jpnn.com - JAKARTA - Maraknya kasus pertanahan di wilayah Sumut, yang berujung dilaporkannya hakim ke Komisi Yudisial (KY), tidak mengagetkan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Sekjen KPA Iwan Nurdin mengatakan, memang sudah bukan rahasia lagi dunia peradilan di Indonesia sangat bobrok. Namun, katanya, yang paling bobrok adalah menyangkut peradilan kasus pertanahan.
BACA JUGA: Terjaring Razia, 12 PSK Hanya Dites Darah
Data yang dimiliki LSM yang konsen pada persoalan pertanahan itu menyebut, sekitar 90 persen kasus pertanahan yang dibawa ke pengadilan, justru tidak menguntungkan pihak pengadu.
"Dalam kasus pertanahan, 90 persen tidak menguntungkan pihak pengadu yang tidak kuat modal untuk mempengaruhi hakim," tegas Iwan Nurdin kepada JPNN kemarin.
BACA JUGA: Diberitakan Umbar Senpi, Gubernur Kalbar Dimintai Klarifikasi
Pernyataan aktivis alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menanggapi dua kasus tanah yang masuk KY. Pertama, kasus tiga hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang tidak hanya dilaporkan ke Badan Reserese dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, tapi juga dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), Kamis (26/9).
Pelapornya Agnestesia Heritna dan anaknya Ricky, yang menduga ketiga hakim masing-masing M Nur, Sutejo Bomantoro dan SB Hutagalung, melakukan pelanggaran kode etik perilaku hakim, saat menggelar sidang perkara kasus jual beli tanah di Jalan S Parman, Gang Soor, Nomor 207 Medan, beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kapal Imigran Pecah, 22 Tewas dan 32 Hilang
Peristiwa bermula saat Agnes membeli rumah milik Stephen Chandra Haris, di Jalan S Parman Gang Soor No 207 Medan pada Oktober 2007. Namun kemudian Stephen menggugat Agnestesia hingga kemudian digelar persidangan. Dalam persidangan Agnes kemudian menghadirkan saksi notaris yang menyatakan terdapat dokumen akta jual beli dalam transaksi jual beli rumah dimaksud. Namun dalam putusan, hakim mencantumkan dokumen tersebut bukan akta jual beli.
Yang kedua, kasus dilaporkannya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar Abner Situmorang dan mantan Ketua PN Pematangsiantar Pastra Joseph Ziraluo ke KY, dan akan segera menghadapi persidangan Majelis Kehormatan Hakim.
Keduanya akan disidang dalam perkara ditunda-tundanya eksekusi tanah dan bangunan di Jalan Sutomo No 309, Kelurahan Pahlawan, Siantar Timur, yang dilaporkan Jenny Yohannes (26), anak kandung Ny.Lina (64), ke Komisi Yudisial pada Januari 2013.
Kepastian bahwa keduanya akan disidang Majelis Kehormatan Hakim setelah KY selesai melakukan pemeriksaan perkara ini dan merekomendasikan agar keduanya diberi sanksi.
Iwan Nurdin menjelaskan, dalam persidangan kasus tanah, hakim lebih banyak berpihak kepada pihak yang memiliki modal kuat. "Uang sangat berkuasa dalam persidangan kasus tanah," tandasnya.
Karena pengaruh uang, hakim bisa dengan seenaknya memutar-mutar pendapat di persidangan. "Fakta-fakta di persidangan dan bukti-bukti formal berupa surat-surat tanah, bisa dengan gampang dianggap tidak sah oleh hakim. Bukti-bukti formal dikalahkan oleh uang. Ini fenomena biasa di Indonesia," sindir Iwan.
Karenanya, lanjut Iwan, KPA sudah berulang-kali mengusulkan ke pemerintah agar dibentuk Pengadilan Khusus Pertanahan, yang hakim-hakimnya terdiri dari hakim ad hoc dan hakim karir yang paham betul dengan hukum pertanahan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Alat Terbatas, Rekam E-KTP pun Lama
Redaktur : Tim Redaksi