JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (SIGMA), Said Salahudin menilai langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret seluruh Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) partai politik di sebuah daerah pemilihan (dapil) sebagai langkah yang keliru. Sebab, kata Salahudin, tidak ada satu pun pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang memberi peluang penghilangan dapil.
"Dan tidak ada satu pun jua kewenangan yang diberikan oleh UU kepada KPU untuk melakukan hal itu," kata Said Salahuddin kepada wartawanKamis (20/6).
Karena itu, imbuh Said, penghapusan dapil kepada sejumlah parpol oleh KPU tidak sekadar pelanggaran terhadap UU, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi, hak asasi manusia, dan spirit demokrasi. Sebab, setiap warga negara dijamin haknya untuk dipilih.
"Bagaimana mungkin hanya karena satu-dua orang calon perempuan tidak sanggup memenuhi persyaratan, lantas membuat calon laki-laki pada dapil yang sama dengan calon perempuan tersebut kemudian dihilangkan kesempatannya untuk dipilih oleh rakyat?" ujarnya.
Said menyarankan parpol yang merasa dirugikan KPU untuk menempuh dua langkah hukum, yaitu melaporkan adanya pelanggaran yang dilakukan KPU kepada Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. (DKPP). Serta
Kepada Bawaslu laporan pelanggaran administrasi, sedangkan kepada DKPP untuk jenis pelanggaran kode etiknya. Sebab ia menilai KPU nyata-nyaata telah mengambil kebijakan diluar kuasa atau yurisdiksinya. Lebih dari itu, KPU telah menghilangkan hak dipilih kepada caleg-caleg yang tidak bersalah di dapil dimaksud.
"Saya cenderung tidak setuju jika persoalan antara parpol dengan KPU itu ditarik pada ranah sengketa Pemilu. Sebab, sengketa Pemilu adalah mekanisme perselisihan antara caleg dengan KPU akibat adanya keputusan KPU yang merugikan caleg dalam tahap pencalonan, dan bukan sengketa antara partai dengan KPU. Sengketa parpol dan KPU adalah dalam hal keputusan KPU untuk verifikasi parpol," ujarnya.(gir/jpnn)
"Dan tidak ada satu pun jua kewenangan yang diberikan oleh UU kepada KPU untuk melakukan hal itu," kata Said Salahuddin kepada wartawanKamis (20/6).
Karena itu, imbuh Said, penghapusan dapil kepada sejumlah parpol oleh KPU tidak sekadar pelanggaran terhadap UU, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi, hak asasi manusia, dan spirit demokrasi. Sebab, setiap warga negara dijamin haknya untuk dipilih.
"Bagaimana mungkin hanya karena satu-dua orang calon perempuan tidak sanggup memenuhi persyaratan, lantas membuat calon laki-laki pada dapil yang sama dengan calon perempuan tersebut kemudian dihilangkan kesempatannya untuk dipilih oleh rakyat?" ujarnya.
Said menyarankan parpol yang merasa dirugikan KPU untuk menempuh dua langkah hukum, yaitu melaporkan adanya pelanggaran yang dilakukan KPU kepada Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. (DKPP). Serta
Kepada Bawaslu laporan pelanggaran administrasi, sedangkan kepada DKPP untuk jenis pelanggaran kode etiknya. Sebab ia menilai KPU nyata-nyaata telah mengambil kebijakan diluar kuasa atau yurisdiksinya. Lebih dari itu, KPU telah menghilangkan hak dipilih kepada caleg-caleg yang tidak bersalah di dapil dimaksud.
"Saya cenderung tidak setuju jika persoalan antara parpol dengan KPU itu ditarik pada ranah sengketa Pemilu. Sebab, sengketa Pemilu adalah mekanisme perselisihan antara caleg dengan KPU akibat adanya keputusan KPU yang merugikan caleg dalam tahap pencalonan, dan bukan sengketa antara partai dengan KPU. Sengketa parpol dan KPU adalah dalam hal keputusan KPU untuk verifikasi parpol," ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Septi Siap Bersaksi di Pengadilan, Fathanah Minta Doa
Redaktur : Tim Redaksi