banyak juga dokter yang menyarankan pasiennya untuk menemui terapis seks agar nyerinya bisa mereda.

"Terkadang penyebabnya adalah kondisi medis seperti vulvodynia and lichen sclerosus tapi bisa juga karena perilaku tertentu. Dengan mengetahui penyebabnya, terapis seks dapat memberikan saran seperti foreplay lebih lama karena aktivitas ini dapat meningkatkan lubrikasi vagina dan memperbesar lubang vagina agar dapat mengakomodasi penis pasangan, menggunakan pelicin, atau mencoba posisi seks tertentu seperti woman on top yang memberi wanita kendali utama saat berhubungan," saran Dr. Herbenick.

Terapis seks juga bisa membantu pasutri untuk memperbaiki komunikasi, terutama dalam mengkomunikasikan bagaimana rasa nyeri saat penetrasi dapat mempengaruhi hubungan mereka. Termasuk memberi solusi, misalnya mendorong pasangan mempertimbangkan variasi dalam bercinta, seperti posisi seks atau penggunaan mainan seks.

7. Konsumsi pornografi dan kecanduan seksual

Kecanduan seks ada beragam, misalnya kecanduan pada pornografi, seks virtual di komputer, masturbasi dan hal-hal lain yang dapat menghancurkan keintiman serta kepuasan seksual dalam pernikahan.

"Kondisi semacam ini lebih sering terjadi pada pria meski wanita juga bisa mengidap kecanduan yang sama," kata Dr. Betchen.

Menurut Dr. Betchen, seperti halnya pecandu alkohol atau narkoba, langkah pertama untuk mengatasi kondisi ini adalah mengakui jika orang yang bersangkutan memang punya masalah kecanduan tersebut.

"Atau jika ingin membantu pasangan, cobalah mengidentifikasi penyebab kecanduan bersama pasangan. Dengan begitu, si pecandu bisa lebih mengontrol perilakunya," tambahnya.

Dalam hal kecanduan seks, Dr. Betchen pun menekankan agar pasien menghindari berbagai aktivitas seksual terlebih dulu, termasuk masturbasi dan berhubungan intim dengan pasangannya selama jangka waktu tertentu, misalnya 30 hingga 90 hari.

"Pasien juga bisa ikut terapi kelompok dimana pasien diminta mengekspresikan perasaannya dan belajar menghadapi emosi negatif (yang mendasari kecanduan) dengan cara yang benar," imbuhnya.(fny/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Junk Food Bikin Anak Gemuk Meski Rajin Olahraga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler