jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan melihat langsung kondisi pendataan penyaluran bantuan sosial (bansos).
Menurut dia di lingkungan rumahnya sendiri penyaluran bansos masih menggunakan data dari 2015, meski pemerintah daerah itu sudah memperbaruinya pada 2020.
BACA JUGA: Dalam 7 Hari, Pos Indonesia Salurkan Bansos Tunai di Jakarta Mencapai 95 Persen
Agus menyebut rencana penyaluran bansos melalui fintech membutuhkan data yang akurat. Di sisi lain pemerintah masih menghadapi persoalan terkait ketersediaan data yang memadai.
"Itu yang ketahuan di lingkungan saya. Saya lihat langsung, saya tanyakan pada ketua RW (Rukun Warga) saya," kata Agus dikutip dari Antara, di Jakarta, Senin (2/8).
BACA JUGA: Kemendagri: Perlu Ada Platform Satu Data untuk Kembangkan Wilayah Metropolitan Mamminasata
Agus berharap data mampu terintegrasi dalam Satu Data Indonesia untuk menunjang penyaluran melalui aplikasi finansial berbasis teknologi (fintech).
"Data itu harus betul-betul akurat, karena data yang amburadul jadi sumber korupsi paling empuk," tegas Agus.
BACA JUGA: Kemensos Memperkuat Sinergi dengan Komunitas untuk Kepastian Hak Lansia
Dia menyebut penyediaan data dalam Satu Data Indonesia sudah didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
"Kalau enggak ada integrasi data, cleansing atau pencucian data benar-benar, ya akan tetap berpotensi dikorupsi," ujar Agus.
Sebelumnya Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan akan membuat aplikasi untuk penyaluran bansos yang akan diluncurkan pada 17 Agustus 2021 dengan menggandeng Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perusahaan-perusahaan fintech.
Mensos berharap aplikasi ini dapat mempermudah penerima bansos membelanjakan uang bansos, dengan tidak hanya berbelanja di e-Warong. Dia juga berharap penggunaan aplikasi ini mencegah penerima menyalahgunakan bansos, misalnya membelanjakan rokok atau minuman beralkohol. (antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia