TASIK – Pimpinan sembilan lembaga di Tasikmalaya dicecar Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat, Kamis (25/4) di Hotel Santika, Jalan Yudanegara. Di lembaga-lembaga itu ditemukan dugaan pelanggaran pelayanan publik.
Pimpinan Satuan Lalu Lintas Polres Kota, Samsat Kota Tasikmalaya, Kantor Imigrasi Tasikmalaya, Kantor Kementerian Agama, RSUD Kota Tasikmalaya, Lembaga Pemasyarakatan Tasikmalaya, Badan Pertanahan Nasional Kota Tasikmalaya dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Ombudsman mengkritisi masih banyaknya calo berkeliaran di Kantor Samsat. Di Kantor Imigrasi pembuatan paspor yang seharusnya Rp 255.000 menjadi Rp 750.000. Kemudian di BPN dan BPPT terdapat temuan seperti adanya petugas yang membuka jasa penyelesaian pengurusan sertifikat dengan memberikan nomor pribadi.
Di BPPT Kota Tasikmalaya juga, Ombudsman menemukan petugas yang mengklaim sanggup mengurus perizinan dan memberikan kontak pribadinya kepada pemohon. Sejumlah temuan tersebut sebagian ada yang dibantah para kepala lembaga.
Kanit Regiden di Kantor Samsat Iptu Rislam mengatakan di lingkungan Kantor Samsat banyak kegiatan pelayanan yang memungkinkan orang memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Dia pun mengaku tidak bisa membedakan dan tidak mengenal orang-orang yang dikatakan sebagai calo itu. ”Saya tidak bisa mengatakan tidak ada (calo) seperti itu. Karena di sana (Samsat) banyak kegiatan, banyak pelayanan. Kalau bicara soal calo, itu muncul karena banyak masyarakat yang tidak mengikuti ketentuan. Andaikan wajib pajak, datang langsung ke loket otomatis, dia tidak akan kena calo,” jelas Rislam.
Kepala BPN Akur Nurasa dan Kepala BPPT, Firmansyah mengungkapkan jawaban yang sama. Keduanya mengaku tidak mengetahui ada petugas di lingkungan kerjanya yang membuka jasa calo dengan memberikan nomor pribadi. Hal itu menurut Akur dan Firmansyah akan menjadi bahan bagi keduanya untuk melakukan evaluasi terhadap para pegawainya. ”Kalau bisa, nomor pegawainya itu, kalau ada yang punya berikan kepada saya. Karena ini menyangkut nama instansi, akan saya tindak,” tandas Akur kepada para supervisi dari Ombudsman yang duduk di depan peserta seminar.
Pranowo Dahlan dari Bidang Pengawasan Ombudsman Jawa Barat mengungkapkan temuan-temuan itu didapat berdasarkan penelusuran yang dilakukan timnya. Baik penelusuran secara terbuka, maupun tertutup, dalam waktu satu bulan ke belakang.
Semua yang ditemukan itu, kata dia, harus diperbaiki semua lembaga atau instansi yang ditemukan melakukan pelanggaran. ”Observasi kita lakukan satu bulan sebelumnya (sebelum pengungkapan temuan kemarin, red),” ungkap Pranowo usai acara.
Temuan-temuan itu, kata dia, harus segera diperbaiki, karena bulan-bulan berikutnya lembaga negara yang bergerak dalam pengawasan pelayanan publik itu akan kembali melakukan evaluasi, sejauh mana instansi atau lembaga tersebut memperbaiki semua temuan-temuan.
Jika pada evaluasi berikutnya, masih ditemukan pelanggaran yang sama, kata dia, maka instansi atau lembaga tersebut bisa dikenakan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik pasal 57 bahwa sanksi dikenakan oleh pimpinan tertinggi lembaga tersebut atas rekomendasi dari Ombudsman.
