Adnan Pandu Dinilai tak Paham UU Tipikor

Kamis, 14 Februari 2013 – 13:56 WIB
JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah, Khairul Huda mengatakan pernyataan pimpinan KPK bahwa KPK tidak bisa menindaklanjuti dugaan gratifikasi mobil mewah karena nilainya di bawah Rp1 miliar yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum adalah pernyataan keliru.

"Ini jelas pernyataan keliru dari pimpinan KPK Adnan Pandu Praja untuk lari dari tanggungjawab dan membiaskan persoalan, atau memang lantaran Adnan tidak paham UU Tipikor yang menjadi landasan KPK untuk menjerat para pelaku korupsi," kata Khairul ketika dihubungi wartawan, Kamis (14/2).

Dikatakannya, benar Pasal 2 UU Tipikor mengatur KPK hanya mengurus korupsi nilainya di atas Rp1 miliar dan merugikan keuangan negara. Untuk kasus suap dan gratifikasi maka berapapun nilainya menjadi ranah KPK sebagaimana yang diberlakukan kepada Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap karena menerima suap dan gratifikasi nilainya di bawah Rp1 miliar.

Dalam kasus yang melibatkan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum ini KPK juga kembali mengulangi kesalahan yang pernah dibuatnya dengan melanggar standar operating procedure (SOP) yang mereka buat sendiri. Dengan pelanggaran SOP ini maka semuanya pun menjadi simpang-siur.

”Seharusnya kan sprindik itu memang dikeluarkan setelah ada gelar perkara. Tapi dalam kasus ini KPK berusaha melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yang bisa dilihat dari sprindik yang bocor itu. Ini kembali mengulangi kasus serupa seperti kasus Bank Century yang langsung menetapkan tersangka sebelum ada gelar perkara,” imbuhnya.

Bocornya sprindik, menurut Khairul, jelas kesalahan KPK. Dalam beberapa kasus memang pimpinan KPK seperti terpecah belah dalam menangani perkara. Ini bisa terjadi karena dalam mengusut satu kasus, KPK melakukannya berdasarkan kepentingan politik tertentu. Para pimpinan KPK ketika dipilih berhutang-politik kepada para politisi di Senayan yang memilihnya sehingga membuat pemberantasan korupsi pun dilakukan berdasarkan hutang politik dan bukan berdasarkan alat bukti.

“Inilah kalau penegakan hukum dilakukan berdasarkan janji politik. Padahal untuk menyelesaikan satu kasus harus didasarkan pada alat bukti dan bukan janji para pimpinan KPK kepada politisi di Senayan itu. Makanya tidak jarang KPK sering menabrak aturannya sendiri dan nyelonong saja dalam upayanya menyelesaikan satu kasus,” paparnya. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Sudah Setujui Ibas Mundur

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler