PALU – AAL berharap kasus yang menimpanya segera selesai. Dia merasa proses hukum yang dijalani telah mengganggu kegiatan sekolahnya. “Tadi saja saya minta izin di sekolah,” ujar pelajar kelas X (Sepuluh) SMK ini, ditemui Radar Sulteng (Grup JPNN) di Pengadilan Negeri (PN) Palu.
AAL juga mengungkapkan, bahwa barang bukti berupa sandal jepit yang dihadirkan ke persidangan bukanlah sandal milik Briptu Harahap.
Saat itu menurut AAL, anggota Brimob Polda tersebut mencari sandal merek berbeda dengan yang dijadikan barang bukti. Sandal yang dijadikan barang bukti, ditemukan AAL di jalan, bukan di depan kamar kos Briptu Harahap seperti apa yang dituduhkan. “Bukan itu sandalnya yang hilang, tapi saya terus-terusan dipaksa mengaku sambil dipukul,” jelas AAL.
Dia mengaku sempat dipukul menggunakan kayu, dan ditampar berkali-kali oleh kedua anggota polisi tersebut. AAL membantah bila dirinya hanya didorong. Dan yang paling banyak memukul dirinya adalah Briptu Harahap. “Saya tidak bisa hitung lagi berapa kali dipukul dan dicambuk menggunakan kayu. Yang paling banyak memukul itu yang namanya Harahap,” sebutnya.
Usai menghadiri sidang kasus dugaan pencurian yang melibatkan AAL (15) , Ketua Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesi (KPAI), Seto Mulyadi melakukan pertemuan dengan Kapolda Sulteng, Rabu kemarin (4/1).
Dalam pertemuan di ruang kerja Kapolda tersebut, Seto Mulyadi yang akrab disapa kak Seto ini meminta penjelasan Kapolda Sulteng, terkait kronologis terjadinya kasus pencurian sandal ini hingga ke pengadilan dan penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan anak buahnya terhadap AAL.
Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Dewa Parsana kepada kak Seto menjelaskan, bahwa menurut laporan anggotanya, kasus ini sebenarnya tidak akan diproses secara hukum, dan telah selesai secara kekeluargaan. Namun karena permintaan orang tua AAL yang menginginkan pembuktian melalui jalur hukum pidana, terkait tuduhan dua anggotanya bahwa AAL telah melakukan pencurian sandal sehingga kasus ini pun dilaporkan ke Polsek Palu Selatan pada 28 Mei 2011 lalu.
“Sebenarnya ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan, namun karena keesokan harinya orang tua dari anak tersebut datang kepada Briptu Harahap meminta agar membuktikan kasus pencurian sandal melalui proses hukum sehingga kasus ini pun dilaporkan,” kata Kapolda.
Dia juga mengaku telah melakukan penindakan terhadap anggotanya yakni Briptu Ahmad Rusdi Harahap (Pemilik Sandal) dan Briptu Simson Sipayung. Kedua anggota Polri tersebut, kata Dewa Parsana diberikan sanksi disiplin atas dugaan penganiayaan terhadap AAL. “Mereka telah kami proses secara disiplin, untuk Briptu Harahap masih proses sidang disiplin, sementara Briptu Simson sudah diberikan sanksi berupa penundaan pangkat dan di patsus 21 hari,” urainya.
Penganiayaan yang dimaksud itu, sambung Kapolda yakni karena Briptu Simson mendorong AAL yang juga pelajar salah satu SMK di Palu ini, hingga terjatuh ke selokan. Orang pertama Polda Sulteng ini juga membantah, jika anggotanya disebut melakukan penganiayaan berat terhadap AAL.
“Sifatnya mendorong itu sebenarnya untuk memberikan pembinaan terhadap anak tersebut. Dalam visum juga tidak ada tanda-tanda kekerasan berat terhadap AAL. Namun walau niatnya benar ingin membina anak tersebut, tapi secara normatif itu salah, sehingga kami berikan sanksi disiplin,” tutur mantan Wakapolda Sulteng.
Tidak hanya memberikan sanksi disiplin, Polda Sulteng sendiri lanjut Dewa Parsana, telah melakukan proses penyelidikan hukum pidana, untuk membuktikan ada tidaknya penganiayaan berat yang dilakukan anggotanya saat menginterogasi AAL.
“Sebelum orang tuanya melaporkan kasus dugaan penganiayaan secara hukum pidana, saya sudah perintahkan untuk proses pidananya. Saya orang yang paling konsekuen terhadap perlindungan anak, dan saya tidak akan melindungi anggota jika memang dia salah,” ujar Kapolda dihadapan Seto Mulyadi.
Menanggapi keterangan yang disampaikan Kapolda Sulteng, Seto Mulyadi mengaku memberikan apresiasi kepada pihak Polda yang telah memberikan sanksi disiplin kepada anggotanya. “Kami memberi apresiasi bagi Polda yang telah memberikan sanksi disiplin. Ini kami nilai sikap kesatria. Namun apapun alasannya, dengan maksud memberikan pembelajaran dengan cara mendorong terhadap anak itu tidak dibenarkan,” tegasnya.
Keterangan yang didapat dari pihak Polda Sulteng itu, menurut kak Seto akan dipilah-pilah begitu dengan sejumlah keterangan yang didapatnya baik dari orang tua AAL maupun dari AAL sendiri. “Kami telah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dari Polri, orang tua AAL dan adik AAL. Semua informasi itu tentu akan kami ramu. Memang kami mendapatkan informasi berbeda dan itu tidak perlu kita pertentangkan, kita tunggu saja hasil pengadilan” katanya.
Dia juga mengimbau kepada aparat penegak hukum, kedepannya bila ada kasus yang melibatkan anak dibawah umur dan tergolong sederhana sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan, dan tidak harus sampai ke pengadilan. Kak Seto juga menyarankan, agar kasus ini bisa segera redup dan tidak terus terblow up, karena masih banyak permasalahan yang lebih rumit lagi yang melibatkan anak.(agg/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Doyan Brondong, Isteri Lagi Mesum Kepergok Suami
Redaktur : Tim Redaksi