”Tadi kan mereka semua berkomitmen untuk memperbaiki, tinggal kita sebagai masyarakat mengawasi. Jika masih belum ada perbaikan ya mereka bisa kena (sanksi). Misalnya sanksi teguran, sampai yang terberat pemberhentian tidak hormat,” pungkasnya. (pee)
Pimpinan Satuan Lalu Lintas Polres Kota, Samsat Kota Tasikmalaya, Kantor Imigrasi Tasikmalaya, Kantor Kementerian Agama, RSUD Kota Tasikmalaya, Lembaga Pemasyarakatan Tasikmalaya, Badan Pertanahan Nasional Kota Tasikmalaya dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Ombudsman mengkritisi masih banyaknya calo berkeliaran di Kantor Samsat. Di Kantor Imigrasi pembuatan paspor yang seharusnya Rp 255.000 menjadi Rp 750.000. Kemudian di BPN dan BPPT terdapat temuan seperti adanya petugas yang membuka jasa penyelesaian pengurusan sertifikat dengan memberikan nomor pribadi.
Di BPPT Kota Tasikmalaya juga, Ombudsman menemukan petugas yang mengklaim sanggup mengurus perizinan dan memberikan kontak pribadinya kepada pemohon. Sejumlah temuan tersebut sebagian ada yang dibantah para kepala lembaga.
Kanit Regiden di Kantor Samsat Iptu Rislam mengatakan di lingkungan Kantor Samsat banyak kegiatan pelayanan yang memungkinkan orang memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Dia pun mengaku tidak bisa membedakan dan tidak mengenal orang-orang yang dikatakan sebagai calo itu. ”Saya tidak bisa mengatakan tidak ada (calo) seperti itu. Karena di sana (Samsat) banyak kegiatan, banyak pelayanan. Kalau bicara soal calo, itu muncul karena banyak masyarakat yang tidak mengikuti ketentuan. Andaikan wajib pajak, datang langsung ke loket otomatis, dia tidak akan kena calo,” jelas Rislam.
Kepala BPN Akur Nurasa dan Kepala BPPT, Firmansyah mengungkapkan jawaban yang sama. Keduanya mengaku tidak mengetahui ada petugas di lingkungan kerjanya yang membuka jasa calo dengan memberikan nomor pribadi. Hal itu menurut Akur dan Firmansyah akan menjadi bahan bagi keduanya untuk melakukan evaluasi terhadap para pegawainya. ”Kalau bisa, nomor pegawainya itu, kalau ada yang punya berikan kepada saya. Karena ini menyangkut nama instansi, akan saya tindak,” tandas Akur kepada para supervisi dari Ombudsman yang duduk di depan peserta seminar.
Pranowo Dahlan dari Bidang Pengawasan Ombudsman Jawa Barat mengungkapkan temuan-temuan itu didapat berdasarkan penelusuran yang dilakukan timnya. Baik penelusuran secara terbuka, maupun tertutup, dalam waktu satu bulan ke belakang.
Semua yang ditemukan itu, kata dia, harus diperbaiki semua lembaga atau instansi yang ditemukan melakukan pelanggaran. ”Observasi kita lakukan satu bulan sebelumnya (sebelum pengungkapan temuan kemarin, red),” ungkap Pranowo usai acara.
Temuan-temuan itu, kata dia, harus segera diperbaiki, karena bulan-bulan berikutnya lembaga negara yang bergerak dalam pengawasan pelayanan publik itu akan kembali melakukan evaluasi, sejauh mana instansi atau lembaga tersebut memperbaiki semua temuan-temuan.
Jika pada evaluasi berikutnya, masih ditemukan pelanggaran yang sama, kata dia, maka instansi atau lembaga tersebut bisa dikenakan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik pasal 57 bahwa sanksi dikenakan oleh pimpinan tertinggi lembaga tersebut atas rekomendasi dari Ombudsman.
”Tadi kan mereka semua berkomitmen untuk memperbaiki, tinggal kita sebagai masyarakat mengawasi. Jika masih belum ada perbaikan ya mereka bisa kena (sanksi). Misalnya sanksi teguran, sampai yang terberat pemberhentian tidak hormat,” pungkasnya. (pee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Angka DBD Tinggi Di Bogor
Redaktur : Tim Redaksi