jpnn.com - SEMARANG - Audit kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jateng atas kasus penyertaan modal Pemkab Rembang ke PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) dinilai tidak sah. Sebab tidak ada kerugian negara.
Hal itu dikatakan ahli auditor Sukamto dari Kantor Akutansi Publik (KAP) Rembang saat menjadi saksi ahli terdakwa mantan Direktur RBSJ, Siswadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (10/2). Yakni terkait kerjasama PT RBSJ dengan PT Amir Hajar Kilsi (AHK) dalam bisnis SPBU.
BACA JUGA: Status Siaga, Puncak Gunung Kelud Ditutup
Menurut Sukamto, kerugian Rp 4,13 miliar yang dilaporkan BPK tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh. Sebab, seluruh keuntungan dari SPBU masuk ke PT RBSJ. Hal itu dibuktikan dengan adanya laporan keuangan dan aset PT RBSJ. Yakni berupa Aset pembelian tanah sebesar 2,3 miliar, keuntungan SPBU sebesar 1,88 miliar.
Sementara dalam laporan BPK tanah dianggap kerugian lantaran tercatat dalam sertifikat hak milik atas nama Siswadi. Selain itu, keuntungan dianggap rugi karena tidak masuk ke PT RBSJ melainkan ke PT AHK.
BACA JUGA: Pengumuman CPNS Bertahap, Guru Honorer Galau
“Padahal sertifikat tanah sudah ada surat kuasa Subtitusi dari pemilik ke PT RBSJ. Sehingga pemilik sudah tidak memiliki hak atas tanah tersebut. Selain itu keuntungan meski masuk ke PT AHK, namun toh pada akhirnya masuk ke rekening PT RBSJ, jadi belum dapat dikatakan ada kerugian negara," ujar Sukamto seperti diberitakan Jateng Pos (JPNN Grup), Selasa (11/2).
Perihal sertifikat hak milik tanah atas nama Siswadi bukan RBSJ, menurutnya hal itu belum dianggap sebagai kerugian. Sebab dalam laporan tercatat sebagai aset milik RBSJ. Hal menurutnya juga terjadi pada audit yang dilakukan BPKP Jateng yang menurutnya salah menghitung.
BACA JUGA: Kapolda Babel Dilaporkan ke KPK, Kompolnas Anggap Biasa
Sebab BPKP, lanjut Sukamto tidak memasukkan aset diluar perusahaan. Kurangnya uang modal, surat berharga dan barang juga termasuk aset perusahaan, tapi hal itu tidak dihitung. Hal itu mematahkan keterangan hasil perhitungan keuangan BPKP Jateng dari kucuran modal atas kerjasama sebesar Rp 17 miliar, baru mendapat pengembalian bagi hasil Rp 12,9 miliar. Kerugian keuangan negara atas pengelolaan modal PT RBSJ disebut mencapai Rp 4,2 miliar.
Dalam keterangannya, mantan auditor BPKP Jateng itu menyangkal adanya kerugian negara atas kerjasama PT RBSJ yang dilakukan terdakwa. "Tidak ada kerugian negara. BPK dan BPKP Jateng salah menghitung, karena tidak memasukkan aset diluar perusahaan. Kurangnya uang modal, surat berharga dan barang juga termasuk aset perusahaan, tapi hal itu tidak dihitung," kata dia.
Hal itu mematahkan keterangan hasil perhitungan keuangan oleh BPK dan BPKP Jateng. Menurut BPKP Jateng dari kucuran modal atas kerjasama sebesar Rp 17 miliar, baru mendapat pengembalian bagi hasil Rp 12,9 miliar. Kerugian keuangan negara atas pengelolaan modal PT RBSJ disebut mencapai Rp 4,2 miliar.
“Harusnya, harus ada eksekusi terlebih dahulu sehingga akan diketahui apakah ada angka kerugiannya atau tidak. Secara keilmuan akuntan, tidak ada masalah dalam kasus ini,” tegasnya saat dicegat wartawan menjadi saksi ahli di Pengadilan Tipikor Semarang.
Selain memeriksa saksi ahli, Siswadi juga diperiksa. Siswadi mengakui, kerjasama usaha yang dilakukannya dilakukan tanpa pengkajian. Kerjasama yang dimaksud, yakni pembangunan dan pengelolaan SPBU dengan PT AHK dan perusahaan lainnya yakni CV Karya Mina Putra (KMP) PT Sabda Amartha Bumi (SAB) dalam usaha bagi hasil penanaman tebu ada kesalahan.
Namun kesalahannya hanya administrasi. Meski ada kesalahan menurutnya, PT RBSJ masih tetap diuntungkan. “Memang tidak ada pengkajian atas kerjasama dengan AHK dan KMP. Hal itu saya lakukan karena tidak ada arahan dari pemegang saham. Pemikiran saya, andai tidak diibayar (atas kerjasamaitu), tidak mungkin macet,” ujarnya.
Termasuk dengan PT SAB, tidak pernah mengkaji jika kenyataannya perusahaan tersebut ternyata tidak layak untuk diajak kerjasama. Siswadi mengaku hanya percaya dari dokumen yang diajukan oleh PT SAB.“Selain itu ditahun pertama, PT SAB kinerjanya bagus. Tebu berhasil dipanen dan dijual seluruhnya,” tandasnya.
Mantan Direktur PT RBSJ itu mengaku tidak memenuhi perintah Bupati Rembang, Muh Salim dan membayar pembelian tanah seharga Rp 1,2 miliar dari Hj Rosidah Said. Dengan perkiraan keuntungan lebih besar, Siswadi mengaku justru membeli tanah beserta SPBU dari PT AHK.
"Saya membeli tanah dan SPBU, untuk selain peroleh laba besar, ke depan demi ketahanan kelangsungan BUMD. Sampai 2013 lalu, keuntungan atas SPBU mencapai Rp 10 miliar. Dalam kerjasama di bidang kayu (PT KMP), dari modal sebesar Rp 15 miliar, kami mendapat keuntungan Rp 2,5 miliar," kata Siswadi dalam persidangan.
Dalam pengakuannya, terdakwa juga mengatakan tidak mengetahui perihal perubahan struktur kepengurusan di PT RSM yang berubah menjadi PT RBSJ. Dikatakannya, atas modal Rp 25 miliar yang dicairkan dari Kasda dan DTT (dana tak tersangka), sebagian dikucurkan dalam kerjasama itu.
Atas kerjasama itu, Siswadi mengatakan, muncul investigasi BPK RI yang menilai pengelolaan kerjasama PT RBSJ menyimpang. "Atas investigasi, saya disalahkan pada ijin SPBU, yakni sertifikat tanah atasnama saya. Saya siap disumpah dengan cara apapun siap, bahwa saya tidak menerima apa-apa atas kerjasama ini. Saya tidak main-main," kata dia.
Dalam sidang terungkap pula, bahwa atas enam bidang tanah atasnama dirinya yang disangkakan jaksa diperoleh dari dana PT RBSJ, diketahui merupakan milik Siswadi pribadi. Jaksa mengakui, bahwa dakwaan perihal itu, tidak didasari bukti-bukti. "Memang tidak ada buktinya," aku Febri Ristiani.(jack/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Menteri Klaim Perjuangkan KA Cianjur-Sukabumi
Redaktur : Tim Redaksi