Afrika Selatan: Keampuhan Vaksin Pfizer Anjlok Melawan Omicron

Rabu, 08 Desember 2021 – 17:10 WIB
Ilustrasi - Jarum suntik medis dan botol terlihat di depan teks Omicron (B.1.1.529): SARS-CoV-2 di latar belakang. Foto:Pavlo Gonchar/SOPA Images via Reuters/Antara

jpnn.com, CAPE TOWN - Dua dosis vaksin Pfizer Inc-BioNTech tidak memberi perlindungan penuh terhadap COVID-19 varian Omicron. Demikian hasil penelitian laboratorium Institut Riset Kesehatan Afrika di Afrika Selatan, negara tempat varian tersebut pertama ditemukan.

Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa darah dari orang yang menerima dua dosis vaksin Pfizer dan sebelumnya sudah terinfeksi COVID-19 berpeluang besar mampu menetralkan varian tersebut.

BACA JUGA: Antisipasi Varian Omicron, Ganjar Minta Masyarakat di Jateng Melakukan Ini

Karena itu, penelitian itu menyarankan bahwa dosis booster vaksin dapat membantu menangkis infeksi.

??????Alex Sigal, dosen di Institut Riset Kesehatan Afrika mengatakan di Twitter ada “penurunan yang sangat besar” dalam menetralkan varian Omicron jika dibandingkan dengan jenis COVID-19 sebelumnya.

BACA JUGA: Catatan Ketua MPR: Omicron dan Belajar dari Kegagalan Cekal Varian Delta

Laboratorium itu menguji darah dari 12 orang yang sudah divaksinasi dengan dua dosis vaksin Pfizer/BioNTech, menurut naskah di laman laboratorium itu.

Data awal dalam naskah itu belum ditinjau secara berkelompok.

BACA JUGA: Dinkes Tangerang Waspadai Varian Omicron, Ini Alasannya

Darah lima dari enam orang yang sudah divaksin serta sebelumnya terinfeksi COVID-19 masih menetralkan varian Omicron, menurut naskah tersebut.

“Hasil ini lebih dari yang saya perkirakan. Lebih banyak antibodi yang Anda dapatkan, lebih banyak peluang Anda terlindungi dari Omicron,” kata Sigal dalam cuitannya di Twitter.

Ia mengatakan laboratorium belum menguji varian terhadap darah dari orang yang sudah mendapatkan dosis booster karena mereka belum ada di Afrika Selatan.

Berdasarkan naskah itu, laboratorium mengamati penurunan 14 kali lipat dalam tingkat antibodi penetralisasi terhadap varian Omicron.

Sigal mengatakan di Twtter bahwa angka tersebut kemungkinan akan disesuaikan setelah laboratoriumnya melakukan lebih banyak percobaan.

Sementara antibodi penetralisasi merupakan indikator respon kekebalan tubuh, para ilmuwan meyakini jenis sel lainnya, seperti sel B dan sel T juga distimulasi oleh vaksin dan membantu melindungi dari dampak COVID-19.

Data awal tidak mengindikasikan bahwa vaksin kurang mampu mencegah penyakit parah atau kematian. Sementara tes laboratorium tengah berlangsung, CEO BioNTech Ugur Sahin mengatakan pekan lalu “Kami berpikir kemungkinan orang-orang akan memiliki perlindungan dasar melawan penyakit berat yang disebabkan Omicron”.

Varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika bagian selatan bulan lalu sudah membunyikan alarm secara global terhadap lonjakan infeksi lain dengan lebih dari dua puluh negara dari Jepang hingga Amerika Serikat yang melaporkan kasus itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan pada 26 November lalu sebagai “varian perhatian”, tetapi mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung perlunya vaksin baru yang secara khusus dirancang untuk melawan varian Omicron dengan banyak mutasinya.

Belum ada data signifikan  bagaimana vaksin dari Moderna, Johnson & Johnson dan perusahaan obat-obatan lainnya menghambat varian baru.

Seluruh produsen, termasuk Pfizer dan BioNTech diharapkan mengeluarkan data mereka dalam beberapa minggu.

Pakar penyakit menular terkemuka di AS Dr. Anthony Fauci mengatakan pada Selasa bahwa bukti awal menunjukkan varian COVID-19 Omicron kemungkinan memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, tetapi tidak terlalu parah.

Ia mengatakan AS melakukan tes untuk menentukan perlindungan vaksin baru-baru ini terhadap varian tersebut dan memperkirakan hasilnya keluar minggu depan.

Umer Raffat, analis Evercore ISI, memperingatkan agar tidak terlalu banyak membaca satu penelitian dan mencatatkan adanya variabilitas yang signifikan dalam mengukur penurunan tingkat anitobodi dalam penelitian laboratorium sebelumnya.

“Kita tunggu saja penelitian tambahan untuk melihat gambaran yang lebih jelas,” katanya. (ant/dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler