jpnn.com - MANILA - Jajaran kepolisian Filipina seperti mendapat dukungan tambahan usai Rodrigo Duterte terpilih sebagai presiden awal Mei. 'Hukum' tembak di tempat kepada penjahat, mudah ditemui usai Duterte menang. Sepanjang minggu ini saja, tercatat ada delapan tersangka perdagangan obat terlarang yang ditembak mati.
Jumlah tersebut masih bakal terus bertambah karena Duterte memang selama ini selalu menyerukan kepada pasukan keamanan untuk membunuh para pelaku kriminal.
BACA JUGA: Ketika Duterte dan Obama Minta Maaf
Pihak kepolisian bersikukuh telah melakukan tindakan sesuai prosedur terhadap delapan pengedar obat terlarang tersebut. Polisi melakukan penyerbuan di tiga lokasi. Salah satunya di Manila. Para tersangka menembak lebih dulu dan polisi hanya membalas.
"Tidak ada kebijakan baru untuk membunuh tersangka pengedar obat. Kami memiliki aturan hukum sendiri dan menghormati hak asasi manusia,’’ ujar juru bicara Kepolisian Distrik Manila Inspektur Polisi Teresita Escamillan.
BACA JUGA: Lihat, Suami Kanselir Jerman Happy jadi Cowok Sendiri
Di kota tersebut, ada dua tersangka yang ditembak mati. Pernyataan senada dikeluarkan juru bicara Kepolisian Nasional Filipina Wilben Mayor. Bukan hanya polisi yang mendapat angin segar untuk angkat senjata, melainkan juga kelompok main hakim sendiri yang bernama Davao Death Squad (DDS). Lima hari pasca kemenangan Duterte, pria bersenjata mengendarai sepeda motor keliling Davao. Mereka lantas menembak mati tiga pelaku kriminal jalanan. Salah satu yang dibunuh adalah pengguna obat terlarang Gil Gabrillo, 47. DDS selama ini ditengarai memang dibentuk Duterte saat dia masih menjabat wali kota Davao.
’’Mereka (DDS) tidak ada, hanya kalian para jurnalis yang menganggap mereka ada,’’ ujar juru bicara Kepolisian Kota Davao Inspektur Senior Milgrace Driz. Namun, dia mengakui ada lima pria bersenjata yang membunuh pencopet di jalanan Davao.
BACA JUGA: Ya Ampun! Cara Anak-anak Itu ke Sekolah Sungguh Mengerikan
Kasus-kasus tersebut memicu ketakutan bahwa pembunuhan yang main hakim sendiri bakal terus naik selama kepemimpinan Duterte enam tahun ke depan. DDS sendiri diperkirakan telah membunuh 1.400 orang di Davao. Meski, mayoritas di antaranya adalah penjahat jalanan. Penyelidikan kasus DDS ini juga telah dihentikan pengadilan.
Amnesty International mengungkapkan bahwa tembak mati di tempat seperti dua kasus di atas sudah biasa di Filipina. Pasukan kepolisian memang memiliki rekam jejak untuk menembak mati para tersangka kriminal. Namun, di bawah kepemimpinan Duterte, kondisi tersebut ditakutkan akan bertambah buruk.
Kebijakan Duterte saat menjadi wali kota sudah ditiru pemimpin yang lain. Papa menyebut baru-baru ini bakal wali kota Cebu juga menawarkan hadiah bagi petugas kepolisian yang membunuh tersangka kriminal. Ini menunjukkan adanya sinyal yang menakutkan dari kerusakan aturan hukum.
Jauh sebelum Duterte terpilih sebagai presiden, pembunuhan tanpa peradilan yang dilakukan tentara, polisi, pemberontak, dan kelompok main hakim sendiri seperti DDS sudah menjadi masalah HAM di Filipina. Dalam laporan tahunan HAM global tahun lalu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menegaskan bahwa para pejabat pemerintah lokal maupun nasional, anggota pasukan keamanan, dan pebisnis menjadi pihak yang kebal hukum. (afp/sha/c17/any/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenpar Gelar Festival Wonderful Indonesia di Viantiane
Redaktur : Tim Redaksi