jpnn.com - JAKARTA - Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus kopi sianida untuk Jessica Kumala Wongso yang divonis 20 tahun penjara memunculkan polemik.
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) mnilai proses hukum kasus 'Kopi Sianida' yang berjalan selama ini lebih banyak ditonjolkan terhadap permainan opini publik. Wakil Ketua Umum DPP AAI, Astuti Sitanggang, menyayangkan putusan bukan didasarkan pada pembuktian fakta dalam proses hukum.
BACA JUGA: Menhub Bakal Didik dan Seleksi Kembali 800 Pilot Indonesia
"Permainan opini publik yang tidak didasarkan pada pembuktian fakta terus dimunculkan diluar persidangan. Selebihnya penegak hukum lebih banyak menggunakan keterangan-keterangan ahli yang dihadirkan oleh masing-masing pihak dalam menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak," katanya dalam jumpa pers di Kantor DPP AAI di Jakarta, Kamis (3/11).
Tingginya ekspose media mulai dari peliputan langsung proses persidangan yang tidak henti-hentinya serta diskusi-diskusi publik yang dikembangkan di stasiun media di luar proses persidangan juga dianggap mengganggu independesi proses persidangan.
BACA JUGA: Miris, ada 800 Pilot Indonesia Nganggur, tapi yang Asing Merajalela
"Bahkan pejabat publik, dan politisi pun ikut beropini dalam suatu proses persidangan, sehingga dapat mengakibatkan adanya proses intervensi kekuasaan eksekutif dan legislatif ke dalam kekuasaan lembaga peradilan," tuturnya.
AAI menurut Astuti secara khusus sangat peduli kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya profesi hukum serta proses penegakkan hukum.
BACA JUGA: JK: Jumat itu Hari Beribadah, Insya Allah Aman
Dengan adanya kondisi itu, phaknya melihat perlu ada peningkatan kualitas para profesi hukum di Indonesia serta perlunya dilakukan perbaikan-perbaikan aturan ke depan dalam suatu proses penegakkan hukum.
Indonesia menurutnya, adalah negara hukum yang menganut sistem hukum Negara Eropa Kontinental dimana Profesi Hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi sentral dalam proses penegakkan hukum.
"Karena itu, perspektif opini publik yang dikembangkan diluar proses persidangan jelas dapat mengganggu keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusannya," imbuhnya.
Terhadap Profesi Advokat, AAI bersama-sama dengan DIKTI telah membahas standarisasi kurikulum Pendidikan Profesi Advokat (PKPA).
Kemudian AAI juga mendorong pemerintah bersama dengan DPR segera membahas pemberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru.
"Didalamnya diatur tentang hukum acara persidangan pidana termasuk dalam hal keterbukaan persidangan dan peliputan media serta keterangan ahli sebagai alat bukti dimana kehadirannya perlu dipanggil melalui pengadilan dan bukan dari pihak jaksa atau advokat," tandasnya. (dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR Buka Pintu Kompleks Parlemen buat Demonstran
Redaktur : Tim Redaksi