Pujiyoko, seorang pria muda asal Jawa Tengah yang masih berusia 27 tahun meninggal ketika bekerja di salah satu kapal pesiar terbesar di dunia, karena COVID-19.
Dikenal sebagai seorang yang suka bepergian, berpetualang, dan mencintai kehidupan, Pujiyoko yang tumbuh dalam keluarga miskin mengadu nasib di kapal pesiar 'Symphony of the Seas'.
BACA JUGA: Arab Saudi Buka Masjid Akhir Bulan Ini, Bagaimana Nasib Ibadah Haji?
Dengan bekerja di kapal, ia tidak hanya ingin menafkahi keluarganya, tapi juga mewujudkan mimpinya untuk berkeliling dunia.
"Dia senang sekali bekerja di kapal itu. Dia mendengar tentang pekerjaan itu dari temannya, lalu meminta izin saya, akhirnya saya izinkan," kata ayahnya, Isanto.
BACA JUGA: 8 Ribu Kasus Baru dalam Sehari, Pemerintah Anggap Situasi Sudah Stabil
"Ini keinginannya sendiri. Ia memang adalah pencari nafkah bagi keluarga kami."
Pujiyoko bekerja di bagian tata graha atau 'housekeeping' di salah satu kapal pesiar terbesar di dunia tersebut yang dimiliki oleh perusahaan bernama "Royal Caribbean", sebelum meninggal bulan April lalu.
BACA JUGA: Via Vallen Minta Masyarakat Tidak Mengucilkan Pasien Corona, Termasuk Adiknya
'Bekerja untuk membahagiakan keluarga'Pada 23 Maret lalu, seminggu setelah para penumpang kapal tempat Pujiyanto bekerja berlabuh di Miami, Amerika Serikat, ia merasakan gejala seperti tertular virus corona.
Berdasarkan gugatan yang diajukan ke pengadilan Miami, disebutkan gejala yang dialaminya semakin memburuk setiap melakukan konsultasi mingguan di fasilitas kesehatan kapal tersebut. Photo: Isanto mengatakan anaknya tidak mendapat tes COVID-19 ketika masih berada di atas kapal Symphony of the Seas. (ABC News)
Seiring waktu, gejala demam dan sakit badan Pujiyoko berkembang menjadi pneumonia, atau gangguan pernafasan parah. Sejak tanggal 28 Maret, dia harus memakai tabung oksigen.
Hari selanjutnya, ia dinyatakan positif mengidap COVID-19, namun baru keesokan harinya dilarikan ke rumah sakit dan mendapat bantuan penggunaan ventilator atau alat bantu pernafasan.
Kurang dari dua minggu setelah dirawat, Pujiyoko dinyatakan meninggal dunia karena "cedera otak parah."
Mendengar hal tersebut, orangtuanya di Indonesia kini menuntut 'Royal Caribbean', perusahaan dari kapal tersebut, karena tidak melakukan pengetesan COVID-19 pada Pujiyoko dan membawanya ke darat lebih cepat.
"Mereka tidak melakukan tindakan cepat. Mereka tidak memperhatikan dia. Seandainya dia dibawa ke rumah sakit lebih awal, dia pasti masih hidup sekarang." Photo: Sukarni menggugat Royal Caribbean setelah anaknya Pujiyoko meninggal bulan April lalu kemungkinan besar karena COVID-19. (Supplied )
Ibu Pujiyoko Sukarni, menangis terisak melihat foto anaknya ketika masih bekerja di kapal pesiar.
"Rencana dia adalah untuk bekerja, untuk membahagiakan kami," kata dia.
"Ia bilang kepada saya bahwa suatu hari akan membiayai saya naik haji karena kami sangatlah miskin."
Ketika dihubungi ABC, perusahaan 'Royal Caribbean' menolak untuk memberikan komentar tentang kasus yang sudah masuk ke pengadilan tersebut. Kru kapal diminta hadiri pesta
Pengacara dari keluarga Pujiyoko di Amerika Serikat, Michael Winkleman, mengatakan pria asal Jawa Tengah itu bukan satu-satunya yang kondisinya diabaikan oleh perusahaan kapal tersebut.
Menurutnya, pihak kapal juga tidak melakukan perlindungan terhadap kru kapal, bahkan setelah penumpang sudah diturunkan.
Padahal sudah muncul kekhawatiran bahwa sebenarnya virus tersebut sudah menyebar di kapal itu.
Catatan dari gugatan yang diajukkan bahkan mengatakan kru kapal juga "didorong untuk menghadiri pesta, acara, dan aktivitas lainnya", dua minggu setelah penumpang sudah diturunkan. Photo: Pekerjaan Pujiyoko bersana Royal Caribbean membuatnya bisa mengunjungi berbagai kawasan dunia. (Facebook: Pujiyoko)
Pihak kapal menyuruh kru kapal untuk tetap berkumpul dan dalam keramaian tanpa menerapkan protokol perlindungan COVID-19.
"Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit [Amerika Serikat] menutup seluruh aktivitas pelayaran pada tanggal 13 Maret," kata Michael.
"Namun setelah dilakukan, tetap saja tidak ada perlindungan pada kru kapal. Tidak ada imbauan social-distancing, karantina, ataupun [imbauan pemakaian] masker."
Sementara itu, juga menurut keterangan Michael, di kapal tersebut sempat diadakan pesta untuk merayakan 'St Patrick's Day' di mana terdapat ratusan hingga ribuan kru kapal.
"Lagi-lagi, tidak ada [yang mengenakan] masker, tidak ada imbauan apapun, dan tidak ada tindakan pencegahan untuk melindungi kru," katanya.
Di dalam gugatan yang diajukan, tercatat bahwa satu minggu sebelum semua penumpang diturunkan, tepatnya pada tanggal 7 Maret, paling tidak satu penumpang kapal 'Symphony of the Seas' memiliki gejala virus corona.
Pujiyoko adalah salah satu dari setidaknya lima warga Indonesia yang meninggal karena COVID-19 di kapal pesiar, dan satu dari dua kru kapal yang meninggal di kapal milik perusahaan 'Royal Caribbean'.
I Putu Sugiartha, asal dari Bali, adalah kru kapal yang meninggal di kapal lain milik perusahaan 'Royal Caribbean' bernama 'Oasis of the Seas', 18 April lalu, sebulan setelah meninggalkan kapal tersebut.
Menurut laporan yang diterima ABC, kasus I Putu Sugiartha sudah diselesaikan di pengadilan.
Lebih dari 100 kru kapal Oasis of the Seas lainnya dinyatakan positif COVID-19 ketika masih berlayar, menurut keterangan gugatan di pengadilan. Photo: Symphony of the Seas adalah kapal pesiar terbesar di dunia, dalam ukuran beratnya. (Reuters: Jon Nazca)
Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelombang Kedua Virus Corona Menghantui, Negara Ini Ogah Lockdown Lagi