Agus Harimurti Yudhoyono Menikmati Masa-masa Sekarang Ini

Rabu, 28 Februari 2018 – 00:57 WIB
Wartawan INDOPOS dan tim ISCSC bersama AHY di ruang kerjanya yang apik. Foto: Istimewa

jpnn.com - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) makin moncer namanya di panggung politik jelang Pilpres 2019. Bahkan, putra pertama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono ini elektabilitasnya menyodok sejumlah politisi senior.

DANI TRI WAHYUDI, Jakarta

BACA JUGA: Ajak PAN dan PKS, Gerindra Mau Deklarasikan Prabowo Agustus

”Saya berkeliling terus di Indonesia, bertemu tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan mengunjungi masyarakat korban-korban bencana alam,” ujar suami dari Annisa Pohan tesebut, ketika menyambut INDOPOS (Jawa Pos Group) di ruang kerjanya, di AHY Command Centre, Jln Wijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta selatan, Senin (26/2).

Ketika musim pilkada DKI 2012, kantornya ini menjadi pusat pemenangan. Kini tempat AHY berkantor dengan segala aktifitasnya.

BACA JUGA: KPU Isyaratkan Pak JK Tak Bisa Jadi Cawapres Lagi

”Saya ini mencinta TNI dengan sepenuh hati. Tapi memang ada panggilan hati untuk berkarir di wilayah lain (politik),” tutur AHY kepadas INDOPOS, bersama tim Indopos Strategic Communications Sudies Centre (ISCSC), anak perusahaan INDOPOS yang bergerak di bidang komunikasi pemasaran.

AHY yakin, kekalahannya di Pilgub DKI memberinya banyak hikmah. Dia menganggapnya sebagai pengalaman dan menjadi titik tolak menyongsong kesuskesan politik di masa depan. ”Justru saya menikmati masa-masa sekarang ini,” paparnya.

BACA JUGA: Buruh Bakal Digiring untuk Dukung Jokowi

Sejumlah orang boleh menilai sosoknya yang masih muda, dan dianggap tidak laku di dunia politik. Namun dunia kini berubah. Justru sosok muda kini banyak menempati posisi pemimpin dunia.

”Saya menolak asumsi jika usia biologis (muda) dijadikan parameter kematangan. Pemimpin-pemimpin di dunia sekarang ini muda di segala bidang. Presiden di sejumlah negara seperti Prancis, pemilik Google, Facebook, semuanya anak muda,” ucapnya.

Di era digitalisasi, landskap ekonomi, sosial, dan politik Indonsia turut berubah. Di era inilah yang semakin memegang kendali di berbagai sektor.

Bahkan, setidaknya 196 juta atau lebih dari 50 persen calon pemilih pada Pemilu 2019 berasal dari generasi milenial.

”Kita ajak generasi milineal ini agar tidak skeptis dan apatis terhadap proses politik. Menghindari arus politik kotor, hoaks, dan fitnah. Mudah-mudahan Indonesia akan nikmati bonus demografi dari para peran positif generasi milinial ini,” paparnya.

AHY berkeyakinan, mereka yang muda akan memberikan suara politiknya kepada sosok yang muda. Para kontestan politik menyadari hal ini. Bahkan yang terbilang politisi bukan muda lagi, berusaha berpenampilan muda. Tujuannya untuk mendapat dukungan dan menangkap suara dari generasi milenial. Sementara AHY sudah memiliki modal untuk itu.

Agus mengaku dirinya terus mendorong generasi milenial turut berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Dia juga mengajak anak muda menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.

”Tapi sebebas-bebasnya, tetap harus dalam koridor yang baik. Kita adalah bangsa yang majemuk, tapi sikapilah perbedaan itu dengan bijak. Janganlah berdebat masalah agama, ras, suku, itu tidak akan ketemu. Maka carilah kesamaannya,” tuturnya.

Begitulah pandangan politik AHY yang dia tuturkan dengan roman muka penuh optimistis. Di Kantor AHY Command Centre itulah, AHY terus menusun strategi untuk mempersiapkan dan mengembangkan potensi dirinya untuk sukses di dunia politik.

”Kami kampanyekan lingkungan hidup, menggalakkan penghijauan dalam kegiatan go green penanaman pohon, kami juga menanam terumbu karang di Papua Barat. Di bidang kesehatan, kami datang memberikan bantuan kepada suku Asmat yang kurang gizi, mengajak mahasiswa donor darah karena kebutuhan darah defisit. Ini merupakan kegiatan Yudhoyono Foundation,” ungkapnya.

AHY menyadari, di dunia politik segala sesuatu bisa terjadi. Sulit untuk memprediksi apa yang bakalan terjadi. Banyak yang tidak masuk akal. Termasuk sistem pencalonan presiden dan wakil presiden yang dinilainya di luar akal sehat dan tidak adil.

Partai politik bisa mencalonkan presiden dan wakilnya jika memperoleh 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional, berdasarkan hasil pemilihan umum 2014.

”Kenapa berdasarkan perolehan pemilu 2014. Ini tidak masuk akal dan cacat logika,” cetusanya.

Pemberlakuan sistem tersebut membuat parpol manapun, termasuk PDIP, tidak bisa mencalonkan presiden tanpa berkoalisi.

Dengan situasi tersebut maka tidak ada jaminan sosok yang memiliki tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi akan tampil menjadi pemenang Pilpres 2019. ***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ssstt... Konon Cak Imin Bakal Temui Prabowo


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler