jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berharap keterlibatan Jerman sebagai sekutu AS mengirim kapal perang ke Laut Cina Selatan (LCS) tidak membuat panas suhu politik di kawasan sengketa itu.
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Luar Negeri itu juga berharap pemerintah AS dan Tiongkok tidak terjebak dalam ‘Perangkap Thucydides yang diteorikan ilmuwan politik AS, Graham T. Allison.
BACA JUGA: Bamsoet Berharap Kendala Pembayaran Royalti untuk Musisi dan Seniman Bisa Dihilangkan
Istilah 'Thucydides Trap atau Perangkap Thucydides menggambarkan dipilihnya opsi perang oleh pemegang hegemoni dunia ketika muncul kekuatan regional baru. AS selama ini dikenal sebagai hegemon dunia, sedangkan Tiongkok dipersepsikan sebagai kekuatan baru itu.
"Bangsa Indonesia tentu berharap keterlibatan militer Jerman sebagai sekutu AS di Laut China Selatan benar-benar untuk tujuan kebebasan navigasi seperti yang disampaikan Berlin kepada sekutunya, bukan untuk tujuan lain, apalagi untuk menambah panas suhu politik di kawasan sengketa itu," jelas Ahmad Basarah di Jakarta, Rabu (4/8).
BACA JUGA: Masinton Berani Menohok Luhut Panjaitan, Menyebut Nama Kiai Said Aqil
Diketahui, untuk kali pertama dalam dua dekade di tengah meningkatnya ketegangan AS dan Tiongkok, Jerman mengirim satu dari empat fregat kelas Brandenburg Jerman, Bayern (Bavaria), dari pangkalan angkatan laut Jerman Wilhelmshaven Senin (2/8/2021) lalu dalam upacara yang dihadiri Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer.
Kapal perang itu membawa 46 torpedo anti-kapal selam, peluru kendali anti-kapal, dan senjata anti-pesawat. Kapal tempur itu akan menghabiskan enam bulan ke depan di samudera lepas.
BACA JUGA: Ruhut Bongkar Fakta Masinton Pernah Ditegur Pak Luhut, Effendi Simbolon Pengin jadi Menteri
Menurut Basarah, dunia semestinya bersyukur Perang Dingin antara AS dengan Rusia sudah lewat. Daripada memunculkan konflik baru sesama penghuni planet bumi, dia menyarankan setiap negara terutama AS dan Tiongkok mencari solusi terbaru untuk menciptakan stabilitas regional dan internasional agar dunia terhindar dari Jebakan Thucydides tersebut.
"Semua penghuni planet bumi kini punya musuh bersama bernama siluman Covid-19. Musuh kita ini tidak terlihat, tidak mengenal hukum perang, juga tidak mengenal perikemanusiaan. Mengapa tidak semua umat manusia bersatu melawan musuh bersama ini ketimbang perang," tutur ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR itu.
Dia juga menekankan, dalam ketegangan LCS itu, Indonesia sebaiknya tidak ikut arus mendukung salah satu dari kedua negara yang sedang berkontestasi sebagai pemegang hagemoni dunia.
Basarah mengusulkan Indonesia tetap konsisten mengikuti ajaran politik Bung Karno yang memilih menggalang aliansi negara-negara nonblok saat AS sebagai kampiun demokrasi bersitegang dengan negara-negara blok komunis.
"Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini untuk meredakan ketegangan dan mengusung perdamaian, sambil menarik manfaat ekonomi dan geopolitik dari persaingan global ini," ujar dosen pascasarjana Universitas Islam Malang itu.
Dalam pemberitaan sejumlah media internasional, AS dan Tiongkok dinilai telah memicu ketegangan dunia setelah kedua negara terlibat perang dagang, sementara dalam kondisi pandemi keduanya saling menyalahkan dan menarik dukungan politik banyak negara.
BACA JUGA: PPATK Mengecek Rekening Keluarga Akidi Tio soal Donasi Rp 2 T, Hasilnya Mengejutkan
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin belum lama ini juga berkunjung ke Asia Tenggara, sementara di saat hampir bersamaan dilangsungkan latihan tempur gabungan AS bersama negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Basarah menilai sangat wajar jika AS melihat Tiongkok sebagai kekuatan baru dunia. Pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu kini tetap di angka 2,3 persen di akhir 2020, meski seluruh dunia terkena pandemi. Tiongkok diperkirakan bakal menyalip AS sebagai ekonomi terbesar dunia di tahun 2050. Hal ini akan mengganggu hegemoni AS dan sekutunya.
Berbagai forum internasional seperti KTT G7, NATO, dan Uni Eropa (blok Barat) selalu berfokus pada ancaman Rusia dan Tiongkok di Asia Pasifik. Bagi AS, kedua negara itu disebut sebagai 'ancaman ganda'. Tiongkok sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua setelah AS tidak pernah diundang ke semua forum itu.
Dengan konstelasi dunia yang seperti itu, kata Basarah, sebenarnya terbuka peran buat Indonesia untuk aktif mengusulkan semua negara, termasuk Tiongkok, dilibatkan dalam semua pertemuan tingkat dunia itu.
"Indonesia sangat layak menjalankan peran perdamaian dunia. Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea keempat sudah tegas mengamanatkan agar negara kita turut serta mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," pungkas Ahmad Basarah. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam