Ada Unsur Babi dalam Vaksin AstraZeneca? Ini Penjelasannya

Minggu, 21 Maret 2021 – 06:36 WIB
Vaksin buatan AstraZeneca. Foto: Reuters/Peter Cziborra

jpnn.com, SURABAYA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa boleh menggunakan vaksin AstraZeneca dari Universitas Oxford Inggris yang disebut di dalamnya mengandung unsur babi.

Ketua MUI KH Miftachul Akhyar mengatakan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI telah menerapkan prosedur yang sudah dilakukan selama ini. Termasuk melihat dengan ayat-ayat maupun hadis.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Meragukan Janji Mas Nadiem, Aprilia Menangis, Seret BWF ke Arbitrase Internasional

Menurutnya, LPPOM sudah memberi masukan terkait adanya unsur babi tersebut.

“Di NU lain lagi. Ada keputusan atau fatwa dianggap unsur babinya sudah hilang. MUI dengan LPPOM melihat unsurnya masih ada, tinggal nanti bagaimana dibuktikan selanjutnya,” kata Miftachul di Surabaya, Sabtu (20/3).

BACA JUGA: Perdana Menteri Positif Covid-19 Setelah Disuntik Vaksin, Jarang Pakai Masker saat Kunker

Dia menegaskan vaksin AstraZeneca ini boleh digunakan karena pertimbangan keadaan darurat pandemi Covid-19.

AstraZeneca tersebut bisa digunakan jika tidak ada pilihan vaksin lain saat ini.

BACA JUGA: Facebook Meluncurkan Fitur untuk Informasi Tempat dan Jadwal Pemberian Vaksin Covid-19

“Menurut MUI hajat yang ditempatkan di dalam keadaan darurat itu boleh tetapi terbatas. Artinya terbatas, kalau ada Vaksin Sinovac, maka ini (AstraZeneca) enggak boleh digunakan,” kata pria yang juga Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Marzukki Mustamar tidak berani mengeluarkan fatwa soal unsur babi dalam vaksin.

Hanya saja, kata dia, berdasar informasi otoritas lembaga fatwa di Mesir dan  Uni Emirate Arab disebutkan vaksin tersebut halal.

“Katanya ada unsur babi pancreas atau apa, menurut otoritas Mesir dan UEA itu sudah mengalami istihalah, beralih wujud,” kata Marzukki.

Dia mencontohkan, kotoran hewan digunakan untuk pupuk ketela tetapi tanaman umbi tersebut tetap boleh dikonsumsi.

“Pun kalau diurai secara kimia mungkin ada unsur dari kotoran, tetapi tidak dihukum najis karena sudah beralih wujud. Itu alasan dari Mesir, UEA, dan beberapa negara Arab,” pungkasnya. (ngopibareng/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler