Adaptasi Affan Priyo Wicaksono, Pebola Voli Nasional yang Menjadi Kanitlaka

Membiasakan Tidur Berteman Kresek-Kresek Suara HT

Jumat, 07 Desember 2012 – 10:58 WIB
Affan Priyo Wicaksono saat menjalankan tugas sebagai polisi. Dia kini menjabat sebagai Kanitlaka Polres Sidoarjo, Jatim. F-MIFTAKHUL FAHAMSYAH/JAWA POS

Affan Priyo Wicaksono mengaku masih harus belajar banyak terkait tugasnya sebagai kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Sidoarjo. Latihan voli pun sekarang hanya bisa dilakukan saat longgar di sore atau malam.
 
MIFTAKHUL FAHAMSYAH, Sidoarjo

BERATNYA tugas yang harus dihadapi Affan Priyo Wicaksono sebagai Kanitlaka (kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas) Polres Sidoarjo, Jawa Timur, sudah terpampang tepat pada hari dia mengadakan tumpengan atas jabatan barunya tersebut Jumat dua pekan lalu (23/11). Belum lagi nasi tumpeng habis disantap, informasi kecelakaan yang merenggut dua nyawa di dua tempat terpisah masuk ke handy talkie (HT)-nya.
   
Yang satu kecelakaan di Jalan Raya Candi antara sepeda motor dan pejalan kaki. Satu lagi truk terguling di Trosobo. "Ini memang tugas yang tidak mudah dan penuh tantangan. Tapi, saya akan berusaha menjalankannya sebaik mungkin," tegas Affan.
   
Menjadi polisi sejak 2010, Affan menyebut tugas barunya ini tak ubahnya ketika dia pertama mengenal bola voli, olahraga yang lantas membesarkan namanya. Yakni, mulai dari nol.

Maklum, di pos sebelumnya di Biro Perawatan Personal Mabes Polri, pria kelahiran Balikpapan 27 tahun silam itu lebih banyak berada di belakang meja. "Itu pun banyak saya tinggal untuk TC (training center) tim nasional dan main di Proliga Livoli," ucap suami Dhiyan Suci Mariana itu seraya terbahak.
  
Affan memang tak mungkin dilepaskan dari voli. Dari olahraga yang dimainkan 12 orang tersebut, Affan yang berposisi sebagai quicker itu telah memperoleh segalanya: prestasi, pengalaman bermain di liga luar negeri, hingga pekerjaan yang sekarang.
   
Bersama Surabaya Samator yang dibelanya delapan tahun (2003-2011) sebelum pindah ke Bank Sumsel, penggemar rujak tersebut dua kali menjuarai pentas tertinggi bola voli di tanah air, Proliga. Itu ditambah medali medali emas di Pekan Olahraga Nasional bersama Jawa Timur.
   
Prestasi tersebut dilanjutkan di tim nasional. Dua kali Merah Putih dibawanya merebut emas SEA Games, yakni 2007 dan 2009. Penampilan gemilang di level klub dan negara itu pula yang membuat pria yang diproyeksikan kembali membela timnas di SEA Games 2013 di Myanmar tersebut lantas dilirik salah satu klub Vietnam.
   
Voli juga membuatnya bisa mengenal dekat dua petinggi Polri, mantan Kapolri Sutanto dan mantan Kapolda Jawa Timur yang kini menjabat Kabaintelkam Mabes Polri Komjen Pratiknyo. Sejak era Orde Baru, voli memang olahraga yang secara "tradisional" dekat dengan korps baju cokelat itu. Kepala Polri bergantian memimpin PBVSI (Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia).
   
Sutanto dan Praktiknyo-lah yang mendorong Affan mendaftar menjadi polisi. Berbekal ijazah sarjana Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya dan kondisi fisik yang prima, pria yang belum dikaruniai momongan itu pun mendaftar Sepa (sekolah perwira) Polri dan diterima. "Setelah pendidikan delapan bulan, saya ditempatkan di Mabes Polri," jelasnya.
   
Sebagai lulusan Sepa, Affan pun langsung menyandang pangkat inspektur polisi dua (ipda). Saat ini pangkatnya pun masih sama. "Tapi, Januari (2013) nanti sudah iptu (inspektur polisi satu, Red)," sebutnya.
   
Karena bakal naik pangkat itulah, Affan pun dimutasi awal November lalu ke Polres Sidoarjo. Tentu mutasi ke posisi yang sesuai dengan pangkatnya. Awalnya, Affan diplot di posisi Kanitpatroli, tapi kemudian ditempatkan sebagai Kanitlaka.

