JAKARTA - Tak kurang dari 80 persen politisi Partai Golkar yang kini duduk di DPR kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2014. Sampai saat ini, hanya delapan orang yang sudah pasti tidak maju lagi sebagai caleg dari partai berlambang beringin itu dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
"Di antara 106 anggota Fraksi Partai Golkar, yang tidak mencalonkan delapan orang," kata Wasekjen DPP Partai Golkar Nurul Arifin di gedung DPR kemarin (29/1).
Delapan orang itu, antara lain, anggota komisi I Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain yang pada akhir 2012 terpilih menjadi bupati Tangerang. Pada Pemilu 2009, Ahmed Zaki terpilih dari daerah pemilihan (dapil) Banten III.
Berikutnya yang tidak nyaleg adalah anggota komisi VII Markum Singodimejo (dapil Jatim VII) dan anggota komisi VIII Busro (dapil Jateng II). "Kabarnya, mereka berdua mau maju ke DPD (Dewan Perwakilan Daerah)," ungkap Nurul.
Dengan pertimbangan usia, anggota komisi IV I Gusti Ketut Adhiputra (dapil Bali) dan anggota komisi IV Siswono Yudo Husodo (dapil Jateng I) memilih tidak lagi nyaleg. "Merasa sudah tua," kata Nurul.
Sementara itu, anggota komisi XI Tri Harunita (dapil Lampung I) dan anggota komisi VIII Humaedi (dapil Banten II) memutuskan tidak lagi maju dengan alasan pribadi. Di lain sisi, anggota komisi I Enggartiasto Lukito otomatis tidak nyaleg dari Partai Golkar karena sudah menyatakan mundur dan bergabung dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
"Di luar yang delapan nama itu, ada 13 orang lagi yang belum mengembalikan formulir," kata Nurul. Adapun 85 anggota fraksi lain, termasuk Nurul, kembali berjuang untuk mempertahankan kursi wakil rakyat yang kini mereka pegang.
Nurul menjelaskan, dalam penyusunan caleg DPR dari Golkar, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) memiliki kewenangan diskresi 10 persen dari 560 kursi DPR. Artinya, dalam periode ini, Ical bisa menempatkan 56 caleg yang dipilih berdasar pertimbangan kebutuhan partai untuk menjadi caleg DPR di berbagai dapil. "Biasanya dikasih nomor-nomor kecil (1-3)," jelasnya.
Dengan diskresi itu, lanjut Nurul, ketua umum bisa merekrut tokoh profesional, tokoh masyarakat, mantan kepala daerah, mantan pejabat pemerintah, dan para jenderal purnawirawan yang berminat menjadi caleg Golkar.
Jadi, diskresi tersebut menjadi jalur rekrutmen caleg nonpartai yang tidak melalui pengaderan. "Sejak dulu memang ada diskresi ini. Zaman Pak JK juga ada," kata Nurul. (pri/c7/agm)
"Di antara 106 anggota Fraksi Partai Golkar, yang tidak mencalonkan delapan orang," kata Wasekjen DPP Partai Golkar Nurul Arifin di gedung DPR kemarin (29/1).
Delapan orang itu, antara lain, anggota komisi I Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain yang pada akhir 2012 terpilih menjadi bupati Tangerang. Pada Pemilu 2009, Ahmed Zaki terpilih dari daerah pemilihan (dapil) Banten III.
Berikutnya yang tidak nyaleg adalah anggota komisi VII Markum Singodimejo (dapil Jatim VII) dan anggota komisi VIII Busro (dapil Jateng II). "Kabarnya, mereka berdua mau maju ke DPD (Dewan Perwakilan Daerah)," ungkap Nurul.
Dengan pertimbangan usia, anggota komisi IV I Gusti Ketut Adhiputra (dapil Bali) dan anggota komisi IV Siswono Yudo Husodo (dapil Jateng I) memilih tidak lagi nyaleg. "Merasa sudah tua," kata Nurul.
Sementara itu, anggota komisi XI Tri Harunita (dapil Lampung I) dan anggota komisi VIII Humaedi (dapil Banten II) memutuskan tidak lagi maju dengan alasan pribadi. Di lain sisi, anggota komisi I Enggartiasto Lukito otomatis tidak nyaleg dari Partai Golkar karena sudah menyatakan mundur dan bergabung dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
"Di luar yang delapan nama itu, ada 13 orang lagi yang belum mengembalikan formulir," kata Nurul. Adapun 85 anggota fraksi lain, termasuk Nurul, kembali berjuang untuk mempertahankan kursi wakil rakyat yang kini mereka pegang.
Nurul menjelaskan, dalam penyusunan caleg DPR dari Golkar, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) memiliki kewenangan diskresi 10 persen dari 560 kursi DPR. Artinya, dalam periode ini, Ical bisa menempatkan 56 caleg yang dipilih berdasar pertimbangan kebutuhan partai untuk menjadi caleg DPR di berbagai dapil. "Biasanya dikasih nomor-nomor kecil (1-3)," jelasnya.
Dengan diskresi itu, lanjut Nurul, ketua umum bisa merekrut tokoh profesional, tokoh masyarakat, mantan kepala daerah, mantan pejabat pemerintah, dan para jenderal purnawirawan yang berminat menjadi caleg Golkar.
Jadi, diskresi tersebut menjadi jalur rekrutmen caleg nonpartai yang tidak melalui pengaderan. "Sejak dulu memang ada diskresi ini. Zaman Pak JK juga ada," kata Nurul. (pri/c7/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota DPRD Tolikara Tewas Dikeroyok Usai Mencoblos?
Redaktur : Tim Redaksi