8 Tahun, KY Terima 6.643 Laporan Pengaduan

Rabu, 15 Agustus 2012 – 09:46 WIB
JAKARTA- Tidak terasa Komisi Yudisial (KY) sudah berdiri selama delapan tahun. Dalam kurun waktu tersebut, KY telah menerima ribuan laporan masyarakat terkait pelanggaran yang dilakukan hakim. KY mencatat hingga pada periode Agustus 2005 hingga Juni 2012, terdapat 6643 laporan yang masuk.

Namun, dari keseluruhan jumlah tersebut, belum semua ditindak lanjuti. "3023 laporan masih belum diregister karena berkasnya belum lengkap secara administratif. Dari yang telah diregister, baru 1415 dinyatakan dapat ditindaklanjuti,"jelas Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, kemarin. (14/8).

Asep menuturkan, laporan tersebut sebagian besar berisi tentang indikasi dugaan pelanggaran kode etik hakim. Terkait sejumlah laporan tersebut, KY telah melakukan pemeriksaan atas 570 hakim. " Namun 26 hakim tidak memenuhi panggilan dan tidak menggunakan haknya untuk memberikan klarifikasi,"jelas Asep. Dia menambahkan, lembaganya juga telah memeriksa 834 saksi dan pelapor.

Selain melakukan pemeriksaan, lanjut Asep, KY juga telah memberikan rekomendasi sanksi kepada 148 hakim, termasuk hakim adhoc. Rinciannya, 133 hakim tingkat pertama dan 15 hakim tingkat banding. Dari sejumlah rekomendasi tersebut, hanya 81 rekomendasi yang diterima dan ditindaklanjuti Mahkamah Agung (MA). "Sisanya, 67 rekomendasi ditolak dan masih dikaji oleh MA

Asep melanjutkan, sejauh ini, KY dan MA telah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sebanyak 15 kali. Sementara poin kode etik yang paling sering dilanggar oleh hakim adalah bersikap profesional, berdisiplin tinggi dan berintegritas. "Diantaranya memang itu yang kerap dilanggar,"imbuh Asep.

Di bagian lain, persoalan gaji dan tunjangan hakim dipastikan bakal mengalami peningkatan.. MA, KY dan pemerintah sudah �sudah menyetujui gaji hakim masa kerja 0 tahun adalah Rp 10,6 juta ditambah fasilitas. "MA, KY dan pemerintah telah melakukan pembahasan mengenai penyesuaian gaji, tunjangan dan fasilitas untuk para hakim yang diharapkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan hakim akan tetapi menarik minat Sarjana Hukum (SH) yang berkualitas untuk mengabdi selaku hakim," kata Ketua MA, Hatta Ali seperti dilansir dalam situs MA, kemarin.

Hatta menegaskan, pihaknya tidak hanya akan memperjuangkan remunerasi bagi hakim, namun juga para PNS yang bekerja di lembaga peradilan. Hatta yakin jika target blue print kemandirian pengadilan tidak menunggu sampai 2035 nanti. Sebab MA telah membuat tujuh visi pembenahan dari managemen pengadilan, untuk meningkatkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat pada pengadilan.

"Dengan 7 visi itu, diharapkan kemandirian, kebebasan dan kemerdekaan badan peradilan Indonesia benar-benar terwujud tanpa menunggu sampai 2035," ujarnya. (Ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antrean Haji Menunggu 15 Tahun

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler