Abraham Samad dan Kisah Kapur Tulis

Senin, 19 November 2012 – 20:52 WIB
Abraham Samad menghadiri launching buku antikorupsi untuk anak yang dibuat KPK berjudul "Tunas Integritas" di Indonesia Book Fair 2012, di Istora Senayan, Jakarta, Senin (19/11). Foto: Arundono/JPNN
SIAPA sangka seorang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Abraham Samad ternyata juga memiliki cukup bakat untuk mendongeng. Hal ini terlihat ketika Abraham menghadiri launching buku antikorupsi untuk anak yang dibuat KPK berjudul "Tunas Integritas" di Indonesia Book Fair 2012, di Istora Senayan, Jakarta, Senin (19/11).
-----
Natalia Laurens-JPNN
----
Sebelum memulai membacakan beberapa cerita dalam buku tersebut, Abraham terlebih dahulu menceritakan masa kecilnya. Terutama mengenai hobinya mengumpulkan kapur tulis dari sekolah dan membawanya pulang, untuk belajar menulis di rumah.

"Dulu saya senang sekali menulis di papan, jadi saya minta guru saya agar kapur-kapur sisa bisa saya bawa pulang. Jadi setiap kali ada kapur sisa, saya membawanya pulang ke rumah," kata Abraham di hadapan orangtua, pengunjung dan sejumlah anak-anak yang hadir di launching buku itu.

Namun, ternyata kebiasaan Abraham kecil membawa pulang kapur dilarang oleh ibunya. Menurut ibunya, kapur itu disiapkan oleh sekolah hanya untuk dipakai kepentingan sekolah, dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, ia tak bisa sembarangan membawa kapur sisa, untuk dipakai di rumah.

"Jadi kapur itu kan juga tercatat dalam biaya sekolah, sudah sepatutnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan pribadi. Mungkin dari kisah itulah, mengapa saya turut memberantas korupsi," tutur Abraham sambil tertawa.

Ia sengaja menceritakan kembali masa kecilnya, untuk mengajarkan nilai kejujuran dan menolak korupsi pada anak-anak. Di mana, anak-anak diingatkan agar tidak menyalahgunakan uang ataupun fasilitas yang seharusnya untuk kepentingan umum, bukan pribadi.

Ketika, Abraham menyudahi kisahnya dan duduk untuk membacakan dongeng, anak-anak yang berjumlah belasan orang, langsung mendekat padanya. Anak-anak tersebut duduk di bawah lantai panggung, sementara Abraham duduk di sebuah kursi kecil, layaknya seorang pendongeng.

Hari ini, ia pun tidak memakai kemeja putih andalannya, atau jas hitam dan dasi yang sering dipakainya saat bekerja. Saat membawakan dongeng, Abraham memakai baju kaos berwarna kuning dan hijau bertuliskan judul buku yang dipromosikan.

Ia lalu berkisah tentang  Bimo, bocah yang senang memancing di sungai tetapi mau berbagi ikan dengan teman-temannya.

"Suatu Ketika, Bimo berjalan ke tepi sungai, Bimo ini teman kalian. Dia ingin bermain dengan cara menangkap ikan di sungai. Ayo pernah tidak nih menangkap ikan? Ikan yang kulit licin pernah? Ikan lele?" tanya Abraham. Sebagian anak tampak hanya diam, sisanya menjawab dan ada yang tampak sibuk sendiri. Meski demikian, tak menyurutkan semangat Abraham untuk terus mendongeng.

"Nah, kalau kita menangkap ikan pakai apa ya? Pakai jaring. Bisa tidak pakai tangan?" tanyanya lagi.

Kedua pertanyaan ini dijawab dengan gelengan oleh anak-anak. Mereka rebutan menjawab sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Ia pun melanjutkan ceritanya, bahwa saat Bimo menangkap ikan, hujan turun dengan derasnya. Namun, ketika semua anak memilih berhenti, Bimo justru tetap menangkap ikan.

"Karena hujan, air sungai jadi deras. Sungai mana yang pernah kalian kunjungi? Ciliwung ya? Nah, air sungai yang meluap ini membuat Bimo harus menghindari sungai. Walau begitu, Bimo tetap berhasil menangkap ikan-ikan yang banyak. Bimo dapat tiga ikan. Bimo yang baik pun mau berbagi memberikan hasilnya ke teman-teman lainnya. Kita semua juga harus seperti itu," lanjutnya mengakhiri cerita itu.

Kisah ini, menurut Abraham, mengandung pesan agar anak usia dini belajar untuk mau bekerja keras dan berbagi dengan sesamanya. Cerita tentang Bimo hanyalah satu dari puluhan cerita lain yang terangkum dalam enam seri buku antikorupsi hasil kerja sama KPK dan Forum Penulis Bacaan Anak. Enam seri buku itu di antaranya berjudul Wuush, Byuur, Ungu di Mana Kamu, Ini, Itu?, dan Hujan Warna-Warni.

"Ada nilai kebaikan lainnya, seperti jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawa, sederhana, adil, dan berani yang intinya dengan jiwa seperti itu anak-anak ditanamkan untuk tidak melakukan cara-cara yang tidak benar seperti korupsi. Buku ini tidak dijual. Gratis. Bagi semua anak-anakku di seluruh Indonesia, yang inginkan dapat buku ini silakan berkirim surat ke KPK," kata Abraham.

Ia juga berpesan, agar buku ini juga dapat diperbanyak untuk kepentingan belajar anak dalam antikorupsi. Ia berharap tidak ada pihak lain yang sengaja memperbanyak untuk menjual kembali buku ini.

Lalu apa rasanya mendongeng di depan anak-anak dan ketika bekerja berantas korupsi, bagi seorang Abraham?

"Lumayan (tegang). Biasanya dongengin kalau di tempat tidur sama anak-anak saya. Untuk anak-anak itu perlu pendekatan khusus. Bahasanya itu kadang-kadang kita lupa bahasa yang dipakai, biasa terlalu berat. Tadi saja saya sering lupa sehingga memakai bahasa yang kurang dimengerti  anak-anak," kata Abraham tertawa usai membacakan dongeng.***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taman Safari Cisarua Punya Pabrik Kertas Berbahan Kotoran Gajah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler