jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu heran dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir, yang menyebut mafia mendominasi impor alat kesehatan (alkes).
Pasalnya, menurut Adian Napitupulu, mayoritas yang melakukan impor untuk kebutuhan menghadapi pandemi virus Corona (COVI-19) saat ini adalah perusahaan-perusahaan BUMN.
BACA JUGA: Adian Napitupulu: Jangan-jangan Erick Thohir Menuduh Saya
Sementara pihak yang mengeluarkan rekomendasi adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Adian kemudian membeberkan data dari berbagai media terkait sejumlah impor yang dilakukan BUMN.
BACA JUGA: Menteri Erick Thohir Keluarkan Keputusan Luar Biasa soal THR
Antara lain, RNI mengimpor 500 ribu rapid test dari Tiongkok, Indo Farma impor 100 ribu rapid test, Kimia Farma impor 300 ribu rapid test.
"Total impor rapid test sudah 900 ribu buah. Berikutnya BUMN juga impor bahan baku untuk produksi 4,7 juta masker. Bio Farma impor bahan baku untuk 500 ribu obat dari India untuk membuat Oseltamivir," ujar Adian dalam pesan tertulis yang diterima JPNN.com, Selasa (21/4).
BACA JUGA: Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Minyak AS Hancur Lebur, di Bawah Nol Dolar
BUMN menurut pentolan aktivis 98 ini, juga mengimpor 2 juta Avigan, bahan pembuat 3 juta klorokuin, bahan baku APD dari Tiongkok dan Korea, serta 20 PCR dari Farmas Roche Swiss.
"Dengan data itu sebenarnya BUMN salah satu yang mendominasi impor alkes dan Obat. Aneh tidak? BNPB yang mengeluarkan rekomendasi impor, kemudian BUMN ikutan mendominasi impor, tetapi Menteri BUMN sekarang bicara ada mafia yang mendominasi impor alkes," ucapnya.
Menurut anggota DPR ini, Erick Thohir perlu menjelaskan secara transparan siapa yang dimaksud dengan mafia tersebut.
"Jadi, sebenarnya siapa mafianya Pak Menteri? Kalau impor alkes harus ada rekomendasi sekian lembaga negara, apakah Pak Menteri ingin mengatakan mafia-mafia itu mendapatkan rekomendasi juga," katanya.
Adian menyebut, bisa saja pernyataan Erick bertujuan baik. Paling tidak memotivasi agar Indonesia memproduksi alat kesehatan dan obat.
"Kalau benar demikian, saya kira itu ide bagus. Sayangnya, kita tidak punya kemampuan negosiasi dengan virus agar menunda infeksi sampai Indonesia siap memproduksi alkes dan obat sendiri. Ide cerdas itu juga sedang berlomba antara kecepatan produksi alkes dan Obat dalam negeri, versus kecepatan penyebaran infeksi virus. Kira kira siapa yang menang? Ah sudahlah," pungkas Adian. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang