Ada Kebijakan Baru, Ada Satwa Mati

Minggu, 26 Januari 2014 – 09:00 WIB

jpnn.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memercayakan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) kepada pemkot sepenuhnya. Namun, masih ada sederet persoalan yang harus dituntaskan secepatnya. Jika tidak, bara konflik bisa meletup di kemudian hari.

= = = = = = =

BACA JUGA: Kemenag Minta Awasi Jual Beli Kursi Haji

TUMPUKAN problem di KBS kini dipetakan manajemen Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS). Karena itu, pekan-pekan ini pemkot dan PDTS rajin mengadakan rapat. Berlangsung di lantai 2 balai kota, rapat tersebut dihadiri sejumlah pihak.

Jumat lalu (24/1) Direktur Utama PDTS Ratna Achjuningrum rapat bersama tim audit dari Unair. Sehari sebelumnya, manajemen diundang rapat bersama kejaksaan. "Saat ini kami tengah repot-repotnya," kata Ratna saat ditemui di depan kantornya.

BACA JUGA: Voucher Bergambar Jokowi Beredar, PDIP Meradang

Solusi memang sedang dicari. Bahkan, beberapa hal membutuhkan perubahan yang frontal. Tanpa begitu, siapa pun pengelolanya, nasib KBS akan tetap terpuruk. Kesempatan tersebut kini sudah datang, yakni mumpung izin lembaga konservasi sudah ada di tangan pemkot.

Apa problem itu? Ternyata banyak sekali. Jawa Pos mencoba menelusuri potensi eker-ekeran PDTS dengan pengelola lama, yakni Perkumpulan Taman Flora Fauna Surabaya (PTFFS), di kemudian hari.

BACA JUGA: Perketat Syarat Parpol untuk Ikut Pemilu Serentak

Salah satunya soal aset yang bertebaran di KBS. Baik berupa kantor, kandang satwa, maupun barang bergerak lain seperti mobil. Berdasar data, di lahan seluas 15 hektare itu, ada 39 bangunan, 33 kandang satwa, dan 9 kendaraan bermotor. Kendati sudah dikelola PDTS, hingga kini belum ada pembicaraan lagi dengan pengurus lama terkait nasib aset-aset tersebut.

Berdasar audit keuangan Unair, pengelola lama juga masih meninggalkan sisa uang. Jumlahnya lumayan besar. Pada 2010 masih ada sisa uang Rp 5,7 miliar. PDTS memang tidak mengutak-atik uang tersebut. Sebab, pengelolaan KBS sepenuhnya memanfaatkan APBD.

Soedjatmiko, wakil ketua PTFFS kubu Stany Soebakir, pernah mengungkapkan bahwa persoalan itu perlu diselesaikan. "Ini kan tidak semata-mata perpindahan pengelolaan. Tapi, ada aset yang dibikin PTFFS juga," kata Soedjatmiko awal pekan lalu.

Manajemen PDTS sebenarnya juga tidak mendiamkan masalah tersebut. Rapat antara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Unair, dan manajemen PDTS dua pekan lalu membahas masalah itu. Salah satunya bagaimana memecahkan pengelolaan aset tersebut. Kabarnya, bila PTFFS terus mendesak, pemkot akan menghitung nilai aset yang harus digantikan itu dalam bentuk uang.

Ada persoalan lain yang tidak kalah pelik. Yakni, 186 pegawai KBS saat ini mengabdi di bawah payung manajemen PDTS. Namun, 150 pegawainya juga anggota PTFFS. Mereka yang masih patuh pada pengelola lama tersebut berada di level direktur, kepala bagian, hingga staf humas. Karena itu, sedikit saja PDTS salah langkah, informasi dengan cepat menyebar ke khalayak.

Yang mengejutkan, PTFFS dan PDTS selama ini tercatat sebagai badan usaha yang bergerak di bidang sama, yakni pengelolaan KBS. Itu memang cukup rawan. Banyak yang mengkhawatirkan, bila tidak setuju dengan kebijakan PDTS, para karyawan bisa membangkang. "Tinggal klik saja, PDTS tidak bisa berbuat apa-apa," kata orang dalam KBS.

Rofii, salah seorang kepala keeper mamalia KBS yang tergabung dalam PTFFS, meminta hal tersebut tidak dipersoalkan. "Sebab, selama ini saya tidak pernah mengintervensi kebijakan PDTS. Kami bergerak di luar," katanya.