"Dia masih muda dan energik. Posisi Kanitlaka lebih tepat untuknya," jelas Kasatlantas Polres Sidoarjo AKP M. Fahri Siregar. Padahal, Affan berterus terang bahwa pengetahuannya akan penanganan kasus lalu lintas masih minim. Di sisi lain, Sidoarjo merupakan salah satu daerah yang lalu lintasnya cukup padat.
   
Itu karena posisi kota udang tersebut sebagai penghubung Surabaya dengan kawasan timur dan selatan Jawa Timur. Selain itu, Sidoarjo sebagai jembatan bagi Surabaya dengan wilayah barat provinsi paling timur di Pulau Jawa tersebut.
   
Sidoarjo juga dikenal memiliki beberapa jalur blackspot alias rawan laka. Misalnya, Jalan Raya Balongbendo, Bypass Krian, dan Jalan Raya Trosobo, Taman.
   
Angka kecelakaannya pun cukup tinggi. Setiap bulan kasus kecelakaan di kota tetangga Surabaya itu selalu di atas angka 100. Rata-rata setiap bulan terdapat 25 korban jiwa.
   
"Saya menyadari itu semua. Karena itu, di sini saya belajar dari nol. Belajar dari anggota yang kebanyakan jauh lebih senior," ungkapnya. Bukan hanya anggota yang berstatus polisi, tapi juga anggota yang berpredikat pegawai negeri sipil di lingkungan Satlantas Polres Sidoarjo.
   
Segala hal tentang lalu lintas, terutama penanganan kecelakaan, dipelajarinya. Misalnya, evakuasi korban kecelakaan dan kendaraan. Begitu pula proses penyidikan kasus kecelakaan. Juga masalah administrasi terkait asuransi dan kerja sama dengan rumah sakit.
   
Untuk itu, Affan pun tak pernah absen mengikuti anggota ke tempat kejadian kecelakaan. Memang, belum ada keputusan yang diambilnya di lapangan. "Tapi, setidaknya dengan begitu, saya tahu proses penanganannya dan bagaimana gambaran penyidikan lanjutannya," paparnya.
   
Affan juga tak pernah lelah membolak-balik berkas yang saban hari menumpuk di meja. Tentu tak sekadar membolak-balik. Pria yang senang memelihara burung itu juga mencermati isinya, termasuk pasal yang digunakan. "Awalnya saya canggung melihat tumpukan berkas itu, apalagi harus menandatanganinya. Tapi, kini saya mulai menikmatinya," akunya.
   
Affan juga harus beradaptasi soal pola hidup. Sebagai atlet, dia jelas terbiasa hidup teratur. Bangun pagi dan tidur sebelum pukul 22.00. Namun, sebagai Kanitlaka, Affan kini otomatis harus selalu siaga 24 jam. Sebab, waktu kecelakaan tentu tidak bisa diprediksi. Bisa terjadi pagi, siang, atau sore. Tapi, bisa pula terjadi malam atau bahkan dini hari. Karena itulah, dia harus membiasakan diri tidur tidak jauh dari HT.
   
Praktis, dia dan istri pun harus membiasakan diri memejamkan mata di antara suara kresek-kresek di HT. "Untung istri saya pengertian, jadi tidak terlalu masalah dengan kebiasan baru ini. Toh ini juga demi asap di dapur kami," ujarnya tersenyum.
   
Kesibukan sebagai Kanitlaka juga dengan sendirinya menyita waktu latihan voli. Affan pun harus pandai-pandai mencari waktu untuk berlatih. Apalagi, tenaganya masih dibutuhkan untuk tim nasional.
   
Anak ketiga dari lima bersaudara itu pun dituntut tetap menjaga kondisi fisik dan sentuhan bolanya. "Untuk soal itu saya beruntung dekat dengan teman-teman Bank Jatim. Jika sedikit longgar saat sore atau malam, saya sempatkan untuk ikut berlatih bersama mereka," bebernya.
   
Kebetulan pula jam latihan Bank Jatim selalu sepulang jam kerja kantoran. Affan pun merasa pas waktunya. "Selain bersama mereka, di rumah saya tetap jogging dan memukul bola. Jika tidak begitu, bisa berantakan volinya," katanya.
   
Lalu, apakah tahun ini ikut Proliga" Affan mengaku belum memutuskannya. Sebab, dia masih menunggu keputusan Mabes Polri apakah menerjunkan tim Jakarta Popsivo pria di Proliga. "Jika Popsivo ikut, tentu saya akan ikut. Untuk sementara, saya menunggu itu dulu," jelasnya. (*/c2/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fani Oktora, Perempuan Belia yang Hanya Empat Hari Jadi Istri Bupati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler