jpnn.com - JAKARTA - Guru Besar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan praktek korupsi akan tetap berjalan meskipun Indonesia memiliki 10 institusi pemberantasan korupsi.
Pernyataan Muhammad Buyatna ini untuk menanggapi pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan calon presiden dari PDIP Joko Widodo. Menurutnya, Indonesia sulit bebas dari korupsi jika pimpinan lembaga antikorupsi ikut bermain politik.
BACA JUGA: Jawa Barat Loloskan Sejumlah Artis ke Senayan
"Andai ada sepuluh lembaga pemberantasan korupsi di negeri ini dan para pimpinannya ikut bermain politik, maka praktek korupsi akan tetap mendera bangsa ini," kata Muhammad Budyatna, saat dihubungi wartawan, Rabu (14/5).
Menurut Budyatna, indikasi bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ikut bermain politik terlihat dari penangangan korupsi yang masih diwarnai dengan intrik politik sehingga kasus korupsi besar dikecilkan sementara kasus korupsi kecil, dibesar-besarkan.
BACA JUGA: Dahlan Berharap Ada Partai yang Usung Mahfud MD
Ia kemudian mencotohkan kasus korupsi Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum. Meski sudah ratusan saksi dipanggil tapi tak kunjung tuntas.
Sementara kasus korupsi busway yang nilainya triliunan rupiah, KPK tidak pegang dan justru diserahkan kepada Kejagung. Lalu, kata dia, kasus e-KTP yang menyebut nama para petinggi Partai Golkar juga tidak jelas.
BACA JUGA: Dahlan Iskan tak Tega Caleg Gagal Ini Jual Ginjal
"Kasus Century pun sama saja. Sementara kasus kecil macam korupsi sapi oleh PKS atau yang terakhir yang menimpa Bupati Bogor Rahmat Yasin yang nilainya hanya Rp 1,5 miliar dibesar-besarkan," ungkap Buyatna di Jakarta, Rabu (14/5).
Lebih lanjut, Budyatna menilai para pimpinan KPK juga memiliki syahwat politik sehingga penangangan korupsi diwarnai oleh kepentingan politik para pimpinan KPK itu sendiri.
"Contohnya, wacana Ketua KPK Abraham Samad yang mau dijadikan wapres Jokowi yang tidak pernah dibantah oleh KPK ataupun Samad. Padahal kasus korupsi Busway seharusnya ditangani KPK dan KPK minimal harus memanggil Jokowi sebagai Gubernur. Ini kan aneh, terkesan Samad ingin melindungi Jokowi sebagai capres dan Samad mau jadi wapresnya," ujar dia. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertemuan Dahlan-Mahfud MD Batal
Redaktur : Tim Redaksi