jpnn.com, JAKARTA - Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kasus dugaan korupsi Penyediaan Infrastruktur BTS 4G (proyek BTS 4G) sedang menjadi sorotan.
Pasalnya, nilai kerugian negara yang disebutkan dalam audit itu lebih besar dari nilai proyek yang dikerjakan oleh konsorsium pemenang lelang.
BACA JUGA: Analis Proyeksikan Kinerja BTN On Track
Maqdir Ismail, penasihat hukum Galumbang Menak Simanjuntak, salah satu terdakwa kasus ini dalam White Paper mengungkapkan, berdasarkan fakta-fakta persidangan pada 31 Desember 2022 saat kasus mulai bergulir, jumlah menara BTS tahap I yang telah selesai dibangun sebanyak 3.029 menara, di mana 2,952 menara di antaranya sudah terkoneksi ke operator seluler.
“Bahkan sampai awal September 2023, jumlah menara yang telah selesai dan terkoneksi ke operator atau siap dikoneksikan ke operator seluler telah mencapai hampir 100%, itu di luar site yang terkendala oleh keadaan kahar. Dana pembangunan BTS yang kategori kahar tersebut juga telah dikembalikan kepada negara,” tulis Maqdir dalam dokumen White Paper, Rabu (8/11).
BACA JUGA: Terbukti Korupsi Proyek BTS 4G, Anang Latif Divonis 18 Tahun Penjara
Dalam kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G ini Kejaksaan Agung menyebutkan adanya kerugian sebesar Rp 8,03 triliun.
Jumlah itu lebih besar dari dana realisasi yang diterima oleh konsorsium penyedia infrastruktur BTS yang hanya mencapai Rp 7,7 triliun (setelah pajak).
BACA JUGA: Promo Hari Pahlawan: KAI Hadirkan Diskon Tiket Kereta Api 25 Persen
Kejagung menyebut kerugian tersebut berasal dari kegiatan penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukungnya yang belum selesai dikerjakan.
Sedangkan pemerintah sudah melakukan pembayaran 100%.
Dari total target 4.200 menara BTS yang harus selesai dibangun, sebanyak 3.242 menara BTS belum selesai dikerjakan hingga tenggat 31 Maret 2022.
Artinya hanya 958 menara atau hanya 23% menara BTS yang diakui oleh BPKP.
Maqdir menjelaskan, 3.242 BTS yang dianggap mangkrak oleh Kejagung tersebut, sebagian besar telah selesai dan hanya menunggu proses serah terima secara administratif.
Menurut Maqdir, BPKP seharusnya tetap bisa menilai valuasinya sehingga tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara.
“Faktanya menara yang dipersoalkan itu sudah berdiri dan bisa dioperasikan. Bahkan BTS-BTS itu telah memberikan sinyal 4G kepada masyarakat, serta telah memberikan manfaat bagi operator seluler maupun BAKTI yang menerima pembayaran dari operator seluler,” jelas Maqdir.
Oleh karena itu, Maqdir menilai kerugian negara dalam dakwaan Kejaksaan sangat tidak tepat.
“Bagaimana mungkin penuntut umum kejaksaan mendakwa bahwa proyek BTS yang belum selesai dianggap sebagai kerugian negara (total loss). Padahal seharusnya proyek BTS yang masih proses pengerjaan sudah sewajarnya dihitung karena barang yang sudah dibeli telah menjadi milik negara. Selain itu, dalam perkembangannya jumlah proyek BTS yang masih tahap pengerjaan terus menurun,” serunya.
Dalam laporan keuangannya, Kementerian Kominfo juga menyebutkan bahwa keberadaan ribuan BTS yang dipersoalkan itu sudah dilaporkan sebagai aset tetap.
Yaitu berupa konstruksi dalam pengerjaan yang menunjukkan adanya pengakuan negara bahwa aset telah menjadi milik negara dan bukan merupakan suatu kerugian negara total loss.
“Adanya kemajuan signifikan dari penyelesaian proyek BTS ini menunjukkan bahwa proyek BTS 4G ini tidak mangkrak. Penyelesaian pembangunan BTS ini juga sekaligus membuktikan bahwa tuduhan telah terjadi kerugian negara dari proyek ini menjadi sangat tidak relevan dan menyesatkan,” tegas Maqdir.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbukti Korupsi Proyek BTS 4G, Mantan Menkominfo Dihukum Penjara Selama Ini
Redaktur : Yessy Artada
Reporter : Tim Redaksi