Sebenarnya di tangan PDTS, kesejahteraan mereka ditingkatkan. Namun, tampaknya hal itu belum berdampak banyak pada loyalitas manajemen baru. Ratna mengungkapkan, pegawai tingkat terendah pun sudah bergaji di atas UMK, yakni Rp 2,2 juta per bulan. Bahkan, seorang keeper untuk take home pay bisa menerima nyaris Rp 3 juta.

Sementara itu, menurut istri para keeper yang membuka warung di KBS, hidup mereka masih lebih sejahtera ketika dikelola kubu sebelumnya. "Kalau ikut bapak (Stany), kami masih dapat rumah segala meski potong gaji. Sekarang tambahannya hanya dapat beras dan kecap," ujar seorang perempuan yang menolak disebut namanya.

Dengan tunduk kepada pengelola lama, para pegawai bisa memiliki sepetak tanah di kawasan Kebraon. Ukurannya 6 x 9 meter persegi. Lahan tersebut digunakan untuk perumahan.

Ketegasan Ratna kini memang tengah dinanti. Terkait dengan hal itu, DPRD Surabaya pernah mendesak agar para pegawai disodori pakta integritas. Mereka diberi pilihan tunduk kepada PDTS ataukah PTFFS. Bila memilih yang kedua, mereka harus menyingkir. Hal tersebut juga beberapa kali disosialisasikan kepada karyawan.

Hal lain yang harus dituntaskan menyangkut usaha-usaha di dalam KBS. Persoalan itu juga bikin ruwet. Setidaknya di area KBS saat ini berdiri 12 titik usaha. Mulai layanan foto bersama binatang, kafe, hingga toko suvenir.

Usaha-usaha tersebut dikelola koperasi karyawan PTFFS. Hasil usaha itu tidak masuk manajemen KBS. Namun, dikelola langsung oleh koperasi. Persoalannya, kios-kios tersebut berdiri di atas lahan milik negara (pemkot). Apalagi, selama ini hubungan hukum antara koperasi dan lahan yang ditempati amat tidak jelas. Apakah menyewa ataukah dipinjami.

Ada juga sentra PKL di depan kandang orang utan. Sentra itu dikelola langsung oleh para karyawan PTFFS. Untuk bisa berjualan, para karyawan melakukan pengundian terlebih dahulu. Bila memang bertepatan hari libur, mereka cukup beruntung. Namun, bila pas hari sepi, mereka apes. Bahkan, sentra PKL tersebut dibangun permanen. Di beberapa tempat, barang yang dijajakan juga cukup lucu. Di dalam kebun binatang ada kios yang mengobral sandal.

Meski demikian, PDTS cukup sulit memindahkan mereka. Ratna mengatakan bahwa paling lambat Sabtu (1/2) mereka harus angkat kaki dari KBS. Ratna akan meminta bantuan satpol PP untuk memindahkan mereka.

Sumber informasi di internal KBS menyebutkan bahwa beberapa kali manajemen menerapkan kebijakan baru, lalu sebentar kemudian satwa KBS mati. "Entah ada hubungan atau tidak. Tapi, peristiwa itu terjadi," ungkap sumber itu.

Ratna menambahkan, perbaikan tersebut dilakukan tahap demi tahap, namun pasti. "Semua itu bakal kami selesaikan, mohon dukungannya." (git/idr/c7/end)

Inilah Bara Konflik di KBS

  • Aset berupa bangunan dan kandang dibangun PTFFS, hingga kini dipakai PDTS. Soal kepemilikan aset, hingga saat ini belum ada pembicaraan.
  • Masih ada uang pengelola lama KBS, yakni PTFFS, sebesar Rp 5,7 miliar.
  • Dualisme karyawan. Selama ini para karyawan juga menjadi anggota PTFFS yang berbadan hukum. Akibatnya, mereka memiliki loyalitas ganda. Bekerja pada PDTS, namun juga patuh kepada PTFFS.
  • Potensi ekonomi di KBS cukup besar. Yakni, 12 titik stan dikelola koperasi karyawan dan PKL dikuasai segelintir karyawan.
  • Karyawan KBS sulit tunduk pada Perda No 19/2012 tentang PDTS KBS, yakni pensiun ditetapkan pada usia 56 tahun.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Komisi I DPR Makan di Pengungsian Bersama Korban Banjir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler