Aceh Perlu Road Map Syariat Islam

Kamis, 14 Februari 2013 – 10:47 WIB
ACEH--Tokoh agama, tokoh masyarakat dan akademisi melihat Pemerintah Aceh perlu segera membentuk tim pakar untuk merumuskan road map baru penerapan Syariat Islam di Aceh. Hal ini tercetus setelah Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA), menggelar diskusi di Aula ACC Sultan Selim, Banda Aceh.

“Temu pakar ini bertujuan untuk menggali pandangan dan sikap dari berbagai unsur yang ada dalam masyarakat,” kata Ruwaida, Ketua panitia,Rabu (13/2).

Road map baru ini akan memandu pemerintahan di Aceh baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam menentukan skala prioritas aturan-aturan syariat apa saja yang perlu didahulukan dan diakhirkan. Sehingga tidak muncul lagi aturan-aturan yang tidak perlu seperti kasus larangan ngangkang, kewajiban memakai rok, larangan keluar malam sampai pembentukan tim amar ma’ruf nahi mungkar di Kota Banda Aceh. Acuan ini nantinya harus dipublikasikan kepada masyarakat luas masyarakat luas.

Selain itu, juga mencari dukungan politik (legislatif dan instansi terkait) dari berbagai stakeholders guna menemukan langkah-langkah strategis, solusi dan rekomendasi dalam menyikapi seruan pemerintah Kota Lhokseumawe terhadap kondisi perempuan dan masyarakat pada umumnya di ranah sosial, politik  agama yang terjadi di Aceh.

Dalam diskusi tersebut, para pakar menghasilkan lima rekomendasi untuk perbaikan konsep dan kebijakan syariat Islam di Aceh yaitu pertama, mengusulkan dan mendesak Pemerintah Aceh/Kab/Kota untuk melakukan penyempurnaan konsep yang  telah disusun oleh  (Majelis Pendidikan Daerah) MPD.

kedua, kebijakan tentang  Syariat Islam  yang konprehensif dan tidak parsial yang mampu menjawab masalah-masalah di masyarakat secara lebih baik. Ketiga, mendorong pemerintah untuk memfasilitasi forum yang melibatkan ulama/akademisi/cendekiawan untuk membuat  konsep pelaksanaan Syariat Islam yang dapat dipakai oleh pemerintah saat menyusun dan menjalankan kebijakan terkait Syariat Islam serta menyusun road map pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.

Keempat, mendorong DPRA untuk membahas kembali Rancangan Qanun Jinayah dan Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayah agar penerapan Syariat Islam di Aceh mempunyai kepastian hukum serta lebih berkeadilan dalam pelaksanaannya. kelima, mendorong Pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota untuk membuka ruang partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan tentang Syariat Islam sebelum diimplementasikan.

Sementara rekomendasi keenam, khusus untuk Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk merevisi kebijakan “larangan duduk mengangkang”  agar lebih spesifik dan tidak universal Sehingga tidak menimbulkan polemik yang meresahkan masyarakat.

Dalam diskusi peserta yang terdiri dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat dan akademisi melihat Pemerintah Aceh perlu segera membentuk tim pakar untuk merumuskan road map baru penerapan Syariat Islam di Aceh dan mempublikasikannya untuk masyarakat luas.

Rancangan-rancangan qanun syariat yang sedang atau ingin dibahas dalam waktu dekat hendaknya ditunda dulu sampai terumuskan road map baru tersebut. Road map ini akan menentukan pada tahun berapa Aceh butuh qanun syariat, boleh jadi qanun jinayah memang belum dibutuhkan saat ini dari perspektif strategi dan tahapan membangun masyarakat islami Aceh. (Mag-45)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wabup: Masuk Waktu Shalat, Hentikan Pekerjaan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler