Kedua pasal tersebut menurutnya, justru saling menguatkan. “Karena dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa proses peradilan (atas sengketa Perbankan Syariah) sepanjang itu mendasarkan prinsip Syariah, bisa dilakukan (di Pengadilan Negeri, red),” ujarnya saat memberi keterangan mewakili DPR dalam sidang uji materi UU Nomor 21 tahun 2008, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (28/11).
Kedua ayat dalam pasal ini menurut Adang, juga telah sesuai dengan pendekatan konstitusional dan yuridis. “Namun dipenjelasan memang hanya menyampaikan yang dasar saja. Tapi kan disebutkan bahwa selain di peradilan agama, (sengketa) juga kan dapat diselesaikan berdasarkan akad yang ada. Sehingga tidak ada permasalahan,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pemohon uji materi UU Nomor 21 tahun 2008, Dadang Achmad menilai, ayat 2 dan ayat 3 saling kontradiktif . Ia yang merupakan nasabah Bank Muamalat Indonesia cabang Bogor, mengaku merasakan dampak langsung ketentuan tersebut.
Dimana dalam akad (perjanjian kredit) antara dirinya dengan bank tersebut, salah satu klausul menyatakan penyelesaian perselisihan kedua belah pihak dilakukan Pengadilan Negeri.
Namun karena Bank Muamalat merupakan Bank Syariah, pemilihan penyelesaian lewat Pengadilan Negeri menurutnya tidak memenuhi prinsip-prinsip sebagaimana yang diatur dalam ayat 3 Pasal 55 UU Nomor 21 tahun 2008. Ayat tersebut berbunyi, bahwa penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Dalam ayat 2 UU tersebut sendiri menyatakan, dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad.
Bunyi ayat ini menurutnya sangat bertentangan dengan ayat 3, sehingga ia menilai haknya atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, telah dilanggar.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Geledah Rumah Tiga Pejabat Adhi Karya
Redaktur : Tim Redaksi