Ada Pertarungan Empat Ideologi Jelang Pilpres 2024

Rabu, 03 Juli 2019 – 01:00 WIB
LSI Denny JA memaparkan hasil survei di Kantor LSI, Jakarta, Kamis (13/4). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Denny JA memiliki pandangan sendiri tentang situasi politik yang berkembang saat ini setelah pemilu presiden 2019 sudah selesai.

Menurutnya, the game is over, putusan MK sudah final. Penetapan KPU sudah menutup pintu gerbang tetapi pertikaian politik akan terus berlanjut.

BACA JUGA: Peneliti LSI Denny JA Sebut Prabowo Subianto Tidak Layak Lagi Maju di Pilpres 2024

Hal ini disampaikan Denny ketika menerima The Legend Award, sebagai peneliti dan lembaga survei yang sudah empat kali memenangkan hasil pilpres.

"Pertikaian politik terus berlanjut. Sahut- sahutan, saling kritik, saling menghujat, akan tetap mewarnai ruang publik kita hingga Pilpres 2024 nanti.Situasi perpecahan yang kita alami kini tak akan mereda. Mengapa? Karena di balik pertikaian kelompok politik itu, ada elemen pertikaian ideologis. Ada perbedaan soal mimpi Indonesia masa depan. Ada posisi yang berseberangan soal paham kenegaraan," ujar Denny.

BACA JUGA: Prediksi Denny JA soal Pertarungan 4 Ideologi di Pilpres 2024

Menurutnya, akan ada empat kelompok ideologi yang ikut bertikai dalam pilpres 2019 ini. Meski terjadi koalisi antara Jokowi dan Prabowo, pertarungan empat ideologi itu akan terus berjalan.

BACA JUGA: BG dan Tito Masuk Bursa Capres 2024, Masyarakat Pengin Presiden dari Polri?

Denny JA saat terima penghargaan. Foto : Ist

Pertarungan ideologi hanya berhenti jika ideologi itu kehilangan pengikutnya dalam jumlah yang signifikan.

Pertama, sebut saja ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa oleh Presiden Habibie ketika dia menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Gus Dur, Megawati, SBY dan sekarang Jokowi.

"Apa itu paham politik reformasi? Itu adalah varian demokrasi yang khas Indonesia. Ada kebebasan politik di sana. Berbeda dengan Orde Baru ataupun Orde Lama. Ada kebebasan ekonomi. Semua warga negara punya hak yang sama, apapun agamanya. Tapi berbeda dengan demokrasi di barat, di Indonesia, kita punya departemen agama. Negara memberikan peran yang lebih besar pada agama, dibanding demokrasi barat," tambahnya.

Ini, tuturnya, adalah ideologi mainstream. PDIP dan Golkar di dalamnya termasuk kaum minoritas. Dalam pilpres 2019 tempo hari, mayoritas pendukung ideologi ini ada di kubu Jokowi.

Ideologi ini mendapat tantangan dari tiga ideologi lainnya. Kedua, ideologi Islam Politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik.

"Bentuknya bisa macam- macam. Bisa Negara Islam. Bisa sistem khilafah. Bisa juga dengan nama NKRI bersyariah. Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu liberal. Terlalu memisahkan politik dari agama. Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI. Kedua ormas ini berperan signifikan dalam pilpres 2019, di belakang Prabowo," sambung Denny.

Ketiga, ideologi “kembali ke UUD 45 Yang asli.” Paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang.

Mereka menganggapnya, secara politik terlalu liberal. Secara ekonomi, terlalu memberikan ruang pada perusahaan asing.

Pelopor paham ini awalnya adalah Persatuan Purnawirawan Angkaran Darat. Di tahun 2009, tokohnya adalah Letjen Suryadi. Mantan panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini.

Dalam pilpres 2019, tokoh kembali ke UUD 45 yang asli, Djoko Santoso juga berada di kubu Prabowo.

Keempat, ideologi Hak Asasi Manusia. Paham ini juga banyak mengkritik pemerintahan Jokowi karena dianggap justru karena kurang liberal.

Jika islam politik menganggap pemerintahan Jokowi terlalu liberal, pendukung hak asasi justru sebaliknya: kurang liberal.

"Jokowi dianggap kurang tuntas menyelesaikan isu HAM, mulai dari kasus gerakan 65 hingga pembunuhan Munir. Tokoh ideologi ini lebih banyak dari LSM. Di tahun 2019, salah satu tokohnya memilih abstein. Harry Azhar sebagai misal, dia mengkritik keras Jokowi. Tapi dia juga tak mau membela Prabowo yang ia anggap punya catatan hitam hak asasi manusia," tegasnya.

Dia menegaskan Pilpres 2024 akan semakin ramai karena dua hal. Empat ideologi itu kembali bertarung. Bisa jadi keempat- empatnya lebih kuat, lebih punya pengalaman.

Dia mengatakan yang bertarung nanti, semuanya adalah penantang. Tak ada incumbent. Jokowi tak bisa mencalonkan diri kembali.

Denny bahkan mengaku radar LSI sudah menangkap 15 capres 2024 itu. Namun, dia tidak membeberkannya.

"Saya berterima kasih banyak kepada teman teman dari Leprid, atas anugrah pada saya The Legend Award, karena saya dan LSI Denny JA ikut 4 kali memenangkan presiden berturut-turut. Alhamdulilah. Terima kasih banyak. Saya terima hadih ini dengan dua catatan. Anugerah ini tak hanya untuk saya pribadi, tapi seluruh tim kerja LSI. Kerja konsultan politik adalah kerja orkestra. Peran saya hanya sebagai dirigennya sekaligus pencipta lagu. Hadiah ini dipersembahkan untuk teman teman LSI dengan satu pesan. Apa pesannya? Bersama kita perkuat paham politik reformasi. Semoga di tahun 2024, juga kembali terpilih presiden yang memperkuat politik reformasi," pungkas Denny JA.
Ini dia daftar 15 nama Capres 2024:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiai Maruf Tak Masuk Bursa Capres 2024 versi LSI Denny JA, Ini Alasannya


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler