jpnn.com - Bagi seorang muslim, melakukan hubungan suami-istri mestinya tak hanya sekadar menjadi rutinitas melepas syahwat saja.
Namun lebih dari itu, ia harus menjadi sesuatu yang bernilai pahala di sisi Allah, mampu melahirkan keturunan yang baik, dan tidak mengganggu pihak lain.
BACA JUGA: Gegara Menipu Uya Kuya, Medina Zein Didepak dari Jabatan Dirut Perusahaan Kosmetik Miliknya?
Agar pernikahan lebih bernilai pahala, dan diharapkan melahirkan keturunan yang saleh, dianjurkan untuk memenuhi adab atau etika-etikanya.
Salah satunya seperti mengawalinya dengan basmalah dan doa, sebagaimana hadits Rasulullah yang menyatakan: seandainya seseorang hendak mendatangi istrinya dan membaca:
BACA JUGA: Live TikTok 24 Jam, Caisar YKS Dituding Pakai Narkoba, BNN Turut Merespons Begini
Bismillahirrahmanirrahim, allahumma jannibnasy-sy-syaithana wa jannibisy-syaithana ma razaqtana.
Artinya: Dengan menyebut asma Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari turunan yang Engkau berikan kepada kami.
BACA JUGA: Terlalu Sering Berhubungan Seksual? Waspada, 4 Dampak Ini Mengintai
Maka jika di antara keduanya ditakdirkan lahir seorang anak, maka anak itu tidak akan diganggu oleh setan selamanya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Adab lain berhubungan suami istri adalah tidak menghadap kiblat, tidak dilakukan di tempat terbuka, mengenakan kain penutup, sebaiknya tidak mengumbar suara, tidak banyak bicara.
Kemudian, tidak ada yang melihat walaupun anak kecil yang belum baligh, tidak ada yang merekam atau direkam walaupun keduanya meridhai hal itu atau setuju untuk direkam.
Tidak boleh dilakukan di hadapan istri yang lain, sebaiknya dilakukan dalam keadaan suci keduanya, setidaknya setelah mencuci kemaluan dan berwudu jika ingin mengulangi, dilakukan di hari atau malam Jumat, sebagaimana menurut al-Ghazali.
Kemudian, tidak dilakukan di waktu-waktu yang tidak diperbolehkan, seperti istri sedang haid, sedang nifas, salah satu pasangan sedang beri’tikaf, berpuasa, dan ihram.
Sedangkan pada saat istri mengalami istihadhah (keluar darah penyakit) atau belum mandi besar dari haid diperdebatkan para ulama.
Namun, kebanyakan ulama menganjurkan istri sudah mandi besar.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada