8 Juta Orang Indonesia Alami Gangguan Penglihatan

Jumat, 10 November 2023 – 16:34 WIB
Kemenkes bersama rumah sakit dan industri sektor kesehatan berupaya mengendalikan peningkatan jumlah kasus gangguan penglihatan di Indonesia. Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Hampir 2,2 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan penglihatan yang salah satunya karena kurangnya akses terhadap layanan perawatan mata sederhana.

Setidaknya setengah dari kondisi mereka belum ditangani atau belum dapat dicegah.

BACA JUGA: Gangguan Penglihatan Bisa Picu Sakit Kepala?

 “Dampak gangguan penglihatan terhadap kualitas hidup dan produktivitas individu tidak dapat dianggap enteng," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr. Eva Susanti dalam konferensi pers baru-baru ini.

Kondisi kesehatan ini, lanjutnya, memengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja, terlibat secara sosial dan hidup mandiri, sehingga menyebabkan depresi dan kecemasan.

BACA JUGA: Awas, Gangguan Penglihatan Kini Mengancam di Tengah Pandemi Corona

Hal ini juga meningkatkan tekanan pada sistem kesehatan dan memberikan beban besar pada perawat.

Di Indonesia, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan.

BACA JUGA: Facebook Kenalkan Teknologi Foto Khusus Netizen dengan Gangguan Penglihatan

Di antaranya, diperkirakan terdapat 700 ribu pasien yang terdampak oleh nAMD dan DME, yang menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan. 

Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak.

"Selain itu, faktor degeneratif dan penyakit kronis juga merupakan risiko terjadinya penyakit mata lainnya seperti age-related macular degeneration (AMD) dan diabetic macular edema (DME),” lanjutnya.

Dr. dr. Elvioza, SpM(K), dokter Spesialis Mata Konsultan Vitreoretina dan Direktur Layanan Vitreoretina, JEC Eye Hospitals & Clinics menyatakan, sangat penting bagi pasien untuk memiliki pilihan dan strategi pengobatan yang dapat mengurangi beban frekuensi suntikan bagi pasien yang menderita penyakit mata yang bisa menyebabkan kebutaan. 

Sementara, beban gangguan penglihatan makin meningkat, dan kerugian langsungnya diperkirakan mencapai USD 2,8 triliun pada 2022. 

"Konsultasi yang harus dilakukan secara sering dapat menjadi tantangan bagi pasien dan perawat atau pengasuh (caregiver), terutama bagi mereka yang berada di lokasi terpencil atau memiliki mobilitas terbatas dan akses terhadap pengobatan sangat penting untuk dapat mengatasi kehilangan penglihatan,” sambungnya.

Kehadiran injeksi mata Faricimab dari Roche Indonesia untuk pengobatan neovascular age-related macular degeneration (nAMD) dan diabetic macular edema (DME), dua penyakit penyebab kehilangan penglihatan menjadi kabar menggembirakan.

“Persetujuan faricimab disambut baik oleh masyarakat Indonesia yang menderita nAMD dan DME,” ujar dr Elvioza.

Faricimab adalah pengobatan pertama untuk nAMD dan DME di Indonesia yang bekerja dengan menargetkan VEGF-A dan Ang-2, dua penyebab utama ketidakstabilan pembuluh darah yang terkait dengan kondisi retina yang mengancam penglihatan.

Mekanisme kerja ganda yang unik ini bisa dihasilkan dari keahlian Roche dalam rekayasa antibodi.

“Inovasi baru menggabungkan VEGF dan Ang-2 adalah secercah harapan bagi pasien,” ungkapnya.

Menggabungkan dua inhibitor dalam satu suntikan membuka jalan baru bagi pengobatan penyakit mata.

Selain manfaat klinis, Faricimab menawarkan daya tahan yang lebih lama, yang berarti lebih sedikit suntikan bagi pasien. 

"Terobosan ini memungkinkan pasien mendapatkan suntikan dengan selang waktu 4 bulan setelah tahun pertama, dibandingkan suntikan yang harus diberikan setiap sebulan sekali pada terapi yang sudah ada,” tuturnya.

Faricimab dirancang untuk menghambat jalur yang melibatkan Ang-2 dan VEGF-A.

Baik Ang-2 dan VEGF-A diperkirakan berkontribusi terhadap kehilangan penglihatan dengan mengganggu kestabilan pembuluh darah yang dapat menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru yang bocor dan meningkatkan peradangan. 

Lebih lanjut, dia mengatakan seiring penelitian tambahan terus dilakukan, penghambatan kedua jalur telah terbukti dalam studi praklinis berpotensi memberikan manfaat yang saling melengkapi, dapat menstabilkan pembuluh darah.

Dengan demikian mengurangi kebocoran pembuluh darah dan peradangan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepuluh Persen Anak Sekolah Alami Gangguan Penglihatan


